Singapura (ANTARA) - Dolar AS mulai menguat lagi di sesi Asia pada Kamis sore, karena imbal hasil obligasi pemerintah AS naik sementara investor menunggu data inflasi Eropa, setelah kejutan buruk di Jerman, Prancis dan Spanyol memberikan dorongan terhadap Euro minggu ini.

Dolar kehilangan 0,9 persen terhadap euro pada Rabu (1/3/2023), penurunan tertajam dalam sebulan. Dolar menguat sekitar 0,2 persen terhadap euro pada Kamis, dengan mata uang bersama di 1,0649 dolar di perdagangan Asia menjelang data inflasi yang akan dirilis pukul 10.00 GMT.

Dengan inflasi Jerman yang lebih panas dari perkiraan pada Februari menambah tekanan pada Bank Sentral Eropa untuk menaikan suku bunga setelah pembacaan kuat yang tak terduga di Prancis dan Spanyol, pasar bersiap untuk data tinggi yang tidak nyaman lagi.

"Ekspektasi untuk kenaikan yang lebih lambat ... turun dari angka terakhir 8,6 persen, tetapi ini bertentangan dengan IHK (Indeks Harga Konsumen) Prancis dan Spanyol yang baru-baru ini berakselerasi kembali," kata ahli strategi OCBC Bank, Christopher Wong di Singapura. "Kenaikan mengejutkan bisa memberi kekuatan pada euro."

Indeks dolar AS naik 0,2 persen menjadi 104,58, terbantu karena imbal hasil obligasi pemerintah AS mencapai tertinggi baru selama perdagangan Asia dan karena pejabat Federal Reserve Neel Kashkari membiarkan pintu terbuka untuk kenaikan suku bunga 50 basis poin pada pertemuan Fed berikutnya pada Maret.

Baca juga: Dolar tertekan di awal sesi Asia, ketika inflasi mendorong euro

Di tempat lain, yen cukup stabil di 136,40 terhadap dolar, sementara dolar Australia dan Selandia Baru dan yuan China sedikit goyah setelah kenaikan kuat sesi sebelumnya didukung oleh data manufaktur China yang melonjak tajam.

Dolar Australia perlu menghapus rata-rata pergerakan 200 hari di 0,6794 dolar AS untuk mempertahankan pemulihannya. Terakhir 0,2 persen lebih lemah pada Kamis di 0,6746 dolar AS. Dolar Selandia Baru, yang naik 1,2 persen pada Rabu (1/3/2023), turun 0,4 persen pada Kamis menjadi 0,6230 dolar AS.

Yuan China menetap kembali ke 6,8928 terhadap dolar setelah mencatat lompatan terbesarnya pada 2023 di sesi sebelumnya.

Investor menantikan pertemuan Kongres Rakyat Nasional China, yang dimulai pada Minggu (5/3/2023), dengan fokus pada panduan tentang dukungan kebijakan untuk pemulihan pasca-COVID.

"Kejutan positif PMI (Indeks Manjer Pembelia) kemarin untuk China di Februari adalah positif untuk harga-harga komoditas pertambangan dan mata uang negara-negara yang mengekspornya," kata kepala ekonomi internasional Commonwealth Bank of Australia, Joe Capurso.

Baca juga: Dolar melemah karena mata uang komoditas naik didorong optimisme China

"Kami menganggap dolar Australia dapat meningkat secara material dalam minggu-minggu setelah pertemuan Dua Sesi China," katanya.

"Yuan dan mata uang komoditas seperti dolar Australia dan Selandia Baru dapat naik secara material jika pertemuan tersebut mengirimkan sinyal pro-pertumbuhan, seperti yang kami perkirakan."

Sementara itu, sterling tertahan oleh komentar dari Gubernur Bank Sentral Inggris Andrew Bailey, yang mengatakan "tidak ada yang diputuskan" pada kenaikan suku bunga di masa depan yang membuat para pedagang memangkas taruhan pada suku bunga yang lebih tinggi. Sterling turun 0,2 persen menjadi 1,2005 dolar.

Selain inflasi Eropa, risalah ketenagakerjaan zona euro dan bank sentral akan dirilis hari ini, seperti juga data klaim pengangguran AS.

Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2023