Jakarta (ANTARA) - Asosiasi Promotor Musik Indonesia (APMI) berupaya mengusung semangat untuk mengedepankan musisi-musisi lokal di setiap gelaran festival atau konser musik sekaligus mendukung terbangunnya ekosistem industri musik yang saling terintegrasi. 

Semangat tersebut terasa semakin menguat sejak sepuluh tahun belakangan ketika ranah festival dan konser musik yang menampilkan musisi-musisi negeri sendiri mulai beroleh apresiasi tinggi.

"Kita tahu pada sepuluh atau mungkin lima belas tahun lalu, musik lokal masih 'less value' dalam arti orang agak berat untuk membayar tiket festival yang isinya hanya menampilkan artis lokal. Tetapi semenjak 2011, banyak konser musisi lokal misalnya Kahitna dan Noah yang dipadati penonton,” kata Ketua Asosiasi Promotor Musik Indonesia, Dino Hamid, kepada ANTARA, Selasa.

Baca juga: Indonesia butuh antivirus dan vitamin di HMN 2022

Baca juga: Hari Musik Nasional dimaknai sebagai selebrasi seni dan budaya


Dino menjelaskan, dahulu masih banyak aktivasi jenama tertentu yang meramaikan festival atau konser musik secara gratis sehingga membuat musisi lokal terpaksa kurang bernilai alias “less value”.

"Tetapi semenjak semua beralih ke budaya berbayar dan budaya itu terbangun, Alhamdulillah sekarang musisi lokal kita jadi lebih diapresiasi,” jelasnya.

Lebih lanjut Dino dan rekan-rekannya di APMI berupaya tidak kembali ke pola lama dengan membuat acara tak berbayar yang bisa berdampak pada menurunnya nilai jual musisi kompatriot.

Terkait penyelenggaraan festival musik yang turut menghadirkan musisi luar negeri, Dino menjelaskan bahwa hal tersebut amat bergantung dari kemampuan dan konsep setiap promotor yang menggelar acara.

"Secara format tidak ada pakem khusus semisal persentase sekian antara jumlah penampil luar dengan penampil dalam negeri. Semua kembali kepada investment promotor. Ada promotor yang bermain di mayoritas musisi Internasional begitu pula sebaliknya dengan special show,” kata Dino.

Musisi internasional, lanjutnya, biasanya memiliki daya tawar setiap kali hendak tampil di sebuah festival. Pada sesama level penampil luar, mereka juga memastikan siapa saja musisi internasional yang bermain dan di mana posisi mereka berada.

“Mereka terbiasa menjaga value dan promotor pasti menyadari hal itu sebagai ‘medium jualan’ dengan investasi besar dan berharap market yang lebih responsif dan eksklusif. Karena itu bukan hal yang aneh bila promotor menjadikan mereka sebagai penampil utama,” paparnya.

Meski demikian, APMI tetap membawa semangat untuk mengedepankan musisi lokal. Apalagi kalau dikaitkan dengan kemungkinan resesi global, kata Dino, maka yang bisa membantu perputaran industri musik Tanah Air adalah keberadaan musisi lokal.

Baca juga: Mulan Jameela: HMN adalah apresiasi negara terhadap musik

Di lain sisi, hadirnya festival atau konser musik yang menampilkan musisi internasional juga memberikan dampak positif salah satunya soal transisi literasi pengetahuan industri musik.

“Dari sudut pandang pengalaman saya pribadi, biasanya banyak sekali ilmu dari artis internasional yang bisa ‘dicuri’ seperti strategi dan konsep show. Itu yang kemudian saya adaptasi dari konsep branding, komunikasi, campaign, hingga show, semua digarap secara serius dan bukan sekadar bikin konser sehingga value itu yang kemudian diapresiasi,” jelasnya.

Karenanya, lanjut Dino, pihak promotor harus banyak melakukan inisiatif dengan tidak sekadar promosi namun juga menjadi kreator.

“Saya lihat sekarang ini sudah bagus sekali karena rata-rata promotor sudah menjadi kreator di berbagai festival,” katanya.

Ia lantas memberikan contoh konser “Irreplaceable (Takkan Terganti)” karya musisi Yovie Widianto yang sukses digelar pada 2013 silam dengan menampilkan sosok sang komposer sebagai penampil utama ditambah musisi internasional sebagai pendamping.

“Konser Yovie itu featuring violis The Corrs yaitu Sharon dan penyanyi Rick Price. Dua artis internasional itu mesti terbang selama puluhan jam ke Indonesia hanya untuk bernyanyi dua lagu, dan itu pun lagu Mas Yovie pula. Keren sekali,” ungkap Dino.

Menyambut Hari Musik Nasional yang diperingati setiap 9 Maret, Dino memiliki harapan bahwa industri musik nasional akan semakin terintegrasi dalam pelbagai dimensi. Dahulu sebelum era digitalisasi dan pandemi, kata Dino, setiap lini bisnis musik masih berjalan sendiri-sendiri.

“Misalnya industri rekaman sendiri, publishing sendiri, off air sendiri, dan sebagainya. Tetapi saat ini semua sudah berkembang dan perlu terintegrasi. Harapan saya semua pihak benar-benar saling mendukung karena nggak bisa berjalan sendiri, agar si ekosistem itu semakin besar,” tutupnya.

Baca juga: Hari Musik Nasional jadi momentum benahi industri musik Indonesia

Baca juga: Gojek dan Pemkot Bandung antarkan paket dukungan kepada musisi

Baca juga: "Kode QR Art". cara baru mengenalkan pencipta lagu kebangsaan

Pewarta: Ahmad Faishal Adnan
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2023