Buenos Aires (ANTARA News) - Argentina memanggil duta besar Inggris Jumat untuk menyampaikan protes atas keputusan London memberi nama baru satu daerah Antartika yang disengketa dengan nama Ratu Elizabeth II.

Buenos Aires "menolak keras" klaim Inggris atas wilayah itu, yang Argentina anggap "satu daerah bagian Antartika Argentina."

Menteri Luar Negeri William Hague pekan lalu mengumumkan rencana-rencana untuk memberi nama daerah itu "Tanah Ratu Elizabeth" yang tahun ini merayakan 60 tahun bertakhta.

Buenos Aires menuduh London, dalam memberi nama wilayah itu, melanggar semangat perjanjian setengah abad yang ditandatangani puluhan negara- termasuk Inggris dan Argentina-- yang bertujuan mencegah sengketa-sengketa wilayah di Antartika.

Konflik itu meletus ketika Perdana Menteri Inggris David Cameron, dalam satu pesan kepada penduduk di Kepulauan Malvinas, menuduh Argentina berusaha menolak hak-hak penduduk wilayah yang disengketakan itu.

Cameron mengatakan Buenos Aires, yang menganggap pulau-pulau Atlantik Selatan sebagai wilayah Argentina yang diduduki, menolak hak 3.000 jiwa penduduk pulau itu untuk menentukan nasib mereka sendiri. sementara merusak ekonomi mereka.

"Disesalkan Argentina tetap bersikap seperti ini," kata Cameron dalam satu pesan radio kepada penduduk Malvinas, yang Inggris menyebutnya Falkland.

"Pemerintah Inggris tidak bersedia dan tidak mengizinkan hak-hak asasi manusia anda diabaikan. Tidak ada pembelaan bagi negara manapun untuk menolak hak anda bagi demokrasi dan menentukan nasib sendiri."

Ketegangan meletus antara Inggris dan Argentina tahun ini ketika kedua negara memperingati ulang tahun ke-30 Perang Malvinas yang singkat tetapi berdarah, yang menewaskan 255 tentara Inggris dan 649 serdadu Argentina.

Tindakan-tindakan Inggris untuk mengeksplorasi minyak di perairan sekitar pulau-pulau itu juga menimbulkan ketegangan.

Cameron menolak tuntutan-tuntutan Presiden Argentina Cristina Kirchner bagi perundingan mengenai kedaulatan kepulauan Malvinas itu.

Pemerintah Falkland (Malvinas) Juni mengumumkan bahwa pihaknya akan menyelenggarakan satu referendum mengenai status politiknya pada tahun 2013,dengan harapan dapat menyelesaikan sengketa wilayah kepulauan itu.

(H-RN)

Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2012