Yogyakarta (ANTARA) - Sejumlah warga Yogyakarta antusias mengamati gerhana matahari sebagian di Markas Jogja Astro Club (JAC) di Jalan Gejayan, Condongcatur, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Kamis.

Sejak pukul 09.00 WIB, sejumlah warga yang beberapa di antaranya mahasiswa dan anak-anak berdatangan ke Markas JAC, kemudian menjajal pengamatan menggunakan tiga teleskop serta kacamata matahari yang disediakan komunitas itu.

"Adanya fenomena ini membuat masyarakat tertarik. Jadi, masyarakat tidak lihat gerhananya saja, tapi tahu ini (jenis) gerhana apa, terus kenapa terjadi gerhana," kata anggota JAC Rahmat Eko Saputro saat ditemui di sela pengamatan.

Baca juga: SAC pantau gerhana matahari hibrida di Balai Kota Surabaya

Eko menjelaskan gerhana matahari di Yogyakarta terjadi mulai pukul 09.30 WIB dan puncaknya terjadi pada pukul 10.44 WIB.

Pada puncak gerhana di Yogyakarta, kata Eko, bagian matahari yang tertutup bulan hanya sekitar 58 persen selama sekitar 1 menit.

"Bulan itu menutupi matahari sekitar 58 persen, jadi tidak (gerhana) total dan tidak gerhana cincin," kata dia.

Dalam pengamatan gerhana yang terbuka untuk masyarakat umum itu, JAC menyediakan tiga teleskop manual yang terdiri atas dua teleskop refraktor (pembias) dan satu teleskop reflektor (pemantul).

Beberapa warga, termasuk anak-anak juga ikut menyaksikan fenomena alam itu dengan menggunakan kaca mata gerhana yang disediakan.

Sementara, di observatorium yang berada di lantai tiga JAC, sejumlah anggota komunitas itu melakukan pengamatan khusus menggunakan teleskop robotic.

Baca juga: BRIN bentuk tiga tim untuk teliti gerhana matahari hibrida di Biak

"Untuk pengamatan warga atau masyarakat umum kita gunakan teleskop manual, tapi untuk kepentingan fotografi atau internal kita gunakan teleskop robotic, karena bisa mengikuti gerak matahari tanpa di 'setting' manual," kata dia.
 
Sejumlah anak ikut mengamati gerhana matahari sebagian di Markas Jogja Astro Club (JAC) di Jalan Gejayan, Condongcatur, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Kamis (20/4/2023) (ANTARA/Luqman Hakim)


Sesuai komitmen awal komunitas didirikan, menurut Eko, JAC memang memiliki visi memasyarakatkan astronomi.

Selain membuat masyarakat memahami dan mencintai ilmu astronomi, menurut dia, melalui edukasi yang difasilitasi JAC diharapkan tidak ada lagi yang menghubungkan fenomena gerhana dengan hal-hal berbau mistis.

"Gerhana adalah fenomena alam, sehingga tidak perlu dihubungkan dengan hal-hal mistis atau kabar-kabar bohong yang menakutkan, karena ini fenomena alam biasa dan ini bisa kita amati secara sains," ujar dia.

Selain itu, kata Eko, kegiatan itu juga bertujuan menghindarkan masyarakat mengamati gerhana dengan mata telanjang, sebab dapat menimbulkan kebutaan.

Baca juga: 62 astronom telah datang ke Biak, siap teliti Gerhana Matahari Hibrida

Baca juga: Pemkab Biak siapkan 3.000 kaca mata nonton Gerhana Matahari Hibrida


"Kalau kita lihat dengan mata telanjang terus menerus nanti mata kita bisa rusak, karena ada perubahan kecerlangan (tingkat terang matahari) yang sangat signifikan," kata dia.

Dona (39), warga Kampung Soropadan, Condongcatur, Kabupaten Sleman yang datang bersama seorang anaknya mengaku senang dengan fasilitas pengamatan gerhana yang disediakan JAC.

Melalui kegiatan itu, menurut dia, anak-anak dapat mengenali ilmu astronomi serta fungsi teleskop.

"Bagus mereka bisa tahu tentang astronomi. Mereka bisa tahu alat-alat teleskop ini," kata dia saat mendampingi anaknya mengamati gerhana matahari menggunakan teleskop.
 

Pewarta: Luqman Hakim
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2023