Para ibu hamil yang mengalami KEK ... perlu mendapatkan intervensi tambahan makanan bergizi.
Mentok, Babel (ANTARA) - Dalam novel "Anak Bajang Mengayun Bulan", sastrawan cum rohaniwan Sindhunata menggambarkan tokoh Sukrosono terlahir sebagai raksasa kerdil yang tak sedikit pun keindahan melekat pada raganya. Meski demikian, anak Begawan Swandagni dan Dewi Sukowati itu memiliki kebesaran hati dan kesaktian mandraguna tiada tanding.

Wadak Sukrosono berbanding terbalik dengan Sumantri, kakak kembarnya, yang memiliki keutamaan berpikir, terlahir ideal, tampan, bahkan setelah tumbuh dewasa sangat mirip dengan junjungannya, Raja Maespati Prabu Arjunasasrabahu, sang titisan Dewa Wisnu.

Sukrosono yang beberapa saat setelah lahir dibuang ke Hutan Jatirasa karena rasa malu bapaknya, kemudian tumbuh dan berkembang di bawah asuhan alam semesta menjadi pribadi penuh cinta laksana bulan dan memiliki kesaktian luar biasa. Bahkan setelah tumbuh dewasa, dia dengan kekuatan cinta dan keikhlasan berkorban demi Sumantri, Sukrosono--si raksasa bajang berkepala bulan-- mampu memindahkan Taman Sriwedari dari puncak Gunung Nguntara di kayangan para dewa menuju Kerajaan Maespati.

Segala keistimewaan yang dimiliki Sukrosono, dan mungkin juga tokoh-tokoh kerdil dalam cerita lain, yang sejak bayi hidup dan bertumbuh kembang tanpa belaian kasih sayang orang tua, boleh jadi hanya ada pada karya sastra dan tidak akan dijumpai pada kehidupan masa kini.

Berdasarkan beberapa penelitian menunjukkan balita yang mengalami permasalahan pertumbuhan berpotensi memunculkan generasi yang bukan hanya lemah secara fisik, namun juga psikis, spiritual, dan kecerdasan, yang pada ujungnya akan menjadikannya lemah secara ekonomi dan sosial.

Stunting atau tengkes yang diakibatkan oleh kesalahan pola asuh sejak lahir atau pun sejak dalam kandungan menjadi permasalahan serius yang harus segera diatasi pemerintah, baik di tingkat Pemerintah Pusat maupun di daerah, bersama seluruh lapisan masyarakat.

Berbagai pola kegiatan dan program prioritas terus digencarkan untuk mempercepat penurunan angka tengkes di Indonesia hingga 14 persen pada 2024, sesuai target nasional yang dicanangkan Presiden Joko Widodo beberapa waktu lalu.

Untuk mewujudkan target tersebut, Pemerintah Kabupaten Bangka Barat, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, berupaya melibatkan seluruh instansi dan masyarakat untuk bersama-sama, bergotong royong mengatasi kasus yang ada sekaligus memutus generasi kerdil.

Sebagai langkah awal, Dinas Kesehatan Kabupaten Bangka Barat melakukan pemetaan penyebab kekerdilan. Dari hasil survei ditemukan tiga faktor utama, yaitu ekonomi keluarga rendah, tingkat pendidikan orang tua, dan pernikahan dini.

Meskipun hanya tiga masalah, permasalahan ini cukup kompleks dan tidak akan mampu diatasi jika hanya mengandalkan dinas kesehatan yang bergerak.

Pada tahun lalu pemerintah menunjuk BKKBN sebagai ujung tombak dalam gerakan percepatan penurunan kasus kekerdilan. Hal ini lebih pas karena kekerdilan bukan sekadar permasalahan kesehatan, melainkan lebih pada pola pikir, pola asuh anak, dan kebiasaan hidup dalam keluarga.

Kekerdilan juga bukan karena faktor keturunan, melainkan lebih pada perilaku orang tua yang kurang memahami kebutuhan gizi sejak masa kehamilan hingga pola asuh balita.

Penunjukan BKKBN sebagai motor penggerak utama diharapkan mampu mengatasi berbagai permasalahan keluarga yang berpotensi mengakibatkan terjadinya kekerdilan, salah satunya dengan pemberdayaan dan peningkatan ekonomi keluarga.


Memutus rantai tengkes

Berdasarkan hasil survei Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, angka kekerdilan di Bangka Barat mencapai 33 persen. Namun, berkat kebijakan dan intervensi yang dilakukan, dalam 5 tahun terakhir ini angka tersebut berangsur menurun setiap tahun.

