Jakarta (ANTARA News) - Ketua Presidium Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI), Marwah Daud Ibrahim, berpendapat penyelesaian kasus mantan Presiden Soeharto sebaiknya tidak dilakukan secara parsial, melainkan menjadi bagian dari rekonsiliasi nasional bangsa Indonesia. "Lebih baik kasus Pak Harto ini diangkat ke level yang lebih nasional dan tuntas. Untuk itu perlu diseriusi upaya rekonsiliasi nasional, sehingga tidak sepenggal-sepenggal," kata Marwah usai mengikuti dialog dengan Presiden Republik Islam Iran, Mahmoud Ahmadinejad, di gedung Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Jakarta, Jumat. Marwah mengatakan selain kasus Soeharto, bangsa Indonesia masih menyimpan sedemikian banyak persoalan di masa lalu yang hingga saat ini belum tuntas dan menjadi hambatan tersendiri bagi bangsa ini untuk melangkah. Jadi, katanya, dibutuhkan penyelesaian yang menyeluruh. "Kalau parsial seperti sekarang ini, saya kira tidak akan selesai. Kasus Pak Harto saja, di satu sisi ada yang ingin agar kasus hukum Pak Harto dihentikan, di sisi lain masih banyak yang menginginkan Pak Harto tetap diadili, dua-duanya punya argumentasi yang kuat," katanya. Oleh karena itu, katanya, keseriusan menuntaskan persoalan masa lalu sangat diperlukan. Untuk itu perlu dibentuk tim khusus yang di dalamnya terwakili semua unsur, termasuk pihak yang pernah menjadi korban, untuk berkerja menyelesaian persoalan masa lalu itu dalam batas waktu tertentu. "Tapi untuk menyelesaikan persoalan-persoalan itu tentu ada mekanismenya. Sistem pengadilan Tuhan saja ada mekanismenya. Di sini memang dibutuhkan kebesaran hati dan `leadership`. Afrika Selatan contoh terbaik, Nelson Mandela yang merupakan korban justru tampil memimpin rekonsiliasi," katanya. Secara terpisah mantan Ketua DPR Akbar Tandjung menyatakan, jika memang pemerintah ingin menghentikan kasus hukum Soeharto tentu keputusan itu harus dihormati. Akbar berpendapat penghentian kasus hukum Soeharto tidak melanggar ketentuan yang ada seperti Tap MPR XI/1999 tentang Pemberantasan KKN termasuk HM Soeharto dan Kroninya. "Proses hukum terhadap Pak Harto telah dilaksanakan meski tidak sampai selesai karena persidangan tak mungkin dilanjutkan akibat kondisi kesehatan beliau," kata Akbar. Sementara mengenai kemungkinan harus ada kompensasi tertentu terkait penghentian kasus hukum itu, menurut Akbar, itu urusan pemerintah untuk merumuskannya. Sementara itu, Ketua Umum Pucuk Pimpinan Muslimat Nahdlatul Ulama Khofifah Indar Parawansa berpendapat, dengan alasan kemanusiaan sebenarnya tidak menjadi persoalan jika pemerintah ingin menghentikan kasus hukum Soeharto. Namun, Khofifah berpendapat, penghentian kasus hukum itu tentunya tidak cuma-cuma atau, istilah Khofifah, di samping ada rehabilitasi mesti ada renegosiasi. Kemauan pemerintah melakukan rehabilitasi mesti mendapat timbal balik dari Soeharto. "Saya lebih suka menyebut renegosiasi ketimbang kompensasi. Misalnya ada sebagian harta Pak Harto yang harus dikembalikan untuk kepentingan kemanusiaan, misalnya untuk membantu masyarakat Aceh atau Poso. Saya rasa keluarga Pak Harto tidak akan merasa keberatan," kata anggota DPR RI itu. (*)

Copyright © ANTARA 2006