Bandung, Jawa Barat (ANTARA) - Antoni Auguswanto sudah bertekad tidak akan membuka toko luring untuk menjual koleksi busananya yang fokus pada fesyen wanita, mulai atasan sampai baju untuk ibu menyusui, serta gendongan bayi.

Pria yang selama 15 tahun bekerja di bidang percetakan itu berpendapat toko luring tak lagi penting dan efektif pada saat ini. Saat ini dia semata memiliki ruang untuk kegiatan produksi dan menyimpan stok hasil produksi di kawasan Kiaracondong, Bandung, Jawa Barat.

Di sana, bermodalkan pegawai sebanyak 38 orang, Antoni mampu memproduksi sekitar 300 hingga 500 pesanan dalam sehari. Sebelum pandemi COVID-19 melanda, jumlah pesanan yang dia terima bisa hampir 200 persen dari jumlah itu.

Ketimbang niatan membuka toko offline, dia mengaku akan terus berfokus berbisnis daring dan mengembangkannya di bawah naungan salah satu e-commerce atau pasar niaga daring. Memaksimalkan berbagai fitur e-commerce tempat dia mencari cuan pun menjadi bagian upaya yang dilakukan, seperti gratis ongkos kirim, flexi combo hingga diskon lebih besar apabila membeli tiga produk. Terkadang, dia mengikuti kelas-kelas belajar yang digelar empunya e-commerce.

Antoni yang membangun usaha di bawah bendera Femonritch, sebuah jenama asal Bandung, juga secara khusus menjadwalkan penjualan melalui siaran langsung di media sosial setiap hari. Untuk keperluan ini, dia menyiapkan empat orang presenter yang bertugas setiap dua jam sekali. Selama siaran, mereka akan menjelaskan produk-produk yang dijual, khususnya bagi konsumen yang sudah mulai malas berbelanja ke pusat perbelanjaan.

Dari sisi produk, dia fokus mementingkan kenyamanan pengguna dan fungsi. Untuk busana wanita, dia memilih bahan, seperti kaos dan katun, serta busana model knit atau rajut untuk memunculkan kesan "wah". Dia juga memodifikasi busana atasan wanita agar juga ramah dikenakan ibu menyusui dengan menambahkan bukaan pada bagian kanan dan kiri depan. Kebanyakan produk ini dibanderol sekitar Rp100 ribuan. Sementara pada bedong bayi, dia menambahkan ikon love pada motif jangkar yang sudah dikenal banyak orang.

Antoni mengusung tag friendly dengan konsep Wearing appropriate clothing is a form of self-respect, dengan harapan mereka yang membeli produknya dapat menghormati diri sendiri. Target konsumennya semula wanita berusia 24 - 30 tahunan yang umumnya ibu-ibu muda, kemudian menjadi usia 18 - 45 tahun, dari kalangan ekonomi menengah hingga ke bawah.
​​​​​​
Dia menyadari bukan satu-satunya yang berburu cuan di bidang ini. Guna bertahan di tengah persaingan, dia berusaha menjaga kualitas produk dan pelayanan pada konsumen.

"Pertahankan kualitas produk dan pelayanan. Harus disiplin. Pengiriman, logistik diperhatikan. Capek kalau selalu aware ke kompetitor. Harusnya kolaborasi bukan anggap kompetisi," tutur dia yang berencana merambah bisnis fesyen pria itu.
Akbar Adiat dan Andri Rismana saat dijumpai di Bandung, awal Maret 2023. (ANTARA/Lia Wanadriani Santosa)

Cerita Antoni sebenarnya serupa dengan Akbar Adiat yang menggeluti bisnis hijab dari kawasan Sapan, Bojongsoang, Bandung, Jawa Barat. Sebanyak 12.000 kerudung segi empat dan pashmina polos dengan 43 warna, termasuk navy, broken white, sage, dan lilac yang populer saat ini, mampu dia dan tim produksi selama sepekan. Karena menjual grosiran, dia tak menambahkan label atau ciri khas. Dari sisi bahan, mereka memilih bahan bagi sebagian orang nyaman saat dikenakan, seperti sifon dan ceruti.

Dari sisi pengalaman, dunia hijab tergolong baru buatnya. Akbar dibantu Andri Rismana semula berbisnis sepatu safety (safety boot) dan sepatu gunung (trekking), kemudian mencoba peruntungan di bidang hijab saat awal pandemi COVID-19, dengan bekal modal kurang dari Rp10 juta. Ini dilakukan karena bisnis sepatu terdampak pandemi, dengan penurunan omzet hingga 70 persen.

Sama seperti Antoni, dalam berbisnis, Akbar dan tim mengandalkan pasar niaga daring, mempertimbangkan hijab sebagai produk fesyen yang tren penjualannya naik selama pandemi. Awalnya mereka tak paham caranya berbisnis daring. Keduanya lalu belajar mengandalkan laman berbagi video dan bertanya pada rekan-rekan mereka yang sudah berpengalaman.

Demi mendongkrak penjualan, Akbar juga memanfaatkan informasi yang diberikan penyedia pasar niaga daring, seperti tren dan fitur-fitur yang dapat dimaksimalkan.

"Langsung jual ke marketplace. Gunakan fitur-fitur, seperti broadcast, ingetin segera check-out, flash sale harian. Campaign-campaign," tutur Andri yang berencana memproduksi kerudung instan atau bergo, yang dikenal sebagai bergo Hamidah.


Uluran bantuan

Head of Seller Engagement Lazada Indonesia Sandra Puspita Dewi menuturkan perusahaannya ikut aktif membantu para penjual dalam rangka memajukan bisnis mereka. Soal penetapan harga jual misalnya, tim membantu mengingatkan penjual agar tak sekonyong-konyong memberi harga murah, tetapi harus mempertimbangkan biaya lain, semisal listrik, biaya administrasi, dan lainnya.

"Kami agak ingatkan kenceng ke seller. Jangan jual murah tapi ada komplain dari klien. Sudah lumayan banyak komplain, berarti produknya enggak bagus, ada limit orderan yang bisa diterima. Ada peringatan dulu. Kalau sudah berat enggak terima lagi jadi seller," tutur dia.

Bantuan juga meliputi informasi tren pasar. Tim Lazada akan mengamati kata kunci yang sering dimasukkan konsumen saat mencari produk. Informasi ini nantinya disampaikan pada para penjual berupa rekomendasi produk yang sering dicari konsumen.

Sementara itu Head of Business Development & Seller Engagement Lazada Indonesia Fitri Karnadi mengatakan, perusahaannya menyediakan program-program bagi penjual, baik yang baru maupun lama, tentang kiat berjualan di pasar niaga daring, termasuk menampilkan produk agar dilirik pembeli dan menumbuhkan rasa percaya diri mereka.

Hal yang sulit dari para seller itu, terutama yang baru, adalah menumbuhkan rasa percaya diri (pede).


 

Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2023