Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengonfirmasi saksi Sintasari selaku ibu rumah tangga soal komunikasinya dengan dua daftar pencarian orang (DPO) Bareskrim Polri terkait kasus dugaan suap dan gratifikasi AKBP Bambang Kayun (BK). 

KPK memeriksa Sintasari untuk tersangka BK di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (11/1) dalam penyidikan kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait dengan pemalsuan surat dalam perkara perebutan hak ahli waris PT Aria Citra Mulia (ACM). 

"Didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan interaksi komunikasi saksi dengan Emilya Said dan Herwansyah yang menjadi DPO penyidik Bareskrim Mabes Polri," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam keterangannya pada Jumat.

Baca juga: Firli sebut kasus AKBP Bambang Kayun cederai muruah hukum

Emilya Said dan Herwansyah merupakan penyuap BK dalam kasus tersebut.  

KPK juga menginformasikan seorang saksi yang tidak memenuhi panggilan pada Kamis (12/1), yaitu Akhmad Kholid selaku pengacara.

"Saksi tidak hadir dan konfirmasi untuk dijadwal ulang," kata Ali.  

Sebelumnya, KPK mengumumkan BK sebagai tersangka pada Selasa (3/1).  

Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan bahwa kasus itu Bermula dari adanya pelaporan ke Bareskrim Mabes Polri terkait dugaan pemalsuan surat dalam perebutan hak ahli waris PT ACM dengan pihak terlapor Emilya Said (ES) dan Herwansyah (HW).  

Atas pelaporan tersebut, ES dan HW melalui rekomendasi salah seorang kerabatnya kemudian diperkenalkan dengan BK yang saat itu dimutasi sebagai Kepala Subbagian Penerapan Pidana dan HAM Bagian Penerapan Hukum pada Biro Bantuan Hukum Divisi Hukum Mabes Polri untuk berkonsultasi.

Sebagai tindak lanjut, sekitar Mei 2016 bertempat di salah satu hotel di Jakarta dilakukan pertemuan antara ES dan HW dengan tersangka BK. Dari kasus yang disampaikan ES dan HW itu, KPK menduga BK siap membantu dengan adanya kesepakatan pemberian sejumlah uang dan barang.  

BK lalu memberikan saran, di antaranya untuk mengajukan surat permohonan perlindungan hukum dan keadilan terkait adanya penyimpangan penanganan perkara yang ditujukan pada Kepala Divisi Hukum Mabes Polri.  

Menindaklanjuti permohonan tersebut, BK lalu ditunjuk sebagai salah satu personel untuk memverifikasi, termasuk meminta klarifikasi kepada Bareskrim Polri. 

Sekitar Oktober 2016, dilakukan rapat pembahasan terkait perlindungan hukum atas nama ES dan HW di lingkup Divisi Hukum Mabes Polri dan tersangka BK kemudian ditugaskan untuk menyusun kesimpulan hasil rapat yang pada pokoknya menyatakan adanya penyimpangan penerapan hukum termasuk kesalahan dalam proses penyidikan.

Baca juga: KPK minta Bambang Kayun terbuka ungkap keterlibatan pihak lain

Dalam perjalanan kasus itu, ES dan HW kemudian ditetapkan sebagai tersangka oleh Bareskrim Polri. Terkait penetapan status tersangka tersebut, atas saran lanjutan dari BK maka ES dan HW mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Dengan saran tersebut, tersangka BK menerima uang sekitar Rp5 miliar dari ES dan HW dengan teknis pemberiannya melalui transfer bank menggunakan rekening dari orang kepercayaannya.

Selama proses pengajuan praperadilan, KPK menduga BK membocorkan isi hasil rapat Divisi Hukum untuk dijadikan bahan materi isi gugatan praperadilan sehingga hakim dalam putusannya menyatakan mengabulkan dan status penetapan tersangka tidak sah.

Pada Desember 2016, BK juga diduga menerima satu unit mobil mewah yang model dan jenisnya ditentukan sendiri oleh tersangka BK.

Sekitar April 2021, KPK menyebut ES dan HW kembali ditetapkan sebagai tersangka oleh Bareskrim Mabes Polri dalam perkara yang sama.

KPK menduga BK kembali menerima uang hingga berjumlah Rp1 miliar dari ES dan HW untuk membantu pengurusan perkara dimaksud sehingga keduanya tidak kooperatif selama proses penyidikan hingga akhirnya ES dan HW melarikan diri dan masuk dalam DPO penyidik Bareskrim Mabes Polri.

Selain itu, KPK juga menduga BK menerima uang secara bertahap yang diduga sebagai gratifikasi dan berhubungan dengan jabatannya dari beberapa pihak yang jumlah seluruhnya sekitar Rp50 miliar.

Baca juga: KPK: Bambang Kayun diduga terima Rp56 miliar dan satu mobil mewah

Baca juga: KPK menahan AKBP Bambang Kayun

Baca juga: KPK periksa AKBP Bambang Kayun

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Nurul Hayat
Copyright © ANTARA 2023