Yang diharapkan adalah banyaknya perbaikan demi kebaikan, sehingga para PMI ini bisa pergi sampai pulang dengan nyaman karena semua telah tersiapkan dengan baik
Jakarta (ANTARA) - Kepala Staf Kepresidenan Jenderal TNI (Purn) Moeldoko mengungkapkan persoalan perlindungan pekerja migran Indonesia (PMI) menjadi pembahasan berulang-ulang di Istana.

"Sudah berkali-kali, sering banget. Berapa kali sudah tidak terhitung, benar. Berbagai persoalan kami rapatkan di situ, kami carikan jalan keluar, rapat lagi, carikan jalan keluar lagi. Betul itu," kata Moeldoko di hotel kawasan Kelapa Gading, Jakarta Utara, Senin, saat melepas  302 pekerja migran dengan penempatan Korea Selatan dan akan bekerja di sektor manufaktur dan perikanan

Salah satu materi rapat di Istana yang diingat Moeldoko adalah soal biaya calon pekerja migran Indonesia (CPMI) yang bisa ditanggung negara. Saat itu, kata Moeldoko, Presiden Joko Widodo sangat menekankan agar calon pekerja migran Indonesia yang akan dikirim ke luar negeri tidak dibebani dengan biaya-biaya tambahan.

"Yang diharapkan adalah banyaknya perbaikan demi kebaikan, sehingga para PMI ini bisa pergi sampai pulang dengan nyaman karena semua telah tersiapkan dengan baik," kata Moeldoko.

Untuk mengurangi beban CPMI, kata Moeldoko, KSP sedang menggodok skema penalangan biaya pemeriksaan kesehatan CPMI ke luar negeri bersama kepala lembaga dan kepala kementerian terkait.

"Misalnya, apa tidak bisa itu melalui BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan)? Itu belum menemui jawaban. Tapi besok (10 Januari) secepatnya akan kami bahas," kata Moeldoko pula.

Tujuannya, supaya CPMI tidak harus mengeluarkan biaya pemeriksaan kesehatan dan yang lainnya ketika pra penempatan dan setelah penempatan.

Berikutnya, terkait dengan aturan keimigrasian seperti biaya pembuatan paspor, dan lainnya. Kata Moeldoko, semua pembiayaan itu sedang dibahas pula apakah juga bisa ditanggung oleh negara.

"Kami bereskan (terkait Imigrasi)," kata Moeldoko.

Sehingga nantinya dengan adanya persiapan yang baik, negara bisa mengurangi keraguan CPMI terhadap pemberangkatan secara resmi lewat Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) dari berbagai sisi, misalnya kesiapan, pembiayaan yang bersangkutan, mental, dan lainnya.

Sebab hanya lewat BP2MI, negara bisa menyiapkan keberangkatan CPMI dengan layak. Mau pergi, di bandara disediakan ruang khusus (lounge) dan jalur antrean khusus (fast track).

Sampai di sana, kata Moeldoko, PMI juga dibekali dengan surat diplomatik resmi yang bersifat mandat kepada pemberi kerja (credential letter) agar PMI bisa nyaman dan aman terlindungi dari berbagai ancaman.

Moeldoko berharap BP2MI bisa berkolaborasi dengan kementerian/lembaga yang berwenang terkait pekerja di Indonesia untuk bisa menyediakan sarana dan prasarana yang memadai kepada setiap warga negara yang bekerja di luar negeri.

"Kan sudah jelas kewenangan masing-masing. BP2MI itu P2-nya pelindungan pekerja," kata Moeldoko.

Sementara itu, Kepala BP2MI Benny Rhamdani mengatakan siap membentengi CPMI yang akan berangkat ke luar negeri dengan perlindungan yang maksimal, baik dari segi bekal mental, pelatihan maupun bekal lainnya.

"Bagi BP2MI, semua anak bangsa yang bekerja di luar negeri itu adalah harga diri. Jadi pride mereka harus dijaga. Jadi negara harus menempatkan mereka dengan perlakuan hormat," kata Benny.

Keberangkatan CPMI ke Korea dengan skema kerja sama antarpemerintah (G to G) pada Senin ini merupakan keberangkatan kedua G to G pada tahun 2023 setelah Senin pekan lalu BP2MI juga memberangkatkan sekitar 46 orang pekerja migran Indonesia ke Korea.

Selain itu, sejak 1 hingga 8 Januari 2023, sekitar 700 PMI sudah diberangkatkan ke berbagai negara menggunakan skema p to p atau skema mandiri.

Benny berharap pada 2023, pencapaian penempatan pekerja migran Indonesia ke luar negeri bisa semakin meningkat meski situasi pandemi COVID-19 dan perang Rusia-Ukraina yang tidak selesai berpotensi mempengaruhi ekonomi secara global.

Pekerja dari Indonesia, menurut Benny, juga harus siap menghadapi situasi itu. Situasi itu juga menjadi tantangan bagi BP2MI untuk memperkuat kompetensi setiap warga negara yang ingin meniti karir di luar negeri.

Sepanjang 2022, penempatan PMI ke 77 negara sudah menembus angka 200 ribu lebih meski target hanya 150 ribu lebih. Sehingga pencapaian penempatan PMI tahun lalu hampir 180 persen.

Menurut Benny, kalau penempatan PMI pada 2023 bisa menembus angka 250 ribu, berarti itu sudah positif. Karena kondisi COVID-19 di negara-negara penempatan belum selesai.

"Karena kinerja BP2MI bergantung negara-negara penempatan yang membutuhkan pekerja dan yang menentukan penempatan yakni Kementerian Ketenagakerjaan," tutup Benny.
Baca juga: Moeldoko lepas keberangkatan 302 pekerja migran Indonesia ke Korsel
Baca juga: Erick Thohir: Kunjungan PM Malaysia momen tingkatkan perlindungan PMI
Baca juga: Migrant Watch harap pertemuan Jokowi dan Anwar Ibrahim bahas PMI

Pewarta: Abdu Faisal
Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2023