Beijing (ANTARA) - Pemerintah-pemerintah daerah di China pada 2022 menghabiskan setidaknya 352 miliar yuan (sekitar Rp782,2 triliun) untuk pengendalian COVID-19, menurut laporan anggaran tahunan mereka.

Setidaknya 20 dari total 31 pemerintah provinsi, wilayah, dan kota di China telah melaporkan pengeluaran mereka untuk penanganan pandemi pada 2022.

Guangdong, provinsi dengan ekonomi terbesar di China, menghabiskan 71,14 miliar yuan (sekitar Rp158,1 triliun) tahun lalu, termasuk untuk vaksinasi, tes PCR, dan subsidi untuk tenaga kesehatan.

Biaya tersebut, yang terbesar di antara 20 provinsi, naik 56,8 persen dari pengeluaran terkait COVID pada 2021 dan lebih dari dua kali lipat pengeluaran serupa pada 2020.

Total pengeluaran COVID provinsi itu selama tiga tahun terakhir mencapai 146,8 miliar yuan (sekitar Rp326,3 triliun).

Setelah tiga tahun menerapkan kebijakan "nol COVID" yang ketat, China membuka kembali perbatasannya pada 8 Januari.

Kantor berita Xinhua melaporkan sangat sulit bagi China menghilangkan virus corona sehingga biaya sosial, pencegahan dan pengendalian COVID terus meningkat.

Penurunan pendapatan dari penjualan tanah negara juga menambah biaya pemda-pemda China, ditambah pertumbuhan ekonomi yang lemah, pendapatan pajak yang rendah, dan pembatasan COVID yang ketat.

Para analis dari perusahaan penilai risiko Moody's memprediksi bahwa pemda-pemda China akan mencatat perkembangan kredit negatif pada 2023, dikarenakan pendapatan penjualan tanah negara yang terus menurun.

Perkembangan negatif pada 2023 itu juga disebabkan oleh defisit fiskal yang tinggi, serta kenaikan utang dan kewajiban kontingensi.

Namun, pemulihan ekonomi yang progresif dan pemotongan pajak yang lebih kecil akan menyokong peningkatan anggaran pendapatan umum mereka, menurut Moody's.

Provinsi Jiangsu di pesisir timur China, pemilik ekonomi terbesar kedua di China, menghabiskan 42,3 miliar yuan (sekitar Rp94 triliun) untuk menanggulangi pandemi pada 2022, atau 28 kali lipat lebih banyak dibanding tahun sebelumnya.

Kota Shanghai menghabiskan 16,77 miliar yuan (sekitar Rp37,3 triliun) untuk perawatan pasien, pembangunan rumah sakit darurat, dan pembelian peralatan medis COVID-19.

Pusat perdagangan itu menjalani penguncian wilayah (lockdown) pada April dan Mei tahun lalu, yang menekan pertumbuhan ekonomi China.

Beijing, yang menghabiskan 30 miliar yuan (sekitar Rp66,7 triliun) pada 2022, sudah menganggarkan 32,77 miliar yuan (sekitar Rp72,9 triliun) untuk kesehatan masyarakat.

Sumber: Reuters

Baca juga: Jepang akan setop tes COVID-19 bagi pelancong China
Baca juga: Bisnis perhotelan dan restoran di China mulai bergairah

Penerjemah: Kenzu Tandiah
Editor: Anton Santoso
Copyright © ANTARA 2023