Singapura (ANTARA) - Para perunding yang mewakili lebih dari 100 negara pada Sabtu (4/3) menyepakati sebuah perjanjian Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk melindungi laut lepas.

Kesepakatan itu adalah langkah yang telah lama dinantikan kelompok pembela lingkungan sebagai upaya memulihkan kerusakan keanekaragaman hayati laut dan memastikan pembangunan berkelanjutan.

Persetujuan mengikat untuk menjaga dan memastikan pemanfaatan keanekaragaman hayati laut yang berkelanjutan tersebut akhirnya disepakati setelah lima babak negosiasi berlarut-larut yang dipimpin oleh PBB selama 15 tahun, dan berakhir di New York pada Sabtu (4/3), lewat sehari dari tenggat yang telah ditentukan.

"Akhirnya perahu telah berlabuh," kata pemimpin konferensi PBB tersebut, Rena Lee, setelah perundingan maraton pada hari terakhir pembahasan.

Perjanjian tersebut dinilai sebagai unsur krusial dalam usaha komunitas internasional untuk melindungi 30 persen tanah dan laut di dunia pada 2030. Target perlindungan itu dijuluki "30 pada 30" dan telah disetujui di Montreal, Kanada, Desember lalu.

Baca juga: Inggris pimpin target global perlindungan 30 persen wilayah lautan

Kepentingan ekonomi merupakan salah satu poin yang menghambat negosiasi yang tahap akhirnya dimulai pada 20 Februari tersebut, karena negara-negara berkembang meminta persentase yang lebih besar dari keuntungan ekonomi biru, termasuk dalam bentuk transfer teknologi.

Kesepakatan untuk membagi keuntungan dari sumber daya genetika lautan yang bermanfaat bagi industri, seperti industri bioteknologi, juga memperpanjang dan menghambat penyelesaian perundingan.

Sementara itu, organisasi lingkungan internasional Greenpeace menyatakan bahwa sekitar 11 juta kilometer persegi lautan harus terlindungi setiap tahunnya untuk memastikan target terpenuhi hingga 2030.

Baca juga: IOJI apresiasi komitmen Indonesia melindungi ekosistem karbon biru

Sebelum adanya persetujuan, laut lepas sangat tidak terlindungi dari ancaman polusi, pengasaman, dan penangkapan ikan berlebih yang terus meningkat.

"Negara-negara harus mengadopsi secara formal perjanjian itu dan meratifikasinya secepat kilat supaya perjanjian tersebut berkekuatan hukum, lalu mewujudkan cagar alam lautan yang dibutuhkan planet kita," kata Laura Meller, juru kampanye kelautan Greenpeace yang menghadiri perundingan tersebut.

Ia melanjutkan, dengan sisa waktu hanya lima tahun untuk mewujudkan 30 persen perlindungan laut pada 2030, maka tidak boleh ada pihak yang terlena dalam usaha memenuhi hal tersebut.

Sumber: Reuters

Baca juga: Bakamla RI dorong nelayan tingkatkan kesadaran jaga kelestarian laut

Penerjemah: Nabil Ihsan
Editor: M Razi Rahman
Copyright © ANTARA 2023