Melbourne (ANTARA) - Perusahaan pembayaran dan pinjaman digital Australia, Latitude Holdings, pada Senin, menyatakan bahwa 7,9 juta nomor identitas mengemudi warga Australia dan Selandia Baru telah dicuri dalam kasus pembobolan informasi besar-besaran yang terjadi pada 16 Maret.

Perusahaan fintech Australia itu juga mengungkapkan sekitar 53.000 nomor paspor tercuri dalam pembobolan data ini. Tak hanya itu, juga ikut dibobol struk gaji milik sekitar 100 pelanggan.

Selain itu, sekitar 6,1 juta catatan keuangan sejak 2005 juga tercuri, kata perusahaan fintech yang berbasis di Melbourne itu, sembari menambahkan bahwa pelanggan-pelanggan yang memilih mengganti dokumen identitasnya yang tercuri, akan mendapatkan penggantian.

"Kami tengah memperbaiki platform-platform yang terbobol serangan itu dan sudah menerapkan pemantauan keamanan tambahan serta berharap bisa kembali beroperasi dalam beberapa hari ke depan," kata Chief Executive Officer Ahmed Fahour.

Saham Latitude anjlok 2,5 persen menjadi 1,18 dolar Australia per lembar. Harga saham perusahaan ini sudah terpangkas 2,1 persen sejak mereka melaporkan kejadian tersebut pada 16 Maret.

"Setiap kali investor mendengar "pembobolan data", mereka cenderung menganggapnya buruk sekali...tampaknya kebanyakan pesimisme ini sudah diperkirakan dua pekan lalu ketika kabar mengenai serangan siber ini pertama kali tersiar," kata Matt Simpson, analis pasar pada City Index.

Level harga saat ini tidak mendorong sentimen beli yang yang kuat, tetapi "investor jelas melihat 1 dolar Australia sebagai level harga yang layak," kata Simpson

Perusahaan yang menyediakan layanan pembiayaan konsumen untuk dua pengecer besar Australia Harvey Norman dan JB Hi-Fi, pekan lalu sudah mewanti-wanti bahwa mereka telah menemukan bukti lebih jauh mengenai adanya pencurian informasi.

Beberapa perusahaan Australia mengaku menjadi sasaran serangan siber dalam beberapa bulan terakhir. Menurut para pakar, keadaan in disebabkan oleh kurangnya staf dalam industri keamanan siber di negara tersebut.

Tahun lalu, sejumlah perusahaan besar Australia melaporkan pembobolan data yang lalu mendorong pihak berwenang meningkatkan upaya memperkuat keamanan siber dan menerapkan aturan berbagi data yang lebih ketat guna mencegah pelanggaran serupa terjadi lagi nanti.

Awal bulan ini, Latitude terpaksa mematikan platform online-nya. Perusahaan ini menjelaskan bahwa Polisi Federal Australia dan Pusat Keamanan Siber Australia sedang menyelidiki kasus serangan itu.

Sumber: Reuters

Baca juga: Film Oscar jadi sasaran empuk penjahat siber untuk mencuri data
Baca juga: Aplikasi pihak ketiga mobil terkoneksi rentan pencurian data
Baca juga: Cara hindari pencurian data dan penipuan di ruang digital

Penerjemah: Jafar M Sidik
Editor: Sri Haryati
Copyright © ANTARA 2023