Jakarta (ANTARA News) - Mantan Kanit II Keuangan, Perbankan dan Pencucian Uang Direktorat Ekonomi Khusus Bareskrim Mabes Polri, Kombes (Pol) Drs. Irman Santosa, mengakui penggunaan dana dari travel cek senilai total Rp250 juta dari Direktur Kepatuhan BNI, M. Arsjad. "Dana itu digunakan untuk pengejaran tersangka ke Amerika Serikat dan Singapura, masing-masing dua dan lima penyidik," kata Irman dalam pemeriksaannya sebagai terdakwa di PN Jakarta Selatan, Selasa. Penerimaan uang itu, menurut Irman, merupakan hasil pemulihan (recovery) BNI dalam kasus BPD Bali pada BNI cabang Radio Dalam, Jakarta Selatan yang terjadi pada tahun 2002, bukan terkait penyidikan diskonto L/C fiktif PT Gramarindo Group pada BNI cabang Kebayoran Baru yang ditangani tahun 2003. "Itu hasil pembicaraan pimpinan waktu itu," kata Irman. Selanjutnya, kata Irman lagi, uang itu digunakan penyidik untuk memburu Adrian Waworuntu (waktu itu tersangka, sekarang terpidana seumur hidup) dan Maria Pauline Lumowa (hingga kini masih buron) ke luar negeri. "Tidak ada uang dari dinas," katanya ketika disinggung mengenai biaya operasional dari Bareskrim Mabes Polri. Ditanya mengenai kelaziman penerimaan uang dari pihak-pihak tertentu seperti yang dilakukan penyidik Bareskrim, Irman mengatakan dengan tegas, "Kami tidak bisa menjawab." Irman Santosa didakwa memperkaya diri dengan menyalagunakan kewenangan selaku jabatannya seperti diatur dalam pasal 12 huruf b UU No20/2001 tentang Perubahan UU No 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 65 ayat (1) KUHPidana dan pasal 11 UU No20/2001 tentang Perubahan UU No31/1999 jo pasal 65 ayat (1) KUHPidana. Dalam dakwaan diperinci pada periode Oktober 2003 hingga Maret 2004, Irman disebut-sebut menerima dana sebesar 380 ribu dolar AS dan Rp17,226 miliar saat menyidik sejumlah perkara pidana Perbankan, Penipuan dan Pencucian Uang termasuk pembobolan L/C fiktif BNI Kebayoran Baru sebesar Rp1,9 triliun. Disinggung mengenai penerimaan uang Rp1,451 miliar hasil penjualan tanah ke rekeningnya, Irman membeberkan bahwa Rp1 miliar dari jumlah itu dikirimkannya lagi ke BNI sebagai dana pemulihan, sedangkan Rp50 juta dan Rp76 juta belakangan diserahkan ke BNI dengan disaksikan Jeffrey Baso (mantan suami Maria Pauline Lumowa, sekarang status tersangka). "Sisanya sekitar Rp250 juta, saya laporkan ke Direktur (Direktur II Ekonomi Khusus Brigjen Pol Samuel Ismoko), dan saya serahkan dua kali, masing-masing Rp 100 juta dan Rp150 juta," kata Irman memerinci. Dari penyerahan tersebut, Irman menjelaskan, dana tersebut di antaranya digunakan saat pelaksanaan tarawih bersama Bareskrim Mabes Polri sebesar Rp25 juta. "Direktur tidak meminta, hanya mengatakan, `Kita mau ada acara ini`," kata Irman mengutip pembicaraannya dengan atasannya waktu itu, Samuel Ismoko. Disinggung mengenai penerimaan tiga amplop masing-masing senilai 10 ribu dolar AS oleh bawahannya ( penyidik Siti Komalasari) Irman mengaku dirinya saat itu tidak mengetahui, namun ia menyatakan selalu melapor pada atasan setiap menerima dana. Mengenai penerimaan 350 ribu dolar AS yang diserahkan oleh Dicky Iskandardinata (saat ini terdakwa dalam kasus korupsi dan pencucian uang) di Kafe Gandy`s, Kemang, Jakarta Selatan yang menurut Penuntut Umum sebagai imbalan atas tidak mengungkap aliran dana pada PT Magna Agung (anak perusahaan PT Gramarindo), Irman juga membantah hal tersebut. Ketika ditunjukkan bukti kopi dua kuitansi dari PT Broccolin International (perusahaan Dicky) untuk biaya administrasi kepolisian masing-masing sebesar Rp8,5 miliar dan Rp7 miliar, Irman mengaku tidak pernah melihatnya. "Saya pernah melihat dua kuitansi dengan nilai sama saat diperiksa penyidik," kata pria yang memulai karirnya di Kepolisian sejak tahun 1975 itu. Dua kuitansi yang dilihatnya itu, menurut Irman, masing-masing bertuliskan untuk Bareskrim dan Trunojoyo I namun ia mengaku tidak tahu ditujukan kepada atau diterima oleh siapa. Majelis Hakim yang diketuai Yohannes E Binti memberikan kesempatan pada tim Penuntut Umum untuk menyiapkan surat tuntutan pidana terhadap terdakwa Irman untuk dibacakan pada sidang berikutnya, Selasa, 6 Juni.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2006