Depok (ANTARA News) - Ketua Umum Musyawarah Keluarga Gotong Royong (MKGR), Letjen TNI (Purn) Soeyono, menyatakan permintaan maaf yang disampaikan oleh keluarga Soeharto haruslah dihargai kalau bangsa ini masih menghormati para pemimpinnya. "Bangsa ini harus menghargai apa yang telah disampaikan Soeharto, meskipun permintaan maaf itu keluar dari putrinya, mbak Tutut," kata Soeyono usai menutup Mubes Keenam MKGR di Hotel Bumi Weiyata Depok, Minggu. Rakyat Indonesia, ujarnya, sudah terlalu lama menyaksikan saling hujat yang tiada henti, seperti mengganggap dirinya sendiri yang paling benar dan mengabaikan sisi positif yang telah dilakukan Soeharto. Ia juga mengajak semua pihak untuk menghormati kebijakan pemerintah dalam menyikapi kasus mantan presiden kedua itu. Sebelumnya, mantan Kasum ABRI itu menyatakan bahwa persoalan Soeharto sebenarnya sepele, namun kemudian menjadi rumit karena dipolitisir. Dikatakannya, Soeharto yang didakwa melakukan korupsi menyangkut sejumlah yayasan pernah disidangkan, namun persidangan tidak dapat dilanjutkan karena penguasa Orde Baru itu oleh tim dokter dinyatakan mengalami kerusakan otak permanen. Namun, tambah Soeyono, muncul tekanan politik agar Soeharto tetap diadili dalam kondisinya yang demikian itu, sehingga memunculkan polarisasi pendapat antara pihak yang menginginkan pengadilan terhadap Soeharto dilanjutkan dan yang dihentikan. "Mudah-mudahan masyarakat cerdas dalam menarik kesimpulan dari berbagai wacana menyangkut Pak Harto. Yang harus diwaspadai sekarang adalah orang-orang atau kelompok-kelompok yang ingin balas dendam (terhadap Soeharto)," katanya. Sementara itu, Ketua Umum Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah Prof Dr. Din Syamsuddin mengatakan dirinya menyetujui dikeluarkannya Surat Ketetapan Peghentian Penuntutan Perkara (SKP3) yang berarti dihentikannya upaya penuntutan terhadap mantan Presiden Soeharto yang saat ini sedang dirawat di Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP) Jakarta. Din Syamsuddin mengemukakan hal itu usai menjenguk mantan orang nomor satu di Indonesia itu bersama Pimpinan Pondok Pesantren As Syafiiah, Hj. Dr. Tuti Alawiyah, Minggu. "Selama masih ada celah-celah hukum yang memungkinkan, hukum memang harus dikedepankan, tetapi khusus untuk Soeharto yang sedang sakit, tidak mungkin hukum diterapkan," kata Din mengatakan dirinya menyepakati dengan pikiran bahwa harus ada terobosan yang memadukan antara pendekatan politik dan hukum. "Apapun keputusan itu agar tidak mengabaikan aspirasi rakyat. Untuk itu pemerintah perlu mengajak (dialog-red) wakil rakyat di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) bahkan kekuatan rakyat melalui ormas-ormas sebab kita punya TAP MPR yang tidak bisa diabaikan begitu saja," katanya. (*)

Copyright © ANTARA 2006