Makassar (ANTARA) - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Wilayah IV Makassar menyanggah ramalan seismik asal Belanda Frank Hoogerbeets yang menyebutkan akan terjadi gempa besar di tiga wilayah Indonesia khususnya Pulau Sulawesi.

Koordinator Bidang Observasi BMKG Wilayah IV Makassar Jamroni di Makassar, Jumat, mengatakan informasi yang beredar luas di sosial media tanah air tentang prediksi dari ahli seismik asal Belanda tersebut masih perlu pengkajian mendalam termasuk metode yang digunakannya.

"Kami tidak terima dengan gempa dengan prediksi seperti itu dan seandainya terjadi hari ini atau besok adalah bagaimana bisa kita selamat saat ada gempa," ujarnya.

Jamroni mengatakan tepatnya prediksi Frank Hoogerbeets saat gempa besar mengguncang Turki membuat banyak pihak dari seluruh dunia memperhatikan ramalan tersebut.

Baca juga: BMKG: Ada 36 kali gempa susulan hingga pukul 18.00 WITA di Sulteng

Baca juga: BMKG Palu catat 10 kali gempa susulan, belum ada laporan kerusakan


Dia pun memberikan gambaran saat terjadi gempa magnitudo 6,2 di Mamuju, Sulawesi Barat (Sulbar), pada 2020. Saat itu, kata dia, banyak bangunan atau gedung rusak, namun tidak dengan bangunan dari kantor BMKG Mamuju.

"Kita lihat saat gempa di Mamuju, gedung di Kantor Gubernur Sulbar runtuh pada bagian atap, tapi gedung BMKG yang posisinya berjarak kurang lebih 300 meter itu aman dan tidak ada keretakan sedikit pun karena memang di bangun dan dirancang sesuai dengan kriteria bangunan tahan gempa," katanya.

Sebelumnya, Frank Hoogerbeets memprediksi gempa dengan magnitudo 8 akan terjadi di tiga wilayah Indonesia, salah satunya Pulau Sulawesi.

"Sulawesi, Halmahera. Mungkin Laut Banda, Indonesia," kata peneliti Belanda di Solar System Geometry Survey (SSGS) itu.

Gempa magnitudo 8 tersebut diprediksi terjadi di tiga wilayah tersebut karena adanya konvergensi geometer pada planet yang kritis mendorong gempa sekitar tanggal 3-7 Maret 2023.

Menurut Jamroni, dasar dari Hoogerbeets menyampaikan prediksinya itu imbas dari Kamchatka, wilayah perbatasan Rusia dan Jepang di Utara, kemudian terus Filipina dan juga menandai Sulawesi, Halmahera, bahkan mungkin Laut Banda, Indonesia, perjalanannya sangat panjang.

"Itu jarak yang panjang, jauh sekali dari Kamatcha hingga ke sampai ke Pulau Sulawesi di Indonesia. Panjangnya itu sekitar 7.000 kilometer dan kalau melalui perjalanan pesawat itu butuh waktu 18 jam. Bagi kami itu sangat jauh," ujarnya.*

Baca juga: BP2P Sulawesi II segera bangun huntap untuk korban gempa Petobo

Baca juga: BMKG: Gempa bermagnitudo 5,3 guncang Parigi Moutong Sulteng

Pewarta: Muh. Hasanuddin
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2023