Sydney (ANTARA) - Perdana Menteri Australia Anthony Albanese pada Kamis berusaha menahan air mata saat mengumumkan isi pertanyaan referendum pada akhir tahun untuk mengakui hak penduduk asli Aborigin dan Kepulauan Selat Torres dalam konstitusi negara itu.

"Jika tidak sekarang, kapan lagi?" kata Albanese yang berusaha menahan emosinya dalam taklimat media yang disiarkan televisi, didampingi beberapa tokoh pribumi Australia yang menyokong referendum itu.

Ia mengatakan bahwa begitu banyak waktu telah dijalani kaum pribumi Australia untuk membela hak mereka sampai hari ini.

"Walau begitu, mereka amat menunjukkan kesabaran dan keyakinannya dalam proses ini, dan semangat kerja sama serta dialog yang penuh perhatian dan rasa menghargai amat penting dalam usaha mencapai titik kali ini dengan cara yang bersatu," kata perdana menteri.

Australia berupaya memberikan pengakuan yang lebih luas kepada penduduk asli yang telah mendiami Benua Australia selama lebih dari 60 ribu tahun, tetapi tidak disebut dalam konstitusi Australia yang berusia 122 tahun.

Orang-orang Aborigin, yang populasinya 3,2 persen dari sekitar 26 juta penduduk Australia, mencatatkan kinerja sosial dan ekonomi di bawah rata-rata nasional, tetapi mereka memiliki tingkat bunuh diri dan pemenjaraan yang amat tinggi.

Mereka terpinggirkan karena penguasa kolonial Inggris dulu menganggap Benua Australia sebagai terra nullius atau "bukan milik siapa pun". Hak pilih bagi mereka pun baru diberikan pada dasawarsa 1960-an.

Albanese mendorong rakyat Australia, yang akan memilih dalam referendum bulan Oktober hingga Desember nanti, untuk mengamandemen konstitusi agar parlemen bisa membentuk dewan penasihat yang disebut Suara Aborigin dan Penduduk Kepulauan Selat Torres.

Dewan penasihat itu akan memiliki hak memberi saran tidak mengikat kepada parlemen terkait aspek-aspek yang akan berdampak bagi kelompok pribumi.

Pemerintah Australia akan mengajukan rancangan pekan depan agar undang-undangnya dapat disahkan akhir Juni.

Sementara itu, pemimpin oposisi Australia Peter Dutton mengatakan pemerintahan Albanese belum menanggapi pertanyaannya tentang bagaimana dewan penasihat tersebut dijalankan, dan dia memerlukan perincian.

"Kami baru akan putuskan apakah kami mendukung atau menolak hal itu pada waktunya," kata Dutton.

Partai Nasional yang merupakan bagian dari kubu oposisi di Parlemen Australia telah menyatakan penolakannya, sementara Partai Hijau yang berhaluan kiri dan beberapa legislator independen menjanjikan dukungan.

Sebuah jajak pendapat oleh Guardian pada Selasa (21/3) menemukan, walau terdapat penurunan, 59 persen publik masih mendukung referendum tersebut.

Pertanyaan dalam referendum tersebut akan berbunyi, "Rancangan Undang-Undang: Untuk mengamendemen konstitusi guna mengakui Masyarakat Pribumi Australia dengan membentuk Suara Aborigin dan Penduduk Kepulauan Selat Torres. Apakah Anda menyetujui perubahan ini?"

Referendum konstitusi ini akan menjadi pertaruhan politik yang besar bagi Albanese. Sejak Australia merdeka pada 1901, hanya delapan usulan amendemen yang disokong rakyat dari 44 usulan yang diajukan dalam 19 kali referendum.

Dalam referendum konstitusi terakhir pada 1999, rakyat menolak usulan amendemen yang akan menjadikan Australia negara republik dengan presiden sebagai kepala negaranya.

Sumber: Reuters

Baca juga: Senator pribumi Australia pelesetkan sumpah, sebut Ratu penjajah
Baca juga: Suara bagi penduduk asli Australia akan ditentukan setelah referendum


Penerjemah: Nabil Ihsan
Editor: Anton Santoso
Copyright © ANTARA 2023