Tentunya banyak hal yang harus kita lakukan, termasuk di dalamnya bagaimana kita dapat memetakan daerah-daerah rawan pangan dan secara bertahap akan kita selesaikan, sehingga daerah-daerah rawan pangan itu, secara bertahap bisa kembali ke daerah-daer
Kota Bogor (ANTARA) - Badan Pangan Nasional (Bapanas) meluncurkan peta ketahanan dan kerentanan pangan atau Food Security and Vulnerability Atlas(FSVA) yang di dalamnya telah memuat 74 kabupaten dan kota di 14 provinsi Indonesia sebagai daerah rawan pangan, yang dapat diakses hingga pemerintah daerah.

Dari 514 daerah yang terpetakan dan 74 di antaranya rawan pangan, Bapanas memberikan apresiasi kepada masing-masing tiga kabupaten, kota dan provinsi memiliki indeks ketahanan pangan (IKP) terbaik selama lima tahun belakangan ini, dari tahun 2018-2022.

"Badan Pangan Nasional telah melakukan peluncuran bersama FSVA dan skor PPH dan pemberian apresiasi PPH 2022 kepada sejumlah provinsi yang berprestasi dan sejumlah kabupaten kota yang berprestasi," kata Sekretaris Utama Bapanas Sarwo Edy usai peluncuran di IICC Botani Square Kota Bogor, Jawa Barat, Selasa.

Sorwo Edy menyebutkan provinsi dengan IKP terbaik yaitu, Bali, Jawa Tengah dan Sulawesi Selatan, kemudian Kabupaten terbaik Tabanan, Badung dan Gianyar di Provinsi Bali, sementara kota terbaik Balikpapan Provinsi Kalimantan Timur, Denpasar Provinsi Bali dan Salatiga Provinsi Jawa Tengah.

IKP didorong oleh penganekaragaman pangan diukur melalui capaian komposisi pangan dan gizi seimbang yang parameternya yang dimuat dalam skor pola pangan harapan (PPH). PPH merupakan suatu keragaman pangan berdasarkan proporsi keseimbangan energi dari 9 pokok pangan, dari mempertimbangkan segi daya terima ketersediaan pangan, ekonomi dan agama.

Dia menyampaikan, bahwa sesuai amanat UU nomor 18 tahun 2012 tentang pangan, sistem pangan dan gizi harus mulai diintegrasikan dan memiliki peran strategis dalam perencanaan, pemantauan yang sejalan dengan kebijakan tata kelola pangan nasional.

Jadi, kata dia, sesuai dengan tugas Badan Pangan Nasional bagaimana bisa menjamin ketersediaan pangan nasional, menjamin keamanan pangan dan bisa menjamin kemanfaatan pangan.

"Tentunya banyak hal yang harus kita lakukan, termasuk di dalamnya bagaimana kita dapat memetakan daerah-daerah rawan pangan dan secara bertahap akan kita selesaikan, sehingga daerah-daerah rawan pangan itu, secara bertahap bisa kembali ke daerah-daerah yang normal pangan," ungkapnya.

Sarwo Edy menjelaskan untuk menangani itu, Bapanas melakukan program kegiatan penganekaragaman pangan, agar ke depan bagaimana kenyang itu tidak harus dengan nasi.

Hal itu karena, IKP tidak terpisahkan dari FSVA yang merupakan indeks yang disusun dengan tujuan untuk mengevaluasi capaian pangan dan gizi di wilayah kabupaten, kota dan provinsi.

Oleh karena itu, Bapanas melakukan pembinaan terhadap UMKM untuk melakukan industri pangan. Mengolah dari bahan baku yang banyak tumbuh di Indonesia dan jadi bahan pangan alternatif, pengganti nasi.

Edy juga menyebutkan tanaman asli Indonesia yang memiliki kandungan karbohidrat ada 71 jenis, itulah yang harus kompak diolah masyarakat untuk mengganti nasi, sehingga energi itu tidak harus nasi, mengingat bahan baku semakin sangat terbatas.

Sementara, jumlah penduduk Indonesia cukup tinggi. Oleh karena itu, lanjutnya, masyarakat Indonesia harus dapat menyeimbangkan komposisi makanan untuk ketahanan pangan Indonesia.

Sarwo Edy menerangkan, bahwa Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan atau FSVA dan skor PPH merupakan bagian dari sistem informasi pangan dan gizi yang sangat penting bagi pusat dan daerah dan menjadi indikator kinerja pembangunan pangan nasional dan daerah, sesuai UU Pangan nomor 18 tahun 2012 tentang pangan.

Kemudian, Sesuai Undang-Undang nomor 23 tahun 2012 bahwa pangan adalah urusan wajib yang harus difokuskan penyelesaiannya, baik di tingkat pusat maupun daerah.

Badan Pangan Nasional berperan dalam penyedia, dalam penyusunan, sistem informasi pangan dan gizi, termasuk FSVA dan skor PPH dan memberikan bimbingan serta supervisi dalam penyusunan FSVA dan PPH di daerah.

Sehingga, kata Sarwo Edy, peluncuran FSVA dan skor PPH bertujuan untuk menyosialisasikan hasil dari pemetaan dan skor yang dihasilkan kepada seluruh pihak, termasuk mitra terkait sehingga dapat dijadikan dasar dalam penentuan kebijakan, dalam upaya membangun sistem pangan nasional yang adaptif, tangguh dan berkelanjutan.

"Tentunya saya mengapresiasi kepada provinsi dan kabupaten, kota yang sudah berprestasi dan sudah mendapatkan penghargaan pada acara ini," kata Sarwo Edy.

Baca juga: Badung kembali raih penghargaan Ketahanan Pangan Terbaik Nasional 2022
Baca juga: Pentingnya komitmen dan eksistensi untuk pengembangan pangan lokal
Baca juga: Pangan lokal solusi atasi kerentanan selama pandemi

 

Pewarta: Linna Susanti
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2023