Jakarta (ANTARA News) - Sepakbola adalah cabang olahraga yang sangat digemari masyarakat Indonesia dari semua golongan meski minim prestasi, terakhir gagal masuk semifinal Piala AFF 2012.

Tapi kehebohan melanda sepakbola Indonesia dan membuat masyarakat tercengang, yaitu kisruh berkepanjangan antara PSSI pimpinan Djohar Arifin Husin versus Komite Penyelamat Sepak Bola Indonesia (KPSI) yang dimotori La Nyalla Mattalitti.

Kisruh antara federasi sepakbola Indonesia dengan beberapa tokoh sepakbola nasional yang sebelumnya anggota Komite Eksekutif PSSI Djohar Arifin Husin ini membuat sepakbola Indonesia terpecah, menjadi dua federasi dan dua kompetisi.

PSSI Djohar Arifin Husin dengan kompetisi Indonesia Premier League (IPL) melawan PSSI versi KLB Ancol (KPSI) yang diketuai La Nyalla Mattalitti dengan Indonesia Super League (ISL).

Lebih tragis lagi kedua federasi ini membentuk tim nasional sendiri-sendiri meski AFC dan FIFA hanya mengakui timnas dibawah PSSI sebagai tim yang mempunyai hak untuk turun pada pertandingan internasional.

Meski diakui AFC dan FIFA, Timnas yang dilatih Nil Maizar tidak bisa diperkuat pemain-pemain terbaik sehingga saat turun pada Piala AFF 2012 hanya mengandalkan pemain IPL dan naturalisasi karena pemain dari kompetisi ISL dilarang bergabung KPSI.

Konflik berkepanjangan ini membuat FIFA gerah, bahkan institusi yang dipimpin Sepp Blatter ini meminta Indonesia segera menyelesaikan kisruh ini. Jika tidak mampu, sanksi tegas akan diturunkan.

Akhirnya Komite Bersama pun terbentuk atas prakarsa AFC, terdiri dari Todung Mulya Lubis, Saleh Mukadar, Catur Agus Saptono dan Widjajanto dari PSSI Djohar Arifin Husin, dan Djamal Aziz, Togar Mahanan Nero, Hinca Panjaitan serta Djoko Driyono dari KPSI.

Tiga hal disepakati pada pertemuan di Kuala Lumpur Malaysia beberapa waktu lalu, yaitu pengembalian empat anggota Komite Eksekutif PSSI yang sebelumnya dipecat yaitu La Nyalla Mattalitti, Roberto Rouw, Erwin Dwi Budiawan dan Tony Aprilani.

Lalu, revisi statuta dan penggabungan IPL dan ISL yang akan dilakukan bertahap dan berlaku pada musim 2014/2015.

Tidak berjalan


Ternyata hasil kesepakatan Komite Bersama ini tidak berjalan sesuai harapan karena kedua belah pihak tak bisa menjalankannya.

FIFA pun geram dengan mengancam menjatuhkan sanksi karena kekisruhan sepakbola Indonesia tidak bisa dituntaskan sebelum 10 Desember. Kedua belah pihak malah menggelar kongres masing-masing dengan pemilik suara yang dianggap sah.

"Berdasarkan hasil Kongres Luar Biasa di Palangkaraya, PSSI menerima kembali empat anggota Komite Eksekutif (EXC0) dengan syarat mau meminta maaf kepada PSSI dan anggota lainnya," kata Sekjen PSSI Halim Mahfudz.

KLB PSSI ini digelar bersama dengan Kongres Biasa oleh PSSI versi KLB yaitu 10 Desember lalu. Yang membedakan hanya tempatnya. Jika PSSI Djohar Arifin Husin di Palangkaraya, maka versi La Nyalla Mattalitti di Jakarta.

Akibat terus berselisih, pemerintah melalui Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) membentuk Tim Task Force yang juga didasarkan surat FIFA yang berharap bisa membantu dalam menyelesaikan polemik itu.

