Jakarta (ANTARA) - Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB-IDI) Adib Khumaidi mengatakan Rancangan Undang-Undang Kesehatan (RUU) harus memperhatikan permasalahan mendasar dalam sistem kesehatan Indonesia, seperti sistem pembiayaan, pelayanan, dan pendidikan kesehatan.  

"RUU Kesehatan jangan tergesa-gesa, dan peran organisasi profesi dalam memperjuangkan kepentingan tenaga medis harus tetap diakui," kata Adib Khumaidi dalam Dialog FMB9 yang mengangkat tema Transformasi Layanan Kesehatan Indonesia: RUU Kesehatan, Senin.  

Adib menyoroti jumlah kebutuhan dokter yang belum mencukupi di Indonesia, terutama di daerah terpencil, serta pentingnya perlindungan hukum dan hak imunitas bagi tenaga medis.

IDI melaporkan, asumsi rasio terbaik versi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) adalah satu dokter per 1.000 penduduk, atau setara dengan kebutuhan di Indonesia sebanyak 272.000 dokter.

Jumlah dokter versi IDI saat ini berjumlah 193.710 dokter, yang terbagi atas dokter umum 148.900 orang dan dokter spesialis 44.810 orang. Sehingga masih terjadi kekurangan berkisar 78.290 dokter.

Menurut Adib tanpa adanya jaminan perlindungan nakes, dikhawatirkan para tenaga kesehatan akan lebih condong untuk menerapkan praktik kesehatan berbiaya tinggi sebagai bagian dari upaya perlindungan diri terhadap hukum.

“Padahal dari pemerintah menganjurkan praktik yang efisien. Oleh karena itu, seperti di advokat dan notaris tenaga kesehatan juga harus diberikan perlindungan untuk memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat,” katanya.

Adib berharap RUU Kesehatan dapat menciptakan sistem kesehatan yang lebih baik dan menyeluruh untuk kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia.

Baca juga: Ketum IDI minta RUU Kesehatan jamin hak perlindungan hukum bagi dokter

Baca juga: Kemenkes sebut 13 UU "eksisting" terdampak RUU Kesehatan

Baca juga: Kemenkes kemukakan urgensi sistem informasi kesehatan dalam RUU

Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Nurul Hayat
Copyright © ANTARA 2023