Jika Beijing mengirim senjata ke Rusia, itu berisiko menghancurkan ekonomi dunia secara geopolitik dengan cepat
Singapura (ANTARA) - Saham-saham Asia melonjak dari level terendah dua bulan dan menuju hari terbaik mereka dalam tujuh minggu pada Rabu, karena data yang menunjukkan aktivitas manufaktur China berkembang pada laju tercepat dalam lebih dari satu dekade menyuntikkan sentakan optimisme di pasar yang suram sampai sekarang.

Indeks manajer pembelian (PMI) manufaktur resmi China berdiri di 52,6 bulan lalu dibandingkan 50,1 pada Januari dan jauh di depan perkiraan para analis sebesar 50,5, memberikan harapan investor bahwa pemulihan China dapat mengimbangi perlambatan global.

Indeks MSCI dari saham Asia-Pasifik di luar Jepang melonjak 1,5 persen meninggalkan level terendah dua bulan yang dibuat pada awal jam perdagangan, sebelum data dirilis.

Hang Seng Hong Kong berakhir melambung 4,3 persen, dengan saham pengembang dan teknologi konsumen memimpin dan hanya dua saham yang jatuh. Saham China juga mendapat dorongan, dengan indeks saham-saham unggulan CSI 300 ditutup melonjak 1,4 persen dan indeks Komposit Shanghai naik 1,0 persen.

Baca juga: Saham Asia berjuang bangkit di tengah kekhawatiran suku bunga naik

Nikkei Jepang berakhir naik 0,3 persen, indeks S&P/ASX 200 Australia turun tipis 0,09 persen dan S&P 500 berjangka menyerahkan kerugian awal untuk diperdagangkan datar. Indeks Eropa naik 0,1 persen.

"Data PMI China Februari kali ini dianggap lebih penting karena kurangnya data keras Januari/Februari hingga akhir bulan ini," kata Alvin Tan, kepala strategi valas Asia di RBC Capital Markets.

"PMI resmi China Februari dan PMI manufaktur Caixin semuanya sangat mengejutkan, dan terutama lebih tinggi dari angka Januari sebelumnya."

Di pasar mata uang, kenaikan dolar di Februari tampaknya akan kehabisan tenaga dan mata uang Asia naik karena kekuatan data China - bahkan ketika pembaruan ekonomi dari India, Australia dan Korea Selatan melemah.

Yuan China naik sekitar 0,4 persen - tertinggi dalam lebih dari sebulan - menjadi 6,9063 terhadap dolar. Dolar Australia membalikkan kerugian yang dibuat setelah angka pertumbuhan dan inflasi Australia lebih lemah dari perkiraan dan naik 0,3 persen menjadi 0,6751 dolar AS.

Dolar kiwi, yang turun hampir 4,0 persen bulan lalu, memantul dari rata-rata pergerakan 200 hari dan naik 0,5 persen menjadi 0,6217 dolar AS. Yen bertahan di 136,35.

Mempertahankan kenaikan adalah kekhawatiran tentang suku bunga yang tetap lebih tinggi lebih lama di negara-negara maju, yang berada di belakang Februari yang goyah di pasar saham dan obligasi.

Gelombang indikator ekonomi berikutnya kemungkinan besar akan menjadi krusial karena pasar mengukur apakah kenaikan suku bunga di masa depan cukup diperhitungkan saat ini.

Pembacaan inflasi yang lebih panas dari perkiraan di Eropa semalam mendorong penjualan obligasi, sebelum penurunan tak terduga dalam angka kepercayaan AS menawarkan secercah harapan bahwa kenaikan suku bunga menggigit dan mungkin berada dalam jarak yang sangat dekat untuk mencapai puncaknya.

Imbal hasil surat utang AS dua tahun, panduan ekspektasi suku bunga AS jangka pendek, mendekati tertinggi empat bulan, tetapi di 4,8347 persen, berada di bawah puncak November di 4,8830 persen. Imbal hasil obligasi 10 tahun mencapai 3,9396 persen di Asia.

Komoditas-komoditas menguat dengan harapan permintaan China dan minyak mentah berjangka Brent terakhir 0,6 llebih tinggi pada 83,94 dolar AS per barel. Geopolitik juga membuat investor tetap waspada. Kunjungan Presiden AS Joe Biden ke Kyiv dan pengabaian perjanjian kontrol senjata nuklir terakhir yang tersisa dengan AS oleh Presiden Rusia Vladimir Putin menandakan pengerasan posisi.

China, yang mengisyaratkan dukungan untuk Rusia dengan mengirimkan diplomat tertingginya ke Moskow pekan lalu, telah mengeluarkan seruan untuk perdamaian, meskipun telah ditanggapi dengan skeptis dan Washington mengatakan dalam beberapa hari terakhir khawatir bahwa China dapat mengirim senjata ke Rusia.

"Jika Beijing mengirim senjata ke Rusia, itu berisiko menghancurkan ekonomi dunia secara geopolitik dengan cepat," kata kepala penelitian Rabobank, Jan Lambregts. "Pasar bahkan belum mulai merenungkan apa artinya ini."

Baca juga: Saham Asia jatuh karena prospek suku bunga AS tinggi lebih lama

Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2023