Bengkulu (ANTARA) - Pemilihan Umum 2024 sudah di depan mata, tak sampai satu tahun lagi pemungutan suara, baik Pemilihan Presiden maupun legislatif, digelar pada 14 Februari 2024.
 
Pesta demokrasi ini tidak hanya menjadi arena gegap gempita partai politik yang akan berpartisipasi, peserta pemilu yang berusaha meraih dukungan, maupun simpatisan yang mendedikasikan diri mereka memastikan sosok yang didukung memenangi kontestasi.
 
Pemilu juga menjadi pestanya masyarakat untuk menyuarakan, menggunakan hak pilih yang hanya terjadi dalam periodik waktu lima tahun sekali. Seluruh  Warga Negara Indonesia tak terkecuali memiliki hak untuk berpartisipasi dalam pesta demokrasi.​​​​​​, termasuk salah satunya masyarakat adat. Mereka memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam berbagai aspek dalam bernegara, termasuk dalam ajang pesta lima tahunan.
 
Mereka memiliki hak memilih, berpartisipasi sebagai peserta, bahkan juga dapat menjadi penyelenggara pemilihan umum. Bahkan, bagi masyarakat adat, pesta demokrasi lima tahunan itu menjadi langkah yang begitu penting untuk menentukan ruang politik mereka.
 
Hal itu karena meski memiliki kesamaan dengan masyarakat umumnya, masyarakat adat punya hal spesifik yang kini terus diperjuangkan, seperti wilayah adat, hukum adat, norma adat, hutan adat, dan kebudayaan khas dari komunitas itu.
 
Perjuangan itu selalu terus dilakukan dari setiap pemilu ke pemilu demi menyelaraskan kekhasan adat dengan hukum formal atau sesuai sistem hukum di Indonesia.
 

Ruang politik
 
Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarlakat Adat Nusantara (AMAN) Rukka Sombolinggi menyatakan selama ini masyarakat adat kesulitan dalam merealisasikan hak-hak adatnya ketika mereka kesulitan mengakses ruang-ruang politik dalam menentukan kebijakan, baik di tingkat nasional maupun daerah.
 
Aspirasi komunitas ini sulit tersampaikan dalam merealisasikan harapan mereka ketika masyarakat adat tidak berperan mengisi ruang-ruang politik tempat pengambil kebijakan strategis.
 
Gerakan politik masyarakat adat awalnya dengan membangun jaringan dan komunikasi ke pengambil kebijakan, baik eksekutif maupun legislatif, namun cara-cara tersebut dinilai belum cukup efisien dalam mengakomodasi hak-hak masyarakat adat.
 
Untuk mengakses lebih jauh lagi dan mendekatkan masyarakat adat pada ruang politik pengambil kebijakan, pemilihan umum menjadi kanal yang tepat agar masyarakat adat juga terlibat mengisi tempat-tempat di lembaga legislatif maupun eksekutif.

Dengan demikian, gerakan politik masyarakat adat itu tidak terbatas pada urusan-urusan demokrasi elektoral saja, tapi itu menjadi bagian, menjadi kanal, menjadi kendaraan, khususnya bagi AMAN.
 
Dengan adanya perwakilan dari masyarakat adat di lembaga legislatif, berbagai aturan, seperti undang-undang dan peraturan daerah, yang dibutuhkan untuk mengatur wilayah, hukum, hutan adat maupun kebudayaan khas masyarakat adat tentunya akan lebih mudah lagi diperjuangkan.
 
Begitu juga di eksekutif, pemilihan presiden, gubernur, bupati dan wali kota juga menjadi penting dalam menentukan arah kebijakan yang berpihak pada masyarakat adat.
 
Pemilihan Umum 2024 pun segera digelar dan kanal untuk mengakses ruang-ruang politik pengambil kebijakan ini juga tidak disia-siakan oleh masyarakat adat.
 
Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) menginisiasi upaya komunitas dalam menyiapkan generasi-generasi masyarakat adat untuk menjadi calon anggota DPR, DPRD, DPD, hingga calon kepala daerah.
 
