Jakarta (ANTARA News) - Penurunan prestasi olahraga bulu tangkis Indonesia dalam beberapa tahun terakhir bisa dibilang mencapai titik terendah pada 2012.

Kegagalan Tim Merah Putih meraih medali emas pada Olimpiade London akhir Juli 2012 mengakhiri tradisi emas pada cabang bulu tangkis yang telah terjaga selama 20 tahun, atau sejak pertama kali bulu tangkis dipertandingkan di Olimpiade pada 1992.

Wembley Arena menjadi saksi berakhirnya tradisi emas Olimpiade Indonesia saat ganda campuran Tontowi Ahmad-Liliyana Natsir yang paling diharapkan meraih medali emas --karena punya catatan peringkat dan prestasi terbaik-- tersingkir di semifinal, kalah oleh pasangan China Xu Chen-Ma Jin 23-21, 18-21, 13-21.

Beban berat yang harus ditanggung pasangan juara All England tersebut membuat mereka --terutama Tontowi yang baru pertama kali berlaga di Olimpiade-- tampil dengan performa kurang baik.

Mungkin All England lah satu-satunya prestasi membanggakan yang dicetak pebulutangkis Indonesia sepanjang 2012, dimana Tontowi-Liliyana menjadi pemain ganda campuran pertama setelah Christian Hadinata-Imelda Wiguna meraih gelar juara yang sama pada 1979.

Mereka juga menjadi wakil Indonesia pertama yang memenangi gelar turnamen bulu tangkis tertua itu setelah pasangan Candra Wijaya-Sigit Budiarto mempersembahkannya bagi Indonesia sembilan tahun yang lalu.

Sebelum mengalami kegagalan di Olimpiade, publik pecinta bulu tangkis di Tanah Air sudah lebih dulu kecewa dengan rekor buruk yang dicetak Tim Piala Thomas.

Tim Merah Putih yang pernah mencetak rekor kemenangan lima kali berturut-turut dalam turnamen itu, untuk pertama kali tersingkir di babak perempat final pada perebutan Piala Thomas 2012 di Wuhan, China. Kalah 2-3 dari Jepang.

Hasil itu menimbulkan reaksi keras dari bintang-bintang bulu tangkis, termasuk dari Rudy Hartono yang delapan kali menjadi juara All England dan juara Olimpiade Athena 2004, Taufik Hidayat.

Mereka semua prihatin dan menuntut Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia (PBSI) melakukan berbagai perubahan untuk memperbaiki prestasi.


Harapan

Namun kegagalan selama 2012 tidak lantas memupus semua harapan. Harapan baru muncul bersama kedatangan pengurus PBSI baru yang dipimpin oleh Gita Wirjawan, mantan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) yang sekarang menjabat sebagai Menteri Perdagangan.

Meski sempat menuai masalah karena kandidat ketua umum yang lain, Icuk Sugiarto, memprotes proses pemilihan ketua umum, kepengurusan di bawah Gita akhirnya dikukuhkan oleh Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) pada 14 Desember 2012.

Kepengurusan baru yang meliputi juara Olimpiade Ricky Subagja-Rexy Mainaky dan Susy Susanti itu diharapkan mampu membangkitkan kembali prestasi bulu tangkis Indonesia.

Rexy, yang sebelumnya sukses berkarir sebagai pelatih dengan mencetak pemain-pemain andal di Inggris dan Malaysia, dipulangkan ke Tanah Air untuk mengisi posisi penting sebagai Ketua Bidang Pembinaan Prestasi.

Juara Olimpiade Atlanta 1996 yang baru saja diangkat menjadi pelatih kepala tim nasional Filipina tersebut diharapkan dapat mencetak pemain-pemain bulu tangkis hebat di Tanah Air, seperti yang pernah dia lakukan di Inggris dan Malaysia.

Susy Susanti, yang tercatat sukses membawa tim putri Indonesia ke final Piala Uber 2008, masuk ke dalam jajaran pembinaan prestasi Pengurus Besar PBSI sebagai staf khusus/ahli pembina dan prestasi.

Kehadiran mantan-mantan bintang bulu tangkis itu membawa angin segar dan harapan bagi perbaikan pembinaan bulu tangkis di PBSI.

Selain dari para pengurus baru, harapan peningkatan prestasi bulu tangkis nasional juga muncul dari keberhasilan para pemain mendapat gelar juara.

Tunggal putri Linda Wenifanetri dan ganda campuran Fran Kurniawan-Shendy Puspa Irawati menutup 2012 dengan gelar juara pertama mereka di India Grand Prix Gold.


