Jakarta (ANTARA News) - Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Anwar Nasution, mengatakan respons para pejabat pengelola keuangan negara yang bertanggung jawab terhadap tindak lanjut hasil pemeriksaan keuangan masih rendah. "Hal ini terlihat pada hasil pemantauan BPK atas temuan-temuan pemeriksaan Tahun Anggaran 2003 sampai dengan semester II Tahun Anggaran 2005," katanya dalam Rapat paripurna DPR, Selasa, yang dipimpin Ketuanya Agung Laksono. Anwar menambahkan dari 16.433 temuan pemeriksaan dengan nilai sebesar Rp132,49 triliun, 146,60 juta dolar AS, 98,91 ribu euro dan 361,48 juta yen yang baru ditindaklanjuti sebanyak 6.920 temuan, dengan nilai Rp34,22 triliun dan 61,11 juta dolar AS. "Dengan demikian masih terdapat sisa temuan yang belum ditindaklanjuti sebanyak 9.513 temuan, dengan nilai Rp98,27 triliun, 81,35 juta dolar AS, 98,91 ribu euro dan 361,48 juta yen," katanya. Dari temuan-temuan yang belum ditindaklanjuti tersebut, di antaranya adalah penyertaan modal negara (PMN) di PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) sebesar Rp18,46 triliun yang belum didukung dengan dokumen yang memenuhi ketentuan, tambah Anwar. Dalam hal ini, tambah Anwar, BPK telah menyarankan kepada PT PLN supaya segera mengupayakan percepatan penerbitan PP atas status PMN tersebut, namun sampai dengan akhir Semester II Tahun Anggaran 2005 PP tersebut belum diterbitkan. Menurut Anwar, temuan-temuan hasil pemeriksaan BPK yang mengungkapkan ketidaktaatan pada peraturan UU, pertanggungjawaban yang tidak disertai bukti pengeluarkan yang lengkap, pengendalian intern yang lemah, dan ketidakhematan adalah temuan-temuan yang paling banyak dimuat dalam laporan hasil pemeriksaan BPK dan sekaligus temuan berulang setiap tahun. "Keadaan ini mengindikasikan bahwa tindak lanjut hasil pemeriksaan BPK belum mendapat perhatian yang memadai atau keseriusan Pemerintah untuk mewujudkan tata kelola keuangan negara yang baik," katanya. Anwar mengatakan, setiap orang yang tidak memenuhi kewajiban untuk menindaklanjuti rekomendasi yang disampaikan dalam laporan hasil pemeriksaan bisa dipidana penjara paling lama satu tahun enam bulan atau denda paling banyak lima ratus juta rupiah. (*)

Copyright © ANTARA 2006