Jakarta (ANTARA) - Organisasi Center for Indonesia's Strategic Development Initiatives (CISDI) mendorong seluruh elemen masyarakat sipil untuk mengawal proses legislasi RUU Kesehatan hingga disahkan oleh DPR RI.

Founder dan CEO CISDI Diah Satyani Saminarsih,dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Jumat, mengatakan Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes RI) sudah menyerahkan daftar inventaris masalah (DIM) RUU Kesehatan kepada DPR pada awal April 2023.

“Sekalipun Kementerian Kesehatan mengklaim bahwa DIM RUU Kesehatan yang diterbitkan telah mengakomodasi beberapa poin masukan masyarakat sipil, kami tetap mendorong seluruh elemen publik terlibat mengawal proses legislasi rancangan ini," katanya.

Selain itu, CISDI juga mengapresiasi seluruh elemen masyarakat sipil yang telah memberikan aspirasi, saran, dan masukan dalam proses public hearing RUU Kesehatan yang diselenggarakan oleh pemerintah.

Baca juga: Kemenkes: RUU tidak menyamakan perlakukan tembakau dengan narkotika

Baca juga: Gus Falah minta penyusunan draf RUU Kesehatan perhatikan nasib rakyat


"Kami meminta seluruh elemen masyarakat sipil untuk melanjutkan diskusi publik terkait dengan pasal-pasal yang belum diakomodasi oleh pemerintah, serta mendesak DPR RI untuk tetap membuka proses diskusi publik yang memungkinkan terakomodasinya masukan masyarakat sipil untuk RUU Kesehatan," katanya.

Ia mengatakan Kementerian Kesehatan sudah mengakomodasi beberapa poin pasal usulan CISDI dan masyarakat sipil dalam DIM RUU Kesehatan yang diserahkan ke DPR.

Dari total 3.020 DIM tersebut, salah satunya, adalah Pasal 27 ayat 3 soal definisi masyarakat rentan. Di pasal lama, kelompok rentan hanya terbatas pada ibu hamil, menyusui, anak, balita, dan lansia. CISDI berpandangan definisi kelompok rentan harus bisa lebih luas.

"Kemenkes menerima masukan CISDI dan masyarakat sipil. Definisi kelompok rentan kemudian diperluas menjadi individu yang tidak memiliki pelayanan asuransi memadai, individu dengan status sosial-ekonomi rendah, masyarakat dengan penyakit penyerta (penyakit kronis), perempuan termasuk yang sedang hamil dan menyusui, bayi, balita, remaja, dan lanjut usia," katanya.

Ketentuan tersebut juga mencakup individu dengan disabilitas, individu dengan gangguan jiwa, individu yang tersisihkan secara sosial karena agama atau suku, atau gender, status HIV/AIDS, serta status kewarganegaraan.

Kelompok rentan juga meliputi individu di wilayah tertinggal, terdepan, terluar (3T) termasuk masyarakat adat, individu yang tinggal di rumah tangga tanpa akses ke air bersih dan sanitasi memadai, serta individu yang tinggal di hunian sempit atau institusi sosial dengan ruang privat terbatas.

“Sayangnya, dalam catatan CISDI, beberapa pasal krusial yang dapat memperkuat sistem kesehatan nasional belum diakomodasi. Salah satunya mengenai pemberian insentif kepada kader kesehatan yang masih terasa setengah hati. Ini terlihat dari DIM pemerintah yang masih menggunakan kata “dapat” dalam pasal insentif kader," katanya.

Padahal menurut CISDI, insentif untuk kader kesehatan wajib diberikan. Selain itu, DIM terbaru belum mendefinisikan kader kesehatan sebagai sumber daya manusia kesehatan, kata Diah menambahkan.

“Kami juga mendorong DPR RI untuk terus membuka pintu informasi dan partisipasi publik karena masih banyak masukan yang perlu ditambahkan. Fungsi DPR adalah mendengarkan aspirasi publik, sehingga ruang diskusi harus selalu terbuka, termasuk dalam proses legislasi RUU ini,” katanya.*

Baca juga: KPAI minta ada larangan ketat tentang iklan rokok di RUU Kesehatan

Baca juga: Ekonom tekankan pasal soal rokok terus dikawal dalam RUU Kesehatan

Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2023