Mentok, Babel (ANTARA) - Seniman dituntut berpikir dan mengasah rasa dengan menyerap setiap gerak kehidupan di lingkungan sekitar, kemudian secara kreatif serta arif meramu menjadi ide untuk dituangkan dalam karya seni.

Hal demikian yang dilakukan sekelompok anak muda pelaku dan pegiat seni di Kota Mentok, di ujung barat Pulau Bangka, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, yang telah mendedikasikan sebagian hidupnya untuk berkesenian.

Di tengah pandemi COVID-19 dengan berbagai aturan kesehatan ketat yang berlangsung sekitar dua tahun, para pegiat seni ini terus bergerak menjaga semangat agar aktivitas berkesenian tidak redup atau bahkan mati.

Dalam menjaga semangat berkesenian di tengah pandemi, sejumlah aktivitas berkesenian dilakukan terbatas, bahkan tidak jarang pertunjukan dilaksanakan dengan memanfaatkan media sosial agar bisa dinikmati khalayak tanpa harus bertatap muka.

Angin segar dirasakan kembali pasca-pencabutan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) pandemi COVID-19 oleh pemerintah di akhir 2022.

Bahkan setelah kebijakan tersebut, sejumlah komunitas telah merencanakan untuk menggelar pementasan, pameran, dan aktivitas berkesenian lainnya yang bisa dinikmati kembali secara langsung.

Hampir setahun sudah kelonggaran protokol kesehatan berjalan, aktivitas masyarakat kembali normal, begitu pun dengan aktivitas para pelaku seni yang sudah mulai menggeliat dan bersemangat dalam menyalurkan hasrat ekspresi melalui karya seni.

Masih dalam suasana Hari Raya Idul Fitri 1444 Hijriah, dimanfaatkan sekelompok anak muda yang biasa beraktivitas dan mengasah keterampilan berkesenian di Halaman Rumah Panggung Rusmanadi di Kampung Baru, Mentok, menggelar pentas kecil-kecilan sambil berhalalbihalal.
Pentas seni dalam suasana halalbihalal di Halaman Rumah Panggung Rusmanadi, Mentok, Babel. (ANTARA/ Donatus Dasapurna)

Pementasan dari awal hingga akhir, para kreator muda yang terasah rasa seninya melalui aktivitas seni teater dan musik ini cukup fasih dalam mengemas pementasan kecil yang berpadu padan dengan suasana Lebaran.

Panggung dikemas menyerupai teras rumah yang siap menerima banyak tamu untuk berlebaran, bersilaturahim, lengkap dengan aneka kue khas hari raya, mulai dari kue kering, kue basah, pempek, tekwan, bakwan hingga "angpao" uang baru pecahan kecil yang diberikan kepada setiap tamu.

Tampil sebagai pembuka pentas pelaku seni teater Adnan Wachid membawakan puisi "Doa" karya Chairil Anwar, dilanjutkan dengan sejumlah puisi karya WS Rendra, Sapardi Djoko Damono, Jallaludin Rumi, penyair Bangka Ira Esmeralda, dan beberapa penyair lainnya yang dibawakan berurutan oleh Ersy DM, Eyes Christa, Indry Yulianti, dan Arya Frandika.

Penampilan para pemain yang cukup khusyuk dan teduh memberikan antusias yang cukup untuk menggetarkan rasa penonton.

Gelaran semakin lengkap dengan penampilan pengarang lagu dari Mentok Almayusri Alrezanaldy yang berkesempatan membawakan lagu "Semesta Cinta". Begitu juga dengan Nabila Nabe, mahasiswi dari Mentok yang tengah belajar di Surakarta, Jawa Tengah, yang mengirimkan video pembacaan puisi dan diputar melalui sambungan jarak jauh.

Pementasan diakhiri dengan penampilan Erixa Dhona Rizaldy yang berkesempatan mendentingkan alat musik tradisional dambus mengiringi sejumlah lagu pantun khas Melayu yang dibawakan.

