Mataram (ANTARA) - Pengacara terdakwa korupsi penyaluran bantuan sarana produksi dan cetak sawah baru tahun anggaran 2016, M. Tayeb meminta majelis hakim menghadirkan Bupati Bima Indah Dhamayanti sebagai saksi di persidangan.

"Kami sudah meminta kepada majelis hakim agar Umi Dinda (Indah Dhamayanti) dapat dihadirkan di persidangan," kata Aan Ramadan, pengacara dari terdakwa M. Tayeb di Mataram, Selasa.

Meskipun Bupati Bima tidak tercatat memberikan keterangan sebagai saksi pada tahap penyidikan, namun Aan meyakini bahwa hakim memiliki kewenangan tersebut.

Aan mengatakan bahwa nama Bupati Bima kerap muncul dalam keterangan sejumlah saksi di persidangan. Hal itu pun menjadi alasan Aan mengajukan permintaan demikian.

"Jadi, tujuannya agar peristiwa pidana dalam perkara ini menjadi terang. Jangan sampai hanya mendengarkan sepihak saja dari keterangan saksi," ucap dia.

Bahkan, dalam sidang dengan agenda pemeriksaan Muhammad dan Nur Mayangsari, dua terdakwa dalam kasus tersebut sebagai saksi mahkota untuk terdakwa M. Tayeb, Senin (10/4), turut terungkap adanya bukti aliran uang ke Bupati Bima.

Hal itu pun dikuatkan dari buku catatan yang dibuat terdakwa Nur Mayangsari sebagai bendahara program saprodi dan ditandatangani terdakwa Muhammad sebagai ketua tim teknis program saprodi dengan nilai Rp6 miliar lebih. Uang itu dibagikan ke Abdul Rauf, Muhammad, dan ke Nur Mayangsari.

Dalam buku tersebut, tertulis aliran dana ke Umi yang sudah diklarifikasi oleh Nur Mayangsari di persidangan adalah Bupati Bima Indah Dhamayanti. Nilai uang yang disalurkan Rp250 juta.

Namun, Nur Mayangsari mengaku uang tersebut bukan bupati yang langsung menerima. Melainkan, diberikan melalui Abdul Rauf selaku perwakilan perusahaan penyedia saprodi dari CV Mitra Agro Santosa.

Dalam persidangan pun, Abdul Rauf yang telah hadir sebagai saksi dan mengaku dirinya sebagai tim sukses saat Indah Dhamayanti mencalonkan diri sebagai Bupati Bima periode 2016-2021.

"Abdul Rauf di persidangan mengaku sering di pendopo karena jadi timses (tim sukses)," ujar dia.

M. Tayeb dalam perkara ini berperan sebagai Kepala Dinas Pertanian, Tanaman Pangan, dan Hortikultura (PTPH) Kabupaten Bima.

Dalam dakwaan, jaksa mendakwa M. Tayeb dengan Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Terdakwa M. Tayeb didakwa sebagai orang yang melakukan, menyuruh melakukan, dan turut serta melakukan tindak pidana korupsi yang memperkaya diri sendiri atau orang lain.

Jaksa menyatakan M. Tayeb secara bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi dengan dua orang lainnya, yakni Muhammad, mantan Kepala Bidang Rehabilitasi Pengembangan Lahan dan Perlindungan Tanaman Dinas PTPH Kabupaten Bima dan Nur Mayangsari, mantan Kepala Seksi (Kasi) Rehabilitasi dan Pengembangan Lahan (RPL) Dinas PTPH Kabupaten Bima nonaktif.

Program dana bantuan saprodi cetak sawah baru tahun anggaran 2016 ini berasal dari Kementerian Pertanian RI untuk membantu meningkatkan produksi pangan di Kabupaten Bima.

Negara menyalurkan anggaran Rp14,4 miliar kepada 241 kelompok tani (poktan) di Kabupaten Bima. Penyaluran anggaran dilakukan secara langsung ke rekening perbankan masing-masing poktan.

Pencairan dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama sebesar Rp10,3 miliar, 70 persen dari total anggaran Rp14,4 miliar, dan 30 persen pada tahap kedua dengan nilai Rp4,1 miliar.

Dalam dakwaan, jaksa mengungkap bahwa terdakwa M. Tayeb sebagai pejabat pembuat komitmen mengeluarkan perintah untuk melakukan penarikan tunai kepada poktan ketika anggaran tersebut telah masuk ke rekening pribadi masing-masing. Uang tersebut diminta untuk dikumpulkan kembali di Dinas PTPH Kabupaten Bima.

Pengumpulan anggaran yang seharusnya dikelola mandiri oleh masing-masing poktan itu ditarik kembali atas perintah terdakwa M. Tayeb tanpa adanya nota penyerahan.

Setelah uang terkumpul dari poktan, atas perintah M. Tayeb, Muhammad bersama Nur Mayangsari melakukan pembayaran ke CV Mitra Agro Santosa yang beralamat di Jombang, Jawa Timur.

Nur Mayangsari sebagai bawahan Muhammad juga mendapatkan perintah membuat dua nota pesanan saprodi untuk CV Mitra Agro Santosa dengan rincian nota pertama sejumlah Rp8,9 miliar dan untuk pesanan kedua Rp1,7 miliar.

Penunjukan CV Mitra Agro Santosa sebagai penyedia saprodi juga berada di bawah perintah M. Tayeb. Barang-barang yang dibeli dari perusahaan tersebut antara lain, benih padi, pupuk, dan pestisida.

Namun, dari daftar pembelian, ada beberapa item barang yang tidak bisa disediakan CV Mitra Agro Santosa sehingga ada yang dibeli dari perusahaan penyedia lokal.

Jaksa menilai pemesanan saprodi tersebut tidak sesuai dengan luas sawah poktan yang terdaftar dalam petunjuk pelaksanaan. Sehingga terdapat kekurangan yang kini muncul sebagai nilai kerugian negara sebesar Rp5,1 miliar.

Pewarta: Dhimas Budi Pratama
Editor: Didik Kusbiantoro
Copyright © ANTARA 2023