Jakarta (ANTARA) - Organisasi Kesehatan Dunia Wilayah Regional Asia Tenggara (World Health Organisation South-East Asia Regional Officee/WHO SEARO) memilih Indonesia sebagai tuan rumah penyelenggaraan Regional Workshop on Ensuring Quality of Medicines from Contaminated Substances 2023.

Dilansir dari keterangan Biro Kerja Sama dan Humas BPOM RI di Jakarta, Rabu, lokakarya yang membahas isu seputar jaminan mutu obat hingga risiko bahan terkontaminasi itu diikuti 11 negara anggota WHO SEARO secara hybrid, yakni Bangladesh, Bhutan, Korea Utara, India, Indonesia, Maldives, Myanmar, Nepal, Srilanka, Thailand, dan Timor Leste.

Kegiatan itu berlangsung di Jakarta pada 2 hingga 4 Mei 2023, bertujuan untuk mendukung semua negara anggota SEARO menggunakan pendekatan berbasis risiko untuk memastikan mutu produk obat serta perkuatan fungsi sistem regulatori.

Baca juga: BPOM pastikan pengawasan makanan para kepala negara saat ASEAN Summit

Kepala BPOM RI Penny K Lukito mengatakan pihaknya secara aktif tergabung dalam WHO South-East Asia Regulator Network (SEARN), mendukung penuh pelaksanaan lokakarya tersebut.

Menurut Penny, penunjukan Indonesia sebagai tuan rumah kegiatan merupakan bentuk apresiasi WHO SEARO kepada BPOM yang telah melakukan langkah-langkah cepat, responsif, efektif, dan transparan serta memiliki komitmen kuat dalam penanganan kasus produk obat yang tidak memenuhi standar keamanan.

Kasus tersebut tak hanya terjadi di Indonesia, tapi juga terjadi di negara lain dengan kejadian terbaru di Marshall Islands dan Micronesia, kata Penny.

“Kejadian ditemukannya obat terkontaminasi beberapa waktu lalu, menjadi momentum bagi BPOM untuk melakukan tindakan perbaikan dan pencegahan secara komprehensif, dengan memperkuat sistem jaminan keamanan dan mutu obat," katanya.

Kepala BPOM juga menyampaikan bahwa pada prinsipnya pengawasan obat di Indonesia merupakan sinergi peran tiga pilar dengan industri farmasi sebagai pemegang izin edar obat memiliki tanggung jawab utama, pemerintah sebagai regulator, dan masyarakat sebagai konsumen atau pengguna obat.

BPOM telah melakukan langkah-langkah antisipatif, seperti intensifikasi surveilans mutu produk, penelusuran dan pemeriksaan terhadap sarana produksi dan distribusi, hingga pemberian sanksi administratif, termasuk melakukan verifikasi pemastian mutu terhadap sirup obat yang beredar.

Upaya-upaya penindakan juga terus dilakukan terhadap sarana produksi dan distribusi jika terdapat unsur pidana bidang kesehatan, kata Penny.

BPOM juga menjalin kolaborasi dan komunikasi dengan National Regulatory Authority obat di negara lain dan WHO melalui peningkatan kapasitas sistem regulatori, pertukaran informasi, dan pengalaman, termasuk pada regional workshop kali ini, BPOM akan berbagi pengalaman dengan peserta dari negara lain tentang penanganan kasus obat terkontaminasi di Indonesia.

Baca juga: BPOM pimpin diplomasi permudah pasokan pangan hewani ke Arab Saudi

Baca juga: Apoteker: Perkuat peran BPOM atasi masalah kefarmasian


“Kami mengharapkan workshop ini dapat memfasilitasi kolaborasi dan sinergi yang semakin kuat antar-National Regulatory Authority SEARO untuk bersama-sama membangun ekosistem global yang efektif dalam penanggulangan dan pencegahan peredaran obat ilegal, palsu dan substandar," katanya.

Regional Advisor WHO SEARO Dr. Adrien Inoubli mengatakan lokakarya tersebut adalah kesempatan yang baik bagi seluruh regulator di berbagai regional WHO untuk belajar dari pengalaman yang telah dilalui Indonesia.

"Apa yang dilakukan BPOM saat menghadapi krisis dan transparansinya merupakan sebuah tindakan dan kualitas yang penting untuk dimiliki oleh modern regulatory asisstant," katanya.

Ia berharap berbagai pengalaman yang dihadapi Indonesia dalam menghadapi permasalahan obat dan makanan dapat dibagikan kepada regulator di negara lain sebagai bahan pembelajaran.

Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2023