Moskow (ANTARA) - Rusia mengakhiri gencatan senjata, yang dinyatakannya secara sepihak, saat Natal di Ukraina dan menyatakan akan melanjutkan pertempuran sampai menang atas negara tetangganya itu.

Setelah gencatan senjata dihentikan, Rusia melancarkan pengeboman di Ukraina timur hingga menewaskan satu orang, kata beberapa pejabat setempat, Minggu.

Pemberlakuan gencatan senjata sepihak itu merupakan perintah dari Presiden Rusia Vladimir Putin.

Putin pada Jumat (6/1) memerintahkan agar pertempuran dihentikan selama 36 jam di medan perang guna memberi kesempatan kepada masyarakat Rusia dan Ukraina merayakan Hari Natal Ortodoks, yang jatuh pada Sabtu (7/1).

Ukraina sendiri menolak melakukan gencatan senjata. Serentetan tembakan terjadi di sepanjang garis depan pertempuran.

Seorang pria berusia 50 tahun tewas di wilayah Kharkiv, Ukraina timur laut, akibat bombardemen Rusia, kata Gubernur Kharkiv Oleh Sinehubov di aplikasi perpesanan, Telegram.

Kabar soal insiden itu muncul beberapa menit setelah tengah malam di Moskow.

Sebagian besar masyarakat Ukraina penganut Kristen Ortodoks biasanya merayakan Hari Natal pada 7 Januari, demikian pula para penganut Kristen Ortodoks di Rusia.

Gereja Ortodoks Ukraina --terbesar di negara itu-- sebenarnya memperbolehkan umatnya untuk merayakan Hari Natal pada 25 Desember.

Namun, banyak anggota umat yang tetap merayakan hari tersebut pada Sabtu. Mereka membanjiri gereja-gereja dan katedral.

Kremlin, kantor presiden Rusia, mengatakan Moskow akan melanjutkan gerakan yang disebutnya sebagai "operasi militer khusus" di Ukraina.

Pemerintah Ukraina beserta negara-negara Barat sekutunya menyebut operasi itu sebagai agresi Rusia untuk menguasai wilayah.

"Tugas yang ditetapkan oleh presiden (Putin) untuk melakukan operasi militer khusus akan dipenuhi," kata wakil kepala staf Putin, Sergei Kiriyenko, seperti dikutip kantor berita negara Rusia, TASS.

"Dan tentunya akan menang."

Perang di Ukraina saat ini sudah memasuki masa 11 bulan namun tidak ada tanda-tanda akan berakhir.

Perang tersebut telah menewaskan ribuan orang, memaksa jutaan lainnya mengungsi, dan menyebabkan kota-kota di Ukraina hancur.

Para pejabat Ukraina juga melaporkan bahwa sejumlah ledakan terjadi di wilayah-wilayah Donbas, kawasan yang menjadi medan pertempuran selama berbulan-bulan.

Pavlo Kyrylenko, Gubernur Donetsk di Ukraina, mengatakan ada sembilan serangan rudal yang terjadi di kawasan itu semalaman. Tujuh di antaranya menghantam kota Kramatorsk yang sudah porak poranda. Tidak ada laporan soal korban.

Seorang pejabat mengatakan beberapa ledakan juga terdengar di Kota Zaporizhzhia, pusat pemerintahan wilayah Zaphorizhzhia. Pejabat tersebut tidak memberikan laporan soal kerusakan ataupun korban.

Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy mengatakan pada Rabu (4/1) bahwa Rusia sedang bersiap-siap melancarkan serangan hebat berikutnya.

Departemen Pertahanan Amerika Serikat, Jumat (6/1), mengatakan tujuan Putin untuk menguasai wilayah Ukraina masih belum berubah kendati pasukannya terus mengalami pukulan.

Sementara itu, ada kekhawatiran yang meningkat bahwa Belarus --negara yang setia membela Moskow-- akan dijadikan pijakan untuk menyerang Ukraina dari arah utara.

Kekhawatiran itu muncul setelah ada peningkatan pergerakan militer di Belarus dan pengiriman baru tentara Rusia ke negara itu.

Menurut laporan pada Sabtu malam dari saluran-saluran tak resmi di Telegram yang memantau kegiatan militer di Belarus, pasukan Rusia tiba di Belarus dalam dua hari belakangan ini.

Pasukan tersebut terdiri dari 1.400-1.600 tentara, yang berdatangan di Kota Vitebsk di Belarus timur laut.

Reuters belum dapat memastikan secara independen kebenaran informasi tersebut.

Sumber: Reuters

Baca juga: Ketua parlemen: Tujuan utama Ukraina 2023 menang atas Rusia
Baca juga: PM Jepang Kishida akan pertimbangkan undangan Presiden Ukraina
Baca juga: Ukraina: Usulan Putin soal gencatan senjata adalah kemunafikan

Penerjemah: Tia Mutiasari
Editor: Anton Santoso
Copyright © ANTARA 2023