Jakarta (ANTARA) - Kepala Pusat Ekonomi Makro dan Keuangan Institute for Development of Economics and Finance (Indef) M Rizal Taufikurahman mengatakan sebanyak 419 ribu rumah tangga miskin ekstrem atau sebesar 37,6 persen tidak menikmati subsidi LPG 3 kg.

Selain itu, sebanyak 463 ribu rumah tangga miskin ekstrem atau sebesar 40,9 persen tidak menikmati subsidi bahan bakar minyak (BBM).

"Tantangan ke depan bagaimana subsidi energi bisa dinikmati mestinya semua miskin ekstrem itu bisa menikmati," kata Rizal dalam Diskusi Publik: Subsidi Energi dan Kemiskinan yang dipantau virtual di Jakarta, Rabu.

Rizal menuturkan berdasarkan penghitungan dengan mengolah data hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional Maret 2022, rumah tangga dengan kondisi sosial ekonomi terendah diperkirakan hanya menikmati sekitar 40 persen dari subsidi energi, dan sisanya dinikmati kelompok yang lebih mampu.

Ada sekitar 5,77 juta rumah tangga dari kelompok miskin dan hampir miskin yang tidak menggunakan subsidi LPG dan sekitar 5,75 juta rumah tangga tidak menggunakan subsidi BBM.

Per Maret 2022, tingkat kemiskinan di rumah tangga nelayan lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat kemiskinan rumah tangga bukan nelayan.

Secara jumlah, orang miskin secara total berjumlah 26,16 juta orang di mana hampir 1,1 juta orang atau 4,2 persen berasal dari rumah tangga nelayan.

Secara khusus, sekitar 44,1 persen rumah tangga nelayan miskin ekstrem Indonesia atau sebanyak 17.707 rumah tangga nelayan tidak menikmati subsidi LPG 3 kg, dan 50,7 persen rumah tangga nelayan miskin ekstrem Indonesia atau sebanyak 19.809 rumah tangga nelayan tidak menikmati subsidi BBM.

Sedangkan sekitar 257 ribu atau sebesar 26 persen rumah tangga nelayan dengan kategori miskin dan rentan miskin tidak menikmati subsidi LPG 3 kg dan 253 ribu atau 25 persen rumah tangga nelayan dengan kategori miskin dan rentan miskin tidak menikmati subsidi BBM.​​​​​​​​​​​​​​

Rizal menuturkan ada beberapa hal yang kemungkinan menjadi penyebab kondisi tersebut, antara lain aksesibilitas yang kurang memadai dan keterbatasan ketersediaan fasilitas BBM atau Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum Nelayan (SPBUN) di desa nelayan sehingga rumah tangga nelayan mengalami kesulitan untuk mengakses BBM subsidi.

Padahal sebanyak 60 persen biaya kebutuhan melaut nelayan digunakan untuk membeli BBM.

Berdasarkan hasil survei bersama Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI), IBP, Perkumpulan Inisiatif, dan Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Seknas FITRA), 82,08 persen responden mengatakan tidak memiliki akses BBM subsidi.

Kemudian, hasil survei menunjukkan 21,57 persen nelayan sulit menjual keseluruhan tangkapannya, dan dua persen sulit mengakses pembiayaan.

Survei dilakukan pada 1 April sampai 21 Mei 2021 di 10 provinsi, 25 kabupaten/kota dengan melibatkan 5.292 responden.
 

Pewarta: Martha Herlinawati Simanjuntak
Editor: Nurul Aulia Badar
Copyright © ANTARA 2023