Jakarta (ANTARA) - Komnas Perempuan mendorong perempuan dengan sindrom down agar dilibatkan secara bermakna dalam berbagai sektor kehidupan, baik sosial, budaya, ekonomi, maupun politik.

"Tema Hari Sindrom Down Sedunia 2023, yakni 'Bersama Kami Bukan untuk Kami' yang menegaskan kembali pendekatan berbasis hak dalam penyikapan kepada penyandang sindrom down dan disabilitas pada umumnya," kata anggota Komnas Perempuan, Retty Ratnawati saat dikonfirmasi di Jakarta, Selasa, terkait Hari Sindrom Down Sedunia 2023 yang diperingati setiap 21 Maret.

Baca juga: Praktisi: Anak sindrom down perlu skrining penyakit jantung bawaan

Retty Ratnawati mengatakan perempuan dengan sindrom down juga berhak atas pendidikan, pekerjaan, terlibat dalam pengambilan keputusan, dan pengembangan budaya.

"Karena hak penyandang sindrom down adalah hak-hak asasi manusia juga," kata Retty Ratnawati.

Retty Ratnawati menuturkan penyandang disabilitas intelektual, termasuk sindrom down di dalamnya juga rentan mengalami kekerasan seksual.

Dalam Catatan Tahunan (Catahu) Komnas Perempuan 2023, tercatat ada tiga kasus kekerasan terhadap perempuan dengan disabilitas intelektual.

Namun demikian, pihaknya meyakini angka tersebut merupakan puncak fenomena gunung es.

"Banyak kasus kekerasan terhadap perempuan dengan sindrom down yang tidak dilaporkan, karena faktor sosial, budaya dan ekonomi," kata Retty Ratnawati.

Baca juga: Hari Down Syndrome Sedunia, ini 3 fakta soal "down syndrome"

Baca juga: Penyandang sindrom down dan autis unjuk kemampuan seni di Jam Gadang


Bahkan, menurutnya, tidak jarang kekerasan baru terungkap setelah kasus berlangsung lama.

Retty Ratnawati mencontohkan ada satu kasus terhadap anak perempuan disabilitas intelektual (16 tahun), baru diketahui setelah korban diperkosa sebanyak 10 kali.

"Fakta ini menunjukkan terdapat hambatan untuk mengetahui pertama kali terjadinya kekerasan seksual terhadap perempuan disabilitas psikososial," katanya.

Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2023