Beijing (ANTARA News) - Sekelompok intelektual China menyeru pemerintah segera menerapkan reformasi politik dan menghormati hak asasi manusia, atau menghadapi risiko pecahnya revolusi berdarah.

Melalui sebuah surat terbuka, 71 akademisi top China mengingatkan semakin tidak seimbangnya perekonomiann telah memicu kekerasan sosial dan pemberontakan bisa meledak jika reformasi tidak segera diterapkan, kata Hu Xingdou, salah seorang akademisi yang menandatangani petisi itu, kepada AFP, Senin ini.

"Bila reformasi sistematis yang mendesak dan diinginkan masyarakat China mengalami kemunduran dan stagnasi, maka korupsi dan ketidakpuasan sosial akan mendidihkan satu titik krisis," bunyi surat yang dipostoing via Internet pekan lalu itu.

"China sekali lagi akan kehilangan kesempatan mencapai reformasi damai dan tergelincir kepada gejolak serta kekacauan akibat revolusi berdarah."

Dokumen itu mengingatkan orang pada Piagam 08 yang merupakan seruan berani bagi reformasi politik pada 2008 yang sebagian besar ditulis pembangkang politik Liu Xiaobo.

Liu dijatuhi hukuman penjara 11 tahun karena tuduhan subversi. Pada 2010, Liu dianugerahi Hadiah Nobel Perdamaian, yang membuat marah para penguasa komunis China.

Jika pada Piagam 08 para pengaju petisi terang-terangan menginginkan demokrasi ala Barat, maka pada petisi terakhir ini para aktivias hanya mendesak Partai Komunis menerapkan sepenuhnya kebebasan berbicara, kebebasan pers dan berorganisasi.

"Sekali saja kita melawan gelombang demokrasi, hak asasi manusia, aturan perundang-udangan dan pemerintahan konstitusional, maka rakyat akan mengalami malapetaka dan stabilitas sosial politik mustahil tercipta," kata petisi itu.

Hu, ekonom terkemuka dari Institut Teknologi Beijing mengatakan bahwa sebagian besar yang menandatangani petisi adalah para akademisi yang bekerja untuk pemerintah.

Dia menepis kemungkinan penguasa akan melancarkan perburuan kepada mereka, dan menambahkan bahwa petisi itu ditata dalam rangka mendukung janji pemimpin baru China Xi Jinping untuk menegakkan hukum dan mengendalikan partai yang citranya memburuk akibat serangkaian skandal suap.

"Surat kami lebih bersahabat, rasional dan berjenjang... ini adalah tanggapan atas pidato Sekretaris Jenderal Xi Jinping yang berjanji menerapkan kewenangan konstitusional. Jadi surat ini tidak sama dengan Piagam 08," kata Hu seperti dikutip AFP.

Penerjemah: Jafar M Sidik
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2012