Kupang (ANTARA News) - Pengamat masalah sosial dari Universitas Nusa Cendana Kupang, Nusa Tenggara Timur, Lasarus Jehamat, menilai para peraya Natal dan Tahun Baru perlu mewaspadai bahaya konsumerisme.

"Konsumerisme menyata dan bahkan penuh pesona serta tebar pesona seiring dengan persiapan menjelang Natal dan Tahun Baru. Sehingga sadar atau tidak, konsumerisme akan menjadi kekuatan `invisible hand` yang justru merontokan seluruh persiapan batin jika tidak disikapi dengan kritis dan hati-hati," katanya di Kupang, Selasa.

Indikator dari fenomena konsumerisme itu adalah semua orang telah mempersiapkan perayaan Nata dan Tahun Baru sejak beberapa bulan lalu.  Di beberapa gereja, katanya pembentukan panitia Natal telah dilakukan dalam sebulan bahkan dua bulan lalu. 

Kegiatan rohani tampak dalam wujud seruan moral untuk bertobat guna meluruskan "jalan yang bengkok".  "Yang lekak-lekuk diratakan, yang berbelok-belok diluruskan. Itu merupakan contoh persiapan batin kita dan itu baik adanya," katanya. 

Hiruk pikuk di beberapa tempat perbelanjaan merupakan konsekuensi logis dari realitas Natal dalam kultur masyarakat di mana berjuta rupiah dihabiskan untuk persiapan tersebut.

Dia mengatakan budaya konsumsi adalah anak kandung dari perluasan produksi komoditas kapitalis dalam bentuk barang-barang konsumsi, situs-situs pembayaran dan konsumsi. Mal, supermarket, dan pasar modern merupakan contoh nyatanya.

Dia mengatakan, makna Natal dibelokkan pada tikungan konsumerisme. Kebahagiaan dan kesenangan Natal selanjutnya diubah menjadi kebahagiaan dan kesenangan mengonsumsi berbagai produk untuk memenuhi kebutuhan Natal.

(ANTARA/M019) 

Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2012