Jakarta (ANTARA) - Whole genome sequencing (WGS) atau pengurutan seluruh genom masih bermanfaat untuk memantau varian XBB.1.16 atau Arcturus beserta pola varian COVID-19 lainnya, kata pakar kesehatan yang juga Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI Prof Tjandra Yoga Aditama.

“Kita tahu bahwa secara umum memang ada tiga kemungkinan varian baru COVID-19, pertama base scenario seperti berbagai varian yang ada sekarang ini, kedua best scenario kalau nanti ada varian baru yang lebih lemah dan ketiga worst scenario kalau-kalau ada varian baru yang lebih ganas, mudah-mudahan tidak terjadi. Arcturus masuk dalam kategori pertama, base scenario,” kata dia di Jakarta, Jumat.

Ia membenarkan kasus COVID-19 akibat varian Arcturus memang sudah masuk Indonesia, sebagaimana yang disampaikan pemerintah pada Kamis (13/4) dan data dari GISAID.

Dalam kurun waktu tiga hari terakhir, kasus positif di Indonesia hampir mencapai 1.000 kasus dengan angka kematian kembali lebih dari dua digit.

Baca juga: Antisipasi lonjakan COVID, Kemenkes evaluasi prokes pada mudik Lebaran

Arcturus hingga saat ini jenis varian yang masih diawasi dan diwaspadai Badan Kesehatan Dunia (WHO) sebagai “the next Omicron variant to watch”. Situasi terkini, Arcturus menyebabkan beberapa negara, seperti India, kembali mengalami kenaikan kasus COVID-19.

“Walau belum ada informasi resmi tentang berapa dominan Arcturus dibanding varian lain di negara kita, tetapi bukan tidak mungkin ini adalah salah satu penyebab kenaikan kasus, sebagaimana yang terjadi di negara lain,” katanya.

Oleh karenanya, Tjandra meminta pemerintah terus memastikan dan menggencarkan WGS hingga pelosok daerah, mengingat cara penularan masih sama seperti COVID-19 pada umumnya.

Walaupun tidak ada gejala yang khas yang membedakan Arcturus dengan varian-varian terdahulunya, katanya, peningkatan jumlah WGS bisa tahu pola varian yang ada, termasuk ada tidaknya Arcturus dan tingkat kedominan.

Ia menyampaikan penguatan WGS harus dibarengi dengan pemberlakuan penyelidikan epidemiologi (PE) mendalam pada sekitar 1.000 kasus yang ditemukan dalam tiga hari terakhir serta kembali menggalakkan vaksinasi COVID-19 untuk dosis penguat kedua, terutama ketika masyarakat akan mengikuti mudik Lebaran 2023.

“Data yang ada memang menunjukkan Arcturus lebih mudah menular sehingga jumlah kasus dapat saja meningkat, tetapi sebagian besar kasusnya adalah ringan. Jadi, kalau pun kasus bertambah maka tidak akan separah dulu, tentu kalau tidak ada perubahan genomik di masa datang,” ucap Tjandra Yoga Aditama yang juga mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara itu.

Baca juga: Kemenkes: Dua pasien Arcturus di Jakarta sudah sembuh
Baca juga: Akademisi : Naiknya kasus positif tunjukkan COVID-19 tetap ada
Baca juga: Epidemiolog: Waspadai COVID-19 varian Arcturus meskipun sudah vaksin


Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2023