banyak di mana-mana terjadi usia pensiun profesor diperpanjang kalau misalkan memang kebutuhannya memenuhi
Yogyakarta (ANTARA) - Guru Besar Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof Koentjoro menyebut batas usia pensiun seorang profesor sebaiknya diperpanjang ketimbang mengangkat profesor kehormatan atau honorary professor dari kalangan nonakademik atau praktisi.

"Hormatilah dosen-dosen karena banyak di mana-mana terjadi usia pensiun profesor diperpanjang kalau misalkan memang kebutuhannya memenuhi. Bukan didatangkan dari praktisi karena mereka (praktisi) kan tidak punya pengalaman mengajar," kata Koentjoro saat dihubungi di Yogyakarta, Jumat.

Koentjoro yang tercatat sebagai Ketua Komisi III Dewan Guru Besar UGM menyebutkan tidak kurang 295 guru besar di UGM bakal memasuki masa pensiun pada 2025.

Meski jumlah guru besar atau profesor di UGM akan banyak berkurang, ia tidak sepakat jika jabatan itu nantinya diisi dari kalangan nonakademik atau pejabat publik yang diangkat sebagai profesor kehormatan.

Profesor, kata dia, adalah jabatan akademik dan bukan gelar akademik laiknya sarjana atau doktor yang melekat sepanjang hidup.

"Profesor bukan gelar. Profesor itu adalah jabatan fungsional yang diraih dosen dengan tertatih-tatih," kata dia.

Baca juga: UGM lakukan kajian akademik terkait pemberian profesor kehormatan
Baca juga: Rokhmin Dahuri raih profesor kehormatan dari Universitas Shinhan Korea

Untuk menduduki jabatan akademik tertinggi itu, menurut dia, para dosen harus melalui tahapan panjang mulai dari asisten ahli, lektor, lektor kepala, hingga profesor.

Seorang pengajar atau dosen juga harus mengumpulkan kum penelitian, pengabdian kepada masyarakat, dan pengajaran.

Tidak hanya itu, menurut dia, untuk menempuh jenjang pendidikan S3 sebagai syarat dosen dapat mengajukan kenaikan pangkat sebagai profesor juga tidak mudah.

Saking susahnya menempuh jenjang S3, menurut dia, bahkan salah satu rekannya di Forum Dewan Guru Besar Indonesia ada yang selama enam tahun menyandang jabatan itu belum mendapat kesempatan menguji disertasi.

"Pak saya sudah enam tahun menjadi guru besar belum pernah menguji S3, membimbing S3 karena saking susahnya untuk S3," ucap Koentjoro menirukan keluhan rekannya.

Baca juga: Sekjen MPR dikukuhkan jadi profesor kehormatan Unissula Semarang
Baca juga: Siti Nurbaya Bakar dikukuhkan sebagai profesor kehormatan UB

Senada dengan Koentjoro, Prof Djanianton Damanik yang juga Guru Besar UGM mengatakan bahwa ada atau tidak ada Permendikbudristek Nomor 38 Tahun 2021 tentang Pengangkatan Profesor Kehormatan Pada Perguruan Tinggi, jabatan profesor tetap tidak pantas diberikan kepada seseorang yang tidak memenuhi rekam jejak sebagai akademisi.

"Prestasi atau kinerja akademiklah yang menjadi dasar untuk jabatan guru besar atau profesor, bukan yang lain," kata Djanianton.

Prof Koentjoro dan Prof Djanianton, adalah dua dari 353 dosen UGM yang namanya tercantum dalam surat pernyataan sikap menolak usulan pemberian gelar guru besar kehormatan kepada individu di sektor nonakademik.

Surat tertanggal 22 Desember 2022 itu ditujukan kepada Rektor UGM serta ketua, sekretaris, ketua-ketua Komisi, dan anggota Senat Akademik UGM.

Sebelumnya, UGM menyatakan tengah melakukan kajian akademik terhadap Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 38 Tahun 2021 tentang Pengangkatan Profesor Kehormatan pada perguruan tinggi.

Baca juga: Megawati: Gelar profesor kehormatan tertinggi dari SIA sangat berarti
Baca juga: Dubes Djauhari dapat gelar profesor kehormatan

Dosen Departemen Hukum Tata Negara UGM Dr Andi Sandi Antonius selaku Ketua Tim Kajian Regulasi Profesor Kehormatan UGM menyadari peraturan tersebut memang menuai beragam tanggapan dari dosen UGM.

"Kajian ini dimaksudkan untuk mendudukkan pemberian profesor kehormatan dengan prudent (bijaksana) sehingga marwah UGM sebagai lembaga pendidikan tinggi tetap terjaga," ujar Andi Sandi.

Sekretaris Rektor UGM Wirastuti Widyatmanti menekankan bahwa di UGM setiap pandangan akan dihargai dan dihormati.

Prinsip tersebut, menurut dia, yang kemudian menjadi dasar UGM melakukan kajian terhadap Permendikbudristek tersebut.

"Hasil akhir dari kajian tersebut akan disampaikan kepada Kementerian dan menjadi dasar langkah UGM ke depannya," kata Wirastuti.

Baca juga: Menristekdikti: Indonesia kekurangan guru besar

Pewarta: Luqman Hakim
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2023