Pada 2020, 11111dari sebanyak 14.134 balita yang diukur ditemukan 1.750 kasus kekerdilan (12,38 persen), pada 2021 dari 13.980 balita ditemukan 1.552 kerdil (11,1), dan pada tahun 2022 dari sebanyak 13.197 balita yang diukur ditemukan 1.262 kerdil (9,56).

Keberhasilan Kabupaten Bangka Barat dalam mengatasi kekerdilan merupakan buah dari kerja sama dan gotong royong yang telah dilakukan seluruh instansi terkait dan masyarakat.

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bangka Barat Sapi'i Rangkuti menjelaskan pencapaian penurunan kasus jika dilihat dari tingkat kabupaten dinilai cukup berhasil, namun jika diciutkan menjadi tingkat desa maka masih ada 14 desa yang butuh perhatian ekstra karena stunting tinggi.

Dari sebanyak 66 desa dan kelurahan di Bangka Barat masih terdapat 14 desa yang angka kekerdilan di atas 14 persen, masing-masing Desa Rambat (26,2 persen), Simpanggong (18,2), Pelangas (22), Berang (20,7), Ibul (30,9), Peradong (23,4), Airnyatoh (20,2), Kundi (21,5), Simpangtiga (34,5), Airmenduyung (18,8), Tugang (18,1), Pengkalberas (26,7), Limbung (15,4) dan Desa Pebuar (16,3 persen).

Dinkes terus lakukan intervensi di desa-desa lokus tersebut, tanpa menyampingkan pelaksanaan berbagai program dan kegiatan di desa lainnya karena sampai saat ini belum ada desa yang benar-benar terbebas dari kekerdilan.

Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Kabupaten Bangka Barat Nurmala Anggraeni menjelaskan Dinkes telah melaksanakan berbagai program unggulan untuk mengatasi permasalahan kekerdilan, antara lain membentuk tim dokter spesialis, ahli gizi dan kader untuk diterjunkan langsung ke desa-desa lokus dan penerbitan Kartu Anak Sejiran Setason (Tuanjita).

Pada program dokter spesialis natak kampung (Doralis Nampung), tim datang langsung ke desa-desa yang menjadi lokus untuk memeriksa seluruh anak, terutama balita yang mengalami kekerdilan. Jika ditemukan ada permasalahan dengan gizi anak maka akan dilakukan tindakan selanjutnya, bahkan ada beberapa balita yang terpaksa dibuatkan rujukan agar bisa ditangani secepatnya.

Pada program Tuanjita, Dinkes menerbitkan kartu sebanyak 1.262 lembar untuk anak yang tahun lalu pertumbuhannya masih bermasalah.

Kartu tersebut berfungsi sebagai kartu kontrol perkembangan pertumbuhan anak, berisi data identitas anak, jaminan kesehatan, identitas orang tua (termasuk di dalamnya pendidikan terakhir orang tua), dan data BPJS.

Para pemegang kartu ini diwajibkan rutin setiap bulan datang ke posyandu terdekat untuk penimbangan berat badan dan pemeriksaan kesehatan. Jika anak tidak hadir maka mereka akan  dijemput petugas.

Selain itu, dinkes juga rutin memantau kesehatan para ibu hamil untuk mencegah potensi kekerdilan pada bayi yang dilahirkan.

Sebagai bentuk pencegahan, Pemkab Bangka Barat memberikan bantuan makanan tambahan selama 90 hari kepada 389 ibu hamil yang mengalami kurang energi kronik (KEK). Mereka berada di wilayah kerja Puskesmas Mentok sebanyak 34 orang, Simpangteritip 92, Kundi 17, Kelapa 68, Jebus 45, Puput 31, Sekarbiru 23, dan Puskesmas Tempilang 79 orang.

Para ibu hamil yang mengalami KEK berisiko melahirkan bayi dengan berat di bawah standar sehat sehingga perlu mendapatkan intervensi berupa tambahan makanan untuk mencukupi kebutuhan gizi.

Intervensi gizi spesifik ini dilakukan dengan memberi makanan tambahan untuk mengatasi kekurangan energi dan protein kronis, mengatasi kekurangan zat besi dan asam folat, mengatasi kekurangan yodium, menanggulangi cacingan, dan melindungi wanita hamil dari serangan malaria.

Mereka juga perlu mendapatkan tablet tambah darah untuk mendukung metabolisme tubuh dan pertumbuhan janin.