"Kami hanya sebagai mediator saja yang menyelesaikan masalah ini. Kami terlibat dalam penyelesaian masalah ini atas perintah dari FIFA," kata anggota Tim Task Force dari perwakilan pemerintah, Djoko Pekik Irianto.

Dengan memiliki waktu hingga menjelang Rapat Komite Eksekutif FIFA di Tokyo, Jepang, Jumat (14/12), PSSI sampai Task Force berusaha melobi federasi sepak bola dunia itu agar Indonesia tidak dikenai sanksi seperti yang diancamkan.

Bahkan Presiden FIFA Sepp Blatter memanggil secara khusus  PSSI yang dipimpin langsung Djohar Arifin Husin untuk menerangkan kekisruhan itu. Peristiwa menegangkan ini dipantai dari detik ke detik oleh penggila bola di Tanah Air.

Kekhawatiran insan sepakbola Indonesia sirna setelah FIFA memutuskan untuk menunda sanksi, dan memberi kesempatan kepada PSSI untuk menyelesaikan polemik.

Tapi, FIFA mengajukan beberapa syarat, diantaranya polemik harus berakhir tanggal 13 Februari 2013 nanti, dan melaksanakan rancangan kerja yang diajukan, yaitu mengembalikan empat anggota Komite Eksekutif, menggabungkan dua bliga dan merevisi statuta.

Untuk memantau proses penyelesaian polemik ini FIFA mengutus Konfederasi Sepak Bola Asia atau AFC.

Dua bulan lagi

Tapi rancangan program yang ada dipastikan akan mendapatkan hambatan karena empat anggota Komite Eksekutif enggan meminta maaf.

"Sampai kapan pun kami tidak akan minta maaf," kata La Nyalla Mattalitti tegas.

Jelas ini akan menghambat rekonsilisasi. Meski demikian Tim Task Force bentukan pemerintah dan PSSI akan terus berkomunikasi dengan KPSI yang menentang syarat yang diajukan PSSI.

Jika proses penyelesaian konflk ini jalan di tempat maka Indonesia benar-benar akan dikenai sanksi tegas, salah satunya tidak boleh terlibat dalam kegiatan dan turnamen internasional.

Lolos atau tidaknya Indonesia dari sanksi FIFA akan diputuskan pada Rapat Komite Eksekutif FIFA 20 Maret 2013 di Swiss.

Jadi, praktis tinggal dua bulan saja untuk menyelesaikan konflik ini.

Jika benar-benar sanksi turun, perjuangan Timnas Garuda yang akan menjalani Pra Piala Asia 2015 tidak akan maksimal karena hanya bisa bertanding satu kali yaitu melawan tuan rumah Irak, 6 Februari 2013 mendatang. Sisa pertandingan dilakukan setelah 20 Maret.

Melihat persiapan yang dilakukan Nil Maizar, yaitu memanggil 43 nama dari kompetisi ISL dan IPL serta pemain naturalisasi sebenarnya pantas didukung baik PSSI maupun KPSI.

Dengan memanggil pemain terbaik yang ada saat ini mengisyarat rekonsiliasi bisa dilakukan. Namun, KPSI ternyata belum sepenuhnya rela melepas pemainnya dengan dalih harus mendapatkan persetujuan Tim Task Force, padahal ini tidak punya wewenang untuk itu.

Jika kedua belah pihak bisa mencapai kompromi bisa dipastikan sepakbola Indonesia akan jauh lebih kuat. Timnas Garuda tidak lagi menjadi bulan-bulanan negara lain.

Dalam realitasnya, kedua pihak enggan menurunkan egonya sehingga peluang menemukan titik temu pun kecil, apalagi pertikaian ini dibumbui aroma politik yang kental.

Pertanyaannya kini, ke arah manakah sepakbola Indonesia mereka bawa? Demi olahragakah atau semata komoditas politik? Tunggu tanggal mainnya.

(B016/Z003)

Oleh Bayu Kuncahyo
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2012