Ketika di Jawa harganya tinggi petani kita lebih banyak jual gabah dan berasnya ke Jawa, akibatnya beras di NTB kurang
Mataram (ANTARA) - Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat menghentikan sementara pengiriman beras keluar daerah guna menjaga ketersediaan pangan oleh Bulog dan menekan laju inflasi yang mencapai 6,3 persen di wilayah itu.

Gubernur NTB Zulkieflimansyah tidak memungkiri penyebab inflasi di wilayah itu akibat kurangnya ketersediaan beras di daerah itu yang dimiliki Bulog.

"Penyebab inflasi kita ini karena beras. Ini serba salah karena harga beras tinggi di luar NTB. Ketika di Jawa harganya tinggi petani kita lebih banyak jual gabah dan berasnya ke Jawa. Akibatnya beras di NTB kurang, kalau kurang beras maka berlaku hukum ekonomi kalau barang lebih sedikit harganya akan naik," ujarnya usai mengikuti rapat pengendalian inflasi daerah di Pendopo Gubernur NTB di Mataram, Senin.

Ia mengatakan meski pemerintah provinsi menghentikan sementara pengiriman beras keluar daerah, pihaknya juga tidak bisa melarang petani untuk bermitra dengan pihak lain di luar NTB.

"Makanya sedang kita cari cara agar petani kita menikmati kenaikan harga relatif baik tapi jangan sampai tidak ada stok di NTB. Kan repot kita tidak ada stok di sini. Padahal kita lumbung pangan. Tapi karena kita tergiur harga di luar, buka untuk di jual keluar," jelas  Zulkieflimansyah.

Menurut Gubernur NTB, agar stok di daerah aman, masyarakat atau petani harus menjual berasnya kepada Bulog. Begitu juga sebaliknya, pihak Bulog juga harus membeli beras dari petani lokal.

Baca juga: Bulog NTB gelontorkan 100 ton beras per hari untuk stabilisasi harga

Baca juga: Bulog NTB pastikan tidak ada beras impor masuk ke wilayahnya


"Supaya masyarakat atau petani ini mau dibeli berasnya oleh Bulog, Bulog pun juga harus membeli dengan harga yang tidak jauh dengan harga yang dijual di Pulau Jawa," katanya.

Sementara Kepala Dinas Perdagangan NTB, Baiq Nelly Yuniarti menegaskan penghentian pengiriman beras keluar daerah ini mau tidak mau harus dilakukan untuk menjaga ketersediaan beras di daerah sendiri.

"Awalnya kita berharap di panen perdana 2023, stok cadangan pangan Bulog kita itu terpenuhi. Tetapi ternyata sampai hari ini Bulog belum terpenuhi. Karena gabah kita habis keluar. Kalau ada apa-apa kita minta operasi pasar (OP) kepada siapa sedangkan Bulog kosong," ujarnya.

Ia berharap adanya pembatasan beras keluar daerah ini maka ketersediaan beras di Bulog menjadi terjaga.

"Kalau Bulog sudah penuh boleh keluar tapi penuhi dulu Bulog. Jadi supaya harga beras kita stabil," tegas Nelly.

Menurut dia, Badan Ketahanan Pangan Nasional (Bapanas) sudah mengeluarkan Harga Eceran Tertinggi (HET) untuk komoditas beras di Maret 2023. Hanya saja panen terjadi pada bulan Pebruari 2023, sehingga dinilai terlambat.

"Itulah yang menyebabkan petani kita agak sedikit di luar kontrol kirim ke luar. Makanya harapan kita di panen kedua ini kita bisa tahan gabah jangan ke luar dulu. Kenapa kalau ini keluar industri penggilingan kita yang jumlahnya 300 kosong. Akibatnya banyak pekerja penggilingan kita yang bakal jadi pengangguran kalau ini tidak bergerak," katanya.

Diketahui Badan Pusat Statistik (BPS) NTB mencatat, laju inflasi year on year (y-on-y) gabungan dua daerah, yakni Kota Mataram dan Kota Bima pada Febaruari 2023 sebesar 6,30 persen.

Angka inflasi ini lebih tinggi dibanding angka inflasi nasional yang tercatat sebesar 5,47 persen. Sumbangan yang paling besar inflasi di NTB dari kelompok makanan dan minuman, terutama beras. Padahal NTB dikenal sebagai penghasil beras dan lumbung padi nasional.

Baca juga: Bulog NTB operasikan pabrik pengolahan beras modern awal 2023

Baca juga: Bulog NTB sudah gelontorkan dana Rp614 miliar beli beras petani

Pewarta: Nur Imansyah
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2023