Menurut saya, harus diakhiri era take or pay ini untuk energi yang basisnya memang bisa dikurangi
Jakarta (ANTARA) - Komisi VI DPR mengapresiasi langkah PT PLN (Persero) mengoptimasi kontrak pasokan listrik dari pengembang swasta atau independent power producer (IPP) hingga mampu menekan beban take or pay (TOP) senilai Rp47,05 triliun pada 2022.

Anggota Komisi VI DPR Gde Sumarjaya Linggih dalam rapat dengar pendapat (RDP) Komisi VI DPR dengan PT PLN (Persero) di Jakarta, Rabu menyampaikan apresiasi atas upaya PLN yang mampu mengoptimasi kontrak tersebut.

Ia menjelaskan hal itu menjadi perhatian Komisi VI DPR agar tak menjadi beban bagi PLN, mengingat kondisi penurunan konsumsi listrik terjadi karena adanya pandemi COVID-19.

"Ini apresiasi saya kepada Pak Darmo (Dirut PLN Darmawan Prasodjo) dan tentu saja seluruh jajaran PLN. Renegosiasi TOP bisa dilakukan bahkan mencapai Rp47 triliun," ujarnya dalam keterangannya.

Anggota Komisi VI DPR Herman Haeron juga mengapresiasi capaian PLN itu dan menilai era rezim TOP mestinya disudahi saja karena menjadi beban PLN ke depannya.

Ia pun mengatakan Komisi VI DPR akan mendukung upaya PLN memiliki kontrak baik pengadaan maupun kontrak jual beli listrik yang lebih fleksibel.

"Menurut saya, harus diakhiri era take or pay ini untuk energi yang basisnya memang bisa dikurangi. Untuk gas memang agak sulit ya, tapi kalau batu bara bisa di-manage, pembakarannya, bisa disiasati. Jadi, bisnis lebih fair dan ini menguntungkan bagi PLN," ujar Herman.

Sementara itu, Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo menjelaskan di tengah kondisi pandemi COVID-19, memang PLN menghadapi tantangan kelebihan pasokan atau oversupply daya listrik.

Untuk memitigasi adanya beban TOP, PLN melakukan optimasi kontrak khususnya dengan IPP.

Baca juga: PLN bukukan pendapatan Rp455 triliun pada 2022

"Di tengah kondisi oversupply, kami secara mandiri bernegosiasi dengan IPP untuk memundurkan COD-nya (operasi) supaya oversupply tidak semakin parah. Dan, akhirnya kami berhasil memperjuangkan cost saving hingga Rp47 triliun dari konsultasi bersama dengan 17 IPP secara mandiri untuk mencari titik temu solusi," ujar Darmawan saat RDP tersebut.

Ia merinci sampai dengan akhir 2021, konsultasi bersama dengan IPP telah menekan TOP sebesar Rp37,21 triliun.

Upaya optimasi kontrak terus dilakukan PLN pada 2022, sehingga TOP yang ditekan bertambah Rp9,83 triliun atau total Rp47 triliun.

Darmawan juga menjelaskan dalam menyiasati kondisi oversupply, PLN juga melakukan berbagai langkah untuk meningkatkan konsumsi listrik.

PLN melakukan strategi ekstensifikasi dan intensifikasi untuk menambah konsumsi listrik.

Adapun strategi intensifikasi meliputi program pemasaran tambah daya bagi pelanggan eksisting.

Sementara, strategi ekstensifikasi meliputi penciptaan permintaan listrik baru melalui electrifying lifestyle. PLN juga menjalankan program akuisisi captive power berkolaborasi dengan industri untuk memakai listrik PLN.

PLN juga menjangkau kebutuhan listrik masyarakat melalui electrifying agriculture, electrifying marine dan juga pengembangan kawasan ekonomi khusus (KEK) dan kawasan industri.

Hal ini yang kemudian menjadi salah satu penopang kinerja penjualan dan operasional yang lebih efisien pada 2022.

"Di tengah kondisi COVID-19, PLN bukan hanya survive, tetapi bahkan berhasil membukukan pertumbuhan positif," sebut Darmawan.

Baca juga: Hadapi ketidakpastian global, Wamenkeu minta PLN lakukan transformasi

Pewarta: Kelik Dewanto
Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2023