Janji berbenah

Setelah Rexy Mainaky tiba di tanah air pada Sabtu, 22 Desember lalu, kepengurusan PB PBSI periode 2012-2016 langsung menyusun program jangka pendek dan jangka panjang.

Target jangka pendek yang dibidik antara lain memetik kesuksesan pada turnamen All England, Kejuaraan Dunia, Piala Sudirman, dan SEA Games, kata Gita saat memberikan keterangan pers di kantor Pelatnas PBSI, Cipayung, Jakarta, 28 Desember lalu.

Ia mengatakan, target tersebut memang tidak bombastis namun pemain yang akan turun nantinya tetap harus menjalani sistem pelatihan terfokus agar benar-benar siap tanding.

"Untuk bisa dikirim ke kejuaraan-kejuaraan penting, pemain harus menjalani sistem pelatihan yang fokus paling tidak selama dua bulan. Siapa yang akan diberangkatkan harus sesuai kriteria pelatih," tambah Gita.

Ia pun memberi mandat kepada Rexy -- yang berkoordinasi dengan Kasubid Pelatnas PB PBSI, Christian Hadinata -- untuk memilih nama-nama pemain dan pelatih yang akan segera didegradasi dan akan dipromosikan untuk bergabung di Pelatnas Cipayung.

"Pemain akan diseleksi sesuai kriteria yang dipertajam," kata Gita.

Gita juga memberi kepercayaan penuh kepada Rexy untuk berada di garda terdepan dalam pembenahan pembinaan atlet bulu tangkis Indonesia.

Pengalaman Rexy melalangbuana selama 11 tahun menjadi pelatih di negeri orang diharapkan bisa memberikan manfaat bagi perbaikan sistem pembinaan atlet di PBSI.

"Disiplin, itu yang saya lihat missing di sini. Jadi itu yang harus dibenahi," kata Rexy.

Rexy sendiri mengaku selama ini merasa gemas dengan penurunan prestasi bulu tangkis Indonesia.

Dia, yang bersama kawan-kawannya pernah membuat tim bulu tangkis nasional disegani di dunia, kembali ke Indonesia untuk ambil bagian dalam upaya peningkatan kembali prestasi badminton Indonesia.

Rexy menuturkan, China yang selama ini menjadi pesaing kuat tim bulu tangkis Indonesia sudah melakukan pembinaan terhadap atletnya sejak usia tujuh tahun.

Mereka memanfaatkan mantan atletnya untuk merekrut pemain-pemain muda berbakat hingga ke pelosok daerah, kemudian mengarahkan mereka untuk menentukan disiplin nomor pertandingan dan membawa mereka ke fasilitas pelatihan terpusat lengkap.

Sementara di Indonesia malah menghilangkan pusat pendidikan dan pelatihan (Pusdiklat). "Kalau diizinkan, saya ingin hidupkan kembali Pusdiklat," kata Rexy, yang langsung disetujui oleh Gita.

Selain menghidupkan kembali Pusdiklat yang dia sebut sebagai mini Pelatnas, Rexy juga akan membagi dua skuat atlet menjadi utama dan pratama.

Ia mengatakan, selama ini atlet di Pelatnas hanya terbagi atas atlet senior dan junior. "Di lapangannya amburadul, semua menjadi satu," katanya.

Padahal, ia menjelaskan, idealnya setiap level atlet memiliki target yang berbeda dengan dukungan program pembinaan yang spesifik.

"Misalnya, Simon dan Sony jangan disamakan dengan pemain pratama, Shesar misalnya. Kalau Simon targetnya sudah harus setara dengan Lin Dan dan Lee Chong Wei," jelas adik dari pelatih ganda campuran Pelatnas, Richard Mainaky itu.

Penyusunan program pembinaan atlet, menurut Rexy, harus didukung dengan keilmuan agar bisa efektif meningkatkan prestasi pemain.

Dengan sport science, pemain dapat mengetahui kekurangan diri sendiri maupun lawan serta kelebihan atlet itu sendiri yang bisa diperkuat lewat analis performa yang sulit ditangkap lewat mata telanjang, jelasnya.

Namun Rexy tidak mau mengumbar janji dengan rencana pembenahannya. "Yang penting bagaimana kita membuat prestasi dengan bekerja keras," katanya.

Sepertinya bulu tangkis nasional harus kembali dulu ke titik nol sebelum menapaki jalan menuju kejayaan. Semoga!

(F005/M047)

Oleh Fitri Supratiwi dan Monalisa
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2012