Damaskus (ANTARA News) - Warga Damaskus memilih melewatkan Tahun Baru kali ini dengan berdiam di rumah sambil menyaksikan acara televisi, tak seperti tahun-tahun sebelumnya, saat mereka biasa menyambut kedatangan Tahun Baru dengan berkumpul di jalanan Ibu Kota.

Kalau dulu mereka menghabiskan malam pergantian tahun dengan menyaksikan pertunjukan kembang api dan bising suara terompet hingga fajar, kini mereka lebih suka nongkrong di depan pesawat televisi menyaksikan celoteh peramal dengan harapan bisa mendengar kabar positif tentang negara mereka.

Berharap mendengar ramalan bahwa tahun depan kegelapan yang membayangi kehidupan mereka selama lebih dari 22 bulan berganti terang.

Menyaksikan ramalan ahli nujum di TV Arab pada Malam Tahun Baru sudah menjadi tradisi jutaan orang wilayah Timur Tengah, termasuk rakyat Suriah.

Kebanyakan peramal mengatakan krisis Suriah takkan berakhir pada tahun baru, dan mengatakan mereka "melihat Presiden Bashar al-Assad takkan hilang dari gambar pada 2013".

Perkiraan Tahun Baru juga menyatakan bahwa Bashar akan bertahan di tampuk kekuasaan, demikian laporan Xinhua.

Peramal kondang Lebanon, Mike Fighali, memperkirakan Bashar masih mempertahankan kekuasaannya pada tahun 2013.

Ia menambahkan pemimpin yang sedang dirongrong kemelut tersebut takkan menyerahkan negaranya kepada "massa yang amburadul" kalaupun ia memutuskan untuk pergi.

Fighali juga mengatakan, krisis Suriah akan berkecamuk terus pada tahun yang baru. Namun ia mengatakan banyak negara Arab yang akan jatuh lebih dulu dibandingkan dengan Suriah.

Ramalan itu mungkin telah menjadi sumber kelegaan bagi mereka yang mendukung pemerintah Bashar, tapi bisa meningkatkan kemarahan para penentang Presiden Suriah tersebut.


Tak ada perayaan

Malam Tahun Baru kali ini tak ada acara perayaan, tak ada kegiatan apa pun, dan tak ada orang yang berkerumum di jalanan Suriah karena situasi keamanan tidak memungkinkan.

Rakyat khawatir terhadap kemungkinan pemboman dan kekacauan saat tengah malam.

Berbeda dengan dua tahun lalu. Ketika itu Suriah memiliki Pohon Natal paling tinggi di dunia yang dipindahkan dari satu provinsi ke provinsi lain untuk memperlihatkan hubungan kekerabatan di antara semua lapisan masyarakat.

Namun tahun ini lain. "Kami tak berhasrat merayakan Tahun Baru. Kami bahkan tak menghiasi Pohon Natal kami," kata Kinda, perempuan Suriah yang berusia 27 tahun.

"Kalau saja kami bisa kembali ke masa tiga tahun lalu, saat kami bisa menikmati Suriah kami," katanya seperti dikutip Xinhua.

Ia menambahkan, sekalipun tak percaya pada ucapan peramal ia tetap menyaksikan acara ramalan di televisi. "Itu lebih baik ketimbang tidak melakukan apa-apa, sebab tak ada perayaan di luar rumah," katanya.

Pacar Kinda, Firas, berharap tahun baru lebih baik buat Suriah dan "pembunuhan serta pengrusakan akan berhenti".

(C003)

Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2013