Singapura (ANTARA) - Pasar saham Asia merosot pada Selasa, dengan saham keuangan di Tokyo memimpin kerugian karena ketakutan akan krisis perbankan AS membuat investor meninggalkan sektor ini dan memangkas prospek suku bunga bahkan menjelang data inflasi AS yang akan dirilis hari ini.

Nikkei Jepang berakhir jatuh 2,2 persen. Indeks bank di Bursa Efek Tokyo turun lebih dari 7,0 persen, menempatkannya di jalur penurunan tertajam dalam hampir enam bulan. Saham perbankan di Australia juga jatuh dengan indeks S&P/ASX 200 berakhir turun 1,4 persen.

Saham HSBC dan Standard Chartered di Hong Kong anjlok lebih dari 5,0 persen dengan indeks acuan Hang Seng berakhir anjlok 2,4 persen. Sementara itu, indek saham-saham unggulan China CSI 300 ditutup melemah 0,6 persen.

Pasar tetap gelisah setelah jatuhnya Silicon Valley Bank minggu lalu dan kegagalan Signature Bank New York selama akhir pekan bahkan setelah pemerintah AS mengambil langkah untuk menopang kepercayaan sistemik.

Baca juga: Saham Asia dibuka lebih rendah, ketakutan penularan SVB guncang pasar

Aksi jual besar-besaran menghantam saham bank regional AS semalam dan para pedagang menghindari taruhan atas kenaikan suku bunga AS, memperkirakan ketidakstabilan akan membuat pembuat kebijakan berhati-hati. S&P 500 berjangka stabil di perdagangan Asia dan terakhir naik 0,4 persen.

Surat utang dua tahun stabil setelah reli terbesar mereka sejak 1987, dan suku bunga berjangka AS sedikit menurun setelah melonjak di New York, ketika pasar memperkirakan peluang kenaikan Fed 50 basis poin minggu depan.

"Penarikan dana bank besar-besar telah dimulai (dan) pasar antar bank menjadi tertekan," kata Damien Boey, kepala strategi ekuitas di bank investasi Barrenjoey yang berbasis di Sydney.

"Bisa dibilang, langkah-langkah likuiditas seharusnya menghentikan dinamika ini tetapi Main Street telah mengamati berita dan antrean, bukan saluran keuangan," katanya. "Ketakutan mulai memakan dirinya sendiri, dan ketidakpastian yang lebih tinggi dengan sendirinya telah memicu dinamika de-leveraging dan de-risking-nya sendiri."

Semalam indeks volatilitas VIX, dijuluki "pengukur rasa takut" Wall Street, melesat lebih tinggi dan indikator tekanan pasar lainnya menunjukkan tanda-tanda awal ketegangan. Indeks perbankan S&P jatuh 7,0 persen, penurunan satu hari terbesar sejak Juni 2020.

Di sesi Asia, saham-saham berusaha stabil sekitar jam makan siang dan telah terangkat dari posisi terendah tengah pagi. Indeks MSCI untuk saham Asia-Pasifik di luar Jepang turun 1,3 persen. FTSE berjangka menunjukkan pembukaan yang lemah untuk pasar London.

Baca juga: Saham Asia dibuka beragam di tengah jatuhnya Silicon Valley Bank

Sementara obligasi di Australia dan Korea menikmati keuntungan terbaik mereka dalam satu dekade karena pandangan yang berubah secara radikal.

Imbal hasil Jepang turun - dan menyeret bank - karena para pedagang berhenti bertaruh bahwa Jepang akan segera keluar dari pengaturan kebijakannya yang sangat longgar.

Data Refinitiv menunjukkan imbal hasil obligasi pemerintah Jepang bertenor 10 tahun mundur dari batas 50 basis poin dan turun lebih dari 27 basis poin dalam tiga hari, pergerakan terbesar dalam lebih dari dua dekade.

Di papan saham, Resona Holdings memimpin kerugian dengan penurunan 9,0 persen, diikuti oleh asuransi jiwa T&D, turun 8,0 persen.

"Saham bank telah naik (ketika) kebijakan moneter diperkirakan akan sedikit normal," kata Jamie Halse, yang mengelola dana yang berfokus pada Jepang di Platinum Asset Management di Sydney.

"Kami telah melihat imbal hasil (obligasi pemerintah) 10-tahun datang cukup banyak ... sekarang pergerakan naik (untuk bank) berbalik arah."

Di tempat lain, penetapan perkiraan ulang ekspektasi suku bunga AS yang dramatis telah menjatuhkan dolar AS lebih rendah. Dolar terakhir melayang di sekitar 133,42 yen dan 1,0710 dolar per euro.

Ketegangan telah membatasi harga minyak, dengan minyak mentah berjangka Brent tergelincir di bawah 80 dolar AS per barel.

Data inflasi AS yang akan dirilis hari ini kemungkinan akan menimbulkan lebih banyak volatilitas, sekalipun investor memperkirakan Fed memprioritaskan stabilitas keuangan.

"Prospek pasar untuk 'melihat melalui' data AS yang kuat di lingkungan saat ini dapat mengurangi risiko kenaikan dolar AS melalui IHK, yang akan menandai perubahan signifikan dari lingkungan yang sepenuhnya bergantung pada data baru-baru ini beberapa hari yang lalu," kata ahli strategi NatWest Markets Jan Nevruzi.

Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2023