Jakarta (ANTARA) - Dua orang terdakwa perkara pidana korupsi Tabungan Wajib Perumahan Angkatan Darat periode 2013-2020 yang merugikan keuangan negara hingga Rp133,8 miliar segera menjalani sidang putusan di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta pada Selasa, 31 Januari 2023.

"Kedua terdakwa segera menjalani persidangan dengan agenda pembacaan putusan (vonis) majelis hakim pada Selasa, 31 Januari 2023, di Pengadilan Militer II Jakarta,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana dalam keterangannya di Jakarta, Senin.

Kedua terdakwa, yakni Brigadir Jenderal TNI Yus Adi Kamrullah dan Putu Purnamasari, keduanya sudah menjalani sidang tuntutan pada Desember 2022. Mereka masing-masing dituntut 20 tahun penjara dan denda Rp750 juta subsider enam bulan kurungan.

Selain itu, terdakwa Yus Adi Kamarullah juga dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp25 miliar dan apabila tidak membayar uang pengganti maka harta bendanya disita.

"Jika tidak mencukupi maka diganti pidana penjara selama delapan tahun," kata Ketut.

Sementara untuk terdakwa Ni Putu Purnamasari juga dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp101,6 miliar dan apabila tidak membayar uang pengganti, harta bendanya disita dan jika tidak cukup maka diganti pidana penjara selama sembilan tahun.

Ketut menjelaskan dalam tuntutannya, terdakwa Yus Adi Kamarullah terbukti memperkaya diri sendiri sebesar Rp60,9 miliar dan terdakwa Putu memperkaya diri sebesar Rp37 miliar.

"Kedua terdakwa dianggap merugikan negara dan menguntungkan diri sendiri," katanya.

Keduanya dijerat pasal 2 ayat (1) subsider pasal 3 atau pasal 8 jo pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 64 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Oditur Militer Tinggi II Jakarta selaku penuntut umum berharap putusan majelis hakim nantinya tidak berbeda dengan tuntutan pidana yang telah diajukan.

Jaksa Agung Muda Pidana Militer Laksamana Muda TNI Anwar Saadi menegaskan tim penuntut koneksitas sudah bekerja maksimal dalam proses pembuktian unsur pidana yang dilakukan para terdakwa, berdasarkan keterangan para terdakwa, para saksi, ahli, serta bukti-bukti yang cukup dan terpenuhi sebagaimana pasal tindak pidana korupsi yang didakwakan.

Mengenai penyelamatan uang negara dalam perkara ini pun, kata Anwar, telah diupayakan semaksimal mungkin lewat kerja keras Tim Koneksitas mulai dari proses penyidikan hingga penuntutan perkara TWP AD.

Tim koneksitas berupaya semaksimal melalui mekanisme hukum yang ada untuk mendapatkan aset-aset TWP AD yang ada di terdakwa dan pihak lain, termasuk dalam tuntutan diterapkan pidana tambahan uang pengganti sesuai nilai kerugian yang menjadi tanggung jawab masing-masing terdakwa sesuai nilai yang dikorupsi.

"Soal barang bukti yang berhasil disita dari para terdakwa senilai Rp53 Miliar," katanya.

Anwar menambahkan tim koneksitas juga mengupayakan pengembalian lebih maksimal lewat tuntutan pidana tambahan.

Selain itu, Anwar juga berharap Panglima TNI dan juga Kepala Staf TNI Angkatan Darat selaku Ankum (atasan yang berhak menghukum) dan Papera (perwira penyerahan perkara) di satuan Angkatan Darat agar proses hukum perkara korupsi TWP AD bisa semaksimal mungkin dalam mengembalikan kerugian di kepada prajurit.

Dalam perkara ini, Jampidmil juga menetapkan dua tersangka lainnya, yakni Kolonel CZi (Purn) CW AHT dan KGS MMS terlibat dalam pengadaan lahan perumahan TWP AD di Nagreg, Jawa Barat, dan Palembang, Sumatera Selatan.

KGS MMS merupakan tersangka dari pihak swasta, yakni dari PT Artha Mulia Adiniaga. Ditetapkan sebagai tersangka pada Februari 2022, namun penahanan terhadap tersangka baru dilakukan setelah ditangkap di Bandung pada Selasa (15/3) lalu.

Dalam perkara ini, tersangka Kolonel Czi (Purn) CW AHT berperan menunjuk tersangka KGS MMS selaku pihak penyedia lahan perumahan prajurit di wilayah Nagreg, Jawa Barat, dan Gandus Palembang dan menandatangani perjanjian kerja sama untuk pengadaan lahan di Gandus dan Nagreg tersebut. Tersangka Kolonel Czi (Purn) CW AHT diduga telah menerima aliran uang dari tersangka KGS MMS.

 

Pewarta: Laily Rahmawaty
Editor: Didik Kusbiantoro
Copyright © ANTARA 2023