Membangun keluarga sakinah

Tak hanya Dinas Kesehatan yang terus bergerak, Kantor Kementerian Agama Kabupaten Bangka Barat juga tidak ketinggalan memberikan andil memutus generasi kerdil, salah satunya dengan upaya pencegahan pernikahan di bawah usia 19 tahun.

Pernikahan dini menjadi salah satu penyebab terjadinya kekerdilan sehingga perlu penggencaran edukasi kepada kelompok usia remaja agar mereka semakin paham pentingnya mencegah pernikahan dini, hamil di luar nikah, dan pergaulan bebas.

Kepala Seksi Bimbingan Masyarakat Islam Kantor Kemenag Kabupaten Bangka Barat Syafrian Isbihani menyatakan kegiatan edukasi menyasar para pelajar sekolah menengah tingkat atas dan madrasah aliyah.

Pada tahun 2022, kegiatan itu dilaksanakan di enam sekolah, baik SMA maupun MA, sedangkan tahun ini rencananya di empat sekolah, dengan panduan para narasumber berkompeten untuk menguatkan pemahaman akan pentingnya mencegah pernikahan di usia bawah batas minimal, antara lain dari Dinas Kesehatan, Kantor Urusan Agama, Dinas Pendidikan, Dinas Catatan Sipil, BKKBN  dan dari Kemenag setempat.

Edukasi tersebut diharapkan ikut mendorong generasi muda memiliki wawasan lebih luas sehingga mampu mengembangkan potensi yang ada dalam diri masing-masing.

Para orang tua juga diharapkan selalu memberikan perhatian dan keleluasaan kepada anak melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi serta mengamalkan nilai-nilai agama dalam kehidupan sehari-hari.

Selain kegiatan mengedukasi para pelajar, Kantor Kemenag juga memasang sejumlah papan pengumuman di tempat-tempat strategis dan KUA terkait sosialisasi pencegahan pernikahan dini dan nikah siri sebagai bentuk komitmen menjalankan Undang Undang Pernikahan dan kesepakatan bersama Gubernur Babel dalam mencegah nikah dini dan nikah siri.

Dalam hal persiapan pernikahan, Kemenag Bangka Barat telah menjalankan program Kementerian Agama RI yang dikuatkan dalam Keputusan Dirjen Bimas Islam Nomor 373 Tahun 2017 tentang Petunjuk Teknis Bimbingan Perkawinan bagi Calon Pengantin yang salah satu poinnya menyarankan para calon pengantin agar mengikuti bimbingan pranikah sehingga memiliki bekal dalam mewujudkan keluarga sakinah.

Bimbingan perkawinan pranikah penting dilakukan agar pasangan memiliki bekal pengetahuan dan pemahaman tata cara membangun keluarga sakinah, perencanaan perkawinan, memahami dinamika perkawinan, pemenuhan kebutuhan keluarga, kesehatan keluarga, cara membangun generasi berkualitas, ketahanan keluarga menghadapi tantangan kekinian, dan mengenali berbagai produk hukum untuk melindungi perkawinan.

Berdasarkan Undang Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Pernikahan, batas umur minimal bagi calon pengantin adalah 19 tahun, baik untuk laki-laki maupun perempuan. Aturan ini merupakan revisi dari Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974 yang menyebutkan usia minimal 16 tahun untuk perempuan dan 19 tahun untuk laki-laki.

Seluruh KUA di Bangka Barat menerapkan aturan ini dan tidak akan mengizinkan adanya pernikahan bagi pasangan yang masih di bawah 19 tahun, tanpa disertai surat dispensasi dari Pengadilan Agama.

Kewajiban ikut bimbingan pranikah diharapkan calon pengantin lebih matang dan benar-benar siap membangun keluarga sakinah.

Kehadiran pemerintah bersama seluruh elemen masyarakat itu agar tidak ada lagi generasi kerdil di masa mendatang, namun terwujud generasi berwadak dan berpola pikir Sumantri lengkap dengan jiwa besar penuh keikhlasan cinta laksana Sukrosono.

Berbagai strategi yang dilakukan untuk mewujudkan keluarga bahagia sejahtera lahir batin seperti akhir kisah pasangan Begawan Swandagni-Dewi Sukowati bersama anak kembarnya Sumantri-Sukrosono yang hidup menyatu menjadi keluarga tenteram, penuh cinta kasih, dan berkelimpahan rahmat.











 

Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2023