Jakarta (ANTARA) -
Pengelolaan pulau-pulau kecil sesuai amanat UU No.27 tahun 2007 dalam prakteknya banyak mengalami kendala karena dianggap high cost atau berbiaya besar, kata Prof. Dr. Ir. Mohammad Nurcholis, M.Agr.
 
"Pembangunan di pulau-pulau kecil perlu high cost investment, terutama pada biaya transportasinya," kata Guru Besar Pada Program Studi Magister Ilmu Tanah Universitas Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta itu pada Webinar Potensi Sumber Daya Pulau-pulau Kecil yang diprakarsai Pusat Studi Perbatasan dan Pesisir (PSPP) Universitas Muhammadiyah Jakarta bekerjasama dengan Forum Hijau Muhammadiyah, Selasa.
 
Pada keterangan tertulis PSPP Universitas Muhammadiyah Jakarta yang diterima ANTARA di Jakarta, Selasa, Nurcholis menjelaskan pulau-pulau keci banyak yang tidak berpenghuni karena ukurannya yang sangat kecil sementara yang berpenghuni hanya sedikit.
 
"Jadi umumnya relatif terisolir sehingga bukan prioritas dalam pembangunan bagi pemerintah maupun swasta," katanya.

Baca juga: BI tetapkan Pulau Labengki Kecil di Konawe Utara sebagai Desa QRIS

Baca juga: BRIN tawarkan kolaborasi riset dukung pengembangan pulau-pulau kecil

 
Sementara Arief Hartawan Direktur Eksekutif Kepala Departemen Ekonomi dan Keuangan Syariah Bank Indonesia (DESK-BI) mengatakan, Bank Indonesia memiliki program pemberdayaan masyarakat melalui program Desa Berdikari. Program desa berdikari ini memanfaatkan potensi daerah dan mendorong peningkatan produksi di daerah tersebut, agar PDRB daerah meningkat.
 
"Secara makro, pemberdayaan di suatu daerah akan memberikan spread effect kepada daerah lainnya sehingga akan meningkatkan PDB nasional. Sejalan dengan itu, investasi akan meningkat," katanya
 
Ia menekankan pentingnya peran champion lokal atau tokoh lokal untuk melakukan pemberdayaan.

"Target program desa berdikari yaitu No Poverty, No Hunger, Good Health, Quality Reduction, dan Reduced Inequality, sejalan dengan target SDGs UN," katanya.
 
Pembicara terakhir Dr. Endang Rudiatin, M.Si Ketua Pusat Studi Perbatasan dan Pesisir UMJ, mengamati strategi pemberdayaan masyarakat dari sisi memanfaatkan modal sosial sebagai motor menggerakkan masyarakat di bidang ekonomi agar mandiri.
 
"Nelayan maupun masyarakat pesisir di pulau-pulau kecil apalagi di perbatasan jangan hanya menjadi buruh, tetapi mau mengelola usahanya sendiri baik sendiri maupun kolektif," katanya.

Ia mengamati modal sosial itu termasuk etnisitas dan kekerabatan yang masih kental dan merupakan ciri budaya masyarakat di pulau-pulau terutama saat menghadapi risiko dalam pekerjaan.
 
Ketiga narasumber sama berpendapat bahwa sangat penting meningkatnya kesejahteraan masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil, sebab meningkatnya kesempatan kerja, pertumbuhan ekonomi dan pengembangan wilayah dapat berfungsi sebagai sabuk ekonomi (economic belt) dan sabuk pengaman (security belt).
 
Webinar yang dibuka oleh wakil rektor I Universitas Muhammadiyah Jakarta, Dr Muhammad Hadi, S.Kp, M.Kep. itu dihadiri 166 orang dari kalangan akademisi, peneliti, para tokoh Muhammadiyah Aisyiyah daerah Nunukan dan Sambas, majelis Lingkungan Hidup PP Muhammadiyah, aktifis lingkungan, mahasiswa, staf kementerian, dan Bappenas.*

Baca juga: Kepulauan Seribu panen 75 kg cabai dan terong di Pulau Tidung Kecil

Baca juga: Pemkab Talaud-DPR RI perkuat ketahanan pulau-pulau kecil di Sulut

Pewarta: Budhi Santoso
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2023