Pelaku seni teater Adnan Wachid mengatakan gelaran pentas seni kolaboratif dengan mengusung tema "Mengasuh Cinta, Merawat Multisemesta" ini merupakan sebuah upaya seni untuk mengingat kembali apa yang menjadi perhatian dan memunculkan satu perencanaan, penjagaan, perjuangan, memelihara rasa "ayom" dan kesabaran.

Malam seni yang sudah digelar kali keempat ini dimaksudkan untuk melihat dan merasakan kembali pertumbuhan hasil cinta dalam berkesenian yang selama ini sedikit meredup karena pandemi COVID-19.

Ia berpendapat bahwa seluruh aktivitas manusia yang dimulai dengan cinta, maka akan kembali pada cinta. Untuk itu tema yang diawali dengan kata mengasuh cinta yang memiliki kedekatan kolektif tersendiri di masyarakat. Memiliki dimensi yang berlapis yang akan sangat berpengaruh terhadap rasa dan sikap perbuatan yang harus dilakukan.

Pendengar sudah akan merasa bahwa mengasuh cinta itu adalah keharusan diri memberi waktu dan energi.

Sementara frasa kedua, merawat multisemesta, mempresentasikan semesta semifiksi, mengidentifikasi bahwa semesta asuh cinta yang dikerjakan memiliki banyak lapisan yang bisa menjadi tempat merefleksi bagi perjalanan ruang, sejarah, realitas sosial, semangat keluarga, cita-cita, kemarahan, pilihan hidup, serta peristiwa berbeda berjalan berkesinambungan secara paralel di ruang waktu lain yang dibangun dalam jagad raya.

Hal ini menjelaskan bahwa keinginan, hasrat, perasaan, cita-cita, hingga orang lain kadang dilihat sebagai variabel, kadang dilihat sebagai semesta tersendiri yang berjalan.

Ketua Dewan Kesenian Kabupaten Bangka Barat Bambang Haryo Suseno berpendapat eksistensi kelompok pelaku seni teater di bawah asuhan Adnan Wachid dan Eyes sekitar lima tahun terakhir cukup memberikan warna tersendiri dalam aktivitas berkesenian di daerah itu.

Kelompok ini memiliki keliaran dalam berkarya, bahkan sesekali membawa kebaruan dalam semangat dan tema yang diusung. Keluar dari kebiasaan atau pakem berkesenian yang sudah mengakar turun temurun lintas generasi di daerah itu.

Dinamika berkesenian masih cukup terasa di kota yang berada di ujung barat Pulau Bangka, kebaruan dalam semangat, tema, ide, dan gagasan yang diusung para pelaku seni kelompok muda ini cukup memberikan warna tersendiri.

"Kami cukup sadar selama pandemi ada sesuatu yang hilang, namun setelah ini kita akan mencoba untuk terus memperbaharui dan terus berkarya untuk mengembalikannya kepada kebudayaan," kata Adnan Wachid.

Perhatian dan cinta yang telah diusung dalam pementasan diharapkan mampu menjadi akar yang perlu diberikan kesempatan untuk terus tumbuh, berkembang dan beradaptasi dengan lingkungan tempat tinggal.

Kebaruan dalam berekspresi melalui pentas seni yang dibawakan kelompok pelaku seni ini juga tidak meninggalkan nilai-nilai kearifan lokal, seperti keikutsertaan Erixa Dhona Rizaldy yang menutup perhelatan dengan sejumlah lagu khas Melayu diiringi alat musik tradisional dambus.

Akhir babak penuh kegembiraan, suka cita, dan diiringi lirik pantun yang didendangkan dalam lagu, membawa kebahagiaan, falsafah hidup dan rasa cinta yang pantas menjadi bekal melangkah mengarungi masa depan tanpa harus meninggalkan nilai budaya lokal.

Pementasan sebagai sebuah upaya penciptaan kebudayaan kontemporer melalui seni yang lahir dari sebuah kehendak dalam membaca kota seolah menjadi cawan kecil dari berbagai ragam kegelisahan.

Gelaran-gelaran serupa akan terus berlanjut agar mampu menjadi lumbung pengembangan bakat intelektual, spiritual, kreasi dan cara pandang pemilik jiwa muda untuk mencapai integritas yang bertanggung jawab, tanpa meninggalkan akar budaya setempat.

 

Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2023