Aliansi tersebut sebenarnya sudah mendapatkan mandat untuk memperluas partisipasi politik masyarakat adat di ruang-ruang pengambilan kebijakan publik sejak 2007.
 
Cara mempersiapkan calon legislatif pun bukan dengan sosok yang menyatakan berhasrat mencalonkan diri, tetapi berawal dari musyawarah-musyawarah adat di kampung-kampung dan hasil musyawarah memberikan mandat pada sosok tertentu sebagai representasi mereka untuk berpartisipasi dalam kontestasi pemilu.
 
Calon-calon yang dipersiapkan pastinya yang mampu memimpin dan memperjuangkan masyarakat adat. Ada beberapa agenda yang penting diperjuangkan dan diharapkan dapat segera terealisasi, diantaranya pengesahan Undang-undang Masyarakat Adat, pengakuan wilayah-wilayah adat, hukum adat dan tentunya masyarakat adatnya.
 

Komitmen dan sistem pemilu

Ada dua hal yang menjadi penting dalam memastikan perwakilan-perwakilan masyarakat adat dapat mengisi ruang-ruang politik pengambil kebijakan.
 
Pakar politik sekaligus akademisi dari Universitas Bengkulu Dr Sugeng Suharto menjabarkan hal pertama, yakni tentang komitmen. Komitmen masyarakat untuk memperjuangkan diri mereka dalam memastikan menempati kursi-kursi legislatif menjadi penting, bukan dengan menitipkan suara mereka pada calon tertentu.
 
Mereka harus memulai dari diri sendiri, mendorong, mengusung dan memilih calon legislatif yang benar-benar representasi dari masyarakat adat. Ketika ada calon dari masyarakat yang ikut berkontestasi, namun tidak ada komitmen dari komunitas tersebut untuk mendukung dan memilih, pastinya usaha mendudukkan salah satu perwakilan mereka juga menjadi sia-sia.
 
Kemudian, representasi masyarakat adat juga harus memegang komitmen untuk benar-benar memperjuangkan hak-hak dan harapan dari komunitasnya. Jangan malah setelah duduk sebagai anggota DPR maupun DPRD justru melupakan perjuangan awal yang telah dititipkan oleh masyarakat adat.
 
Poin penting kedua, yakni soal sistem pemilu yang akan digunakan untuk pemilihan legislatif. Sistem pemilu tersebut berperan penting dalam memastikan apakah calon-calon dari masyarakat adat mendapatkan tempat dalam susunan daftar calon legislatif yang diusung partai politik atau tidak.
 
Ketika pemilu menggunakan sistem pemilihan tertutup, maka partai politik memiliki kuasa penuh dalam menentukan siapa yang akan mereka beri kursi. Sosok-sosok keterwakilan komunitas tentu kesulitan dalam mendapatkan kesempatan untuk dipilih partai politik menjadi "kepanjangan tangan parpol" di lembaga legislatif.
 
Partai politik memiliki pilihan sendiri untuk mengisi kursi-kursi yang telah mereka menangkan dalam pemilihan menggunakan sistem yang mencoblos partai politik, bukan sosok calon anggota legislatif.
 
Oleh karena itu, sistem pemilu terbukalah yang lebih memberikan peluang bagi komunitas masyarakat untuk terpilih menjadi anggota legislatif. Nama dan foto calon terpampang jelas dalam kertas suara.
 
Dan, masyarakat pemilih, begitu juga masyarakat adat sebagai pemilih, dapat menitipkan suara mereka langsung pada calon tersebut, bukan melalui mekanisme yang dipilih oleh partai.
 
Kedua hal penting tersebut perlu didorong untuk benar-benar dapat terealisasi dalam Pemilu Umum Serentak 2024, sehingga masyarakat benar-benar dapat menempatkan representasi mereka pada ruang-ruang politik pengambil kebijakan.
 
Dan untuk masyarakat adat, semakin banyak generasi-generasi yang terpilih, tentunya harapan dalam merealisasikan apa yang telah diperjuangkan selama ini peluangnya menjadi semakin besar.

 

Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2023