Indonesia sudah mulai mewacanakan teknologi netral, dan untuk tahap awal sudah dilakukan penataan kembali terhadap pita 900 MHz milik Indosat,"
Jakarta (ANTARA News) - Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) menilai pita frekuensi 1.800 MHz merupakan frekuensi yang cocok untuk teknologi Long Term Evolution (LTE), sehingga harus dikelola dengan baik untuk memberikan hasil yang maksimal bagi industri telekomunikasi.

"Indonesia sudah mulai mewacanakan teknologi netral, dan untuk tahap awal sudah dilakukan penataan kembali terhadap pita 900 MHz milik Indosat," kata anggota BRTI M Ridwan Effendi, dalam diskusi yang dilaksanakan ICT Institute bertajuk "Di mana Rumah bagi LTE", di Jakarta, Selasa.

Menurut Ridwan, pada pita 900MHz, Indosat menguasai pita paling besar, yaitu 10 MHz, sedangkan Telkomsel dan XL masing-masing adalah 7 MHz.

"Regulator juga tengah menyiapkan frekuensi lainnya untuk implementasi teknologi netral, yaitu di pita 1.800 MHz," ujarnya.

Ridwan menambahkan, pada pita 1.800 MHz juga siap apabila dipakai untuk LTE, karena pita frekuensi lainnya sudah dipakai oleh pemain atau teknologi lainnya, termasuk pita 2,3 GHz untuk TD LTE yang merupakan pengembangan dari WiMax.

Diketahui, Indonesia hingga kini belum menentukan alokasi frekuensi untuk teknologi LTE, sementara sejumlah negara di dunia pita yang bisa dipakai untuk pita LTE adalah pita 2.100 MHz, 1.800 MHz, dan 700 MHz.

Penataan yang disampaikan Ridwan, sejalan dengan fakta yang disampaikan Global Mobile Supplier Association (GSA) bahwa hingga November 2012, pita frekuensi yang paling populer dipakai untuk LTE adalah 1.800 MHz dimana ada sekitar 38 jaringan di dunia menggunakan frekuensi ini.

Pemanfaatan 1.800 MHz sebagai "rumah" bagi LTE didukung dengan adanya 130 perangkat termasuk 26 smartphone dari merk-merk terkemuka.

Setelah pita 1.800 MHz, band favorit kedua adalah 2,6 GHz dan ketiga adalah 700 MHz. Menurut Ridwan, untuk 2,6 GHz saat ini band tersebut 150 MHz dipakai untuk layanan televisi satelit.

Sementara pada frekuensi 700 MHz akan menjadi digital dividen yang berpotensi dipakai LTE juga.

Sementara itu, Heru Sutadi dari Indonesia ICT Institute mengungkapkan bahwa nampaknya pemerintah akan menempatkan LTE di 2,3 GHz berdampingan dengan WiMAX, pasalnya masih ada sisa 60 MHz direntang frekuensi tersebut.

"Namun jika melihat laporan GSA, sepertinya 2,3 GHz tidak menjadi band favorit," ujar Heru.

Heru yang juta mantan anggota BRTI ini menambahkan 1.800 MHz memang populer dipakai untuk LTE, tapi kondisi alokasi frekuensi di Indonesia tidak seimbang antaroperator.

"Kalau mau pakai 1.800 MHz untuk LTE, harus ada upaya pemerintah untuk menyeimbangkan alokasi frekuensi di band ini. Alternatif lain adalah dilakukan percepatan digitalisasi TV hingga tidak harus menunggu 2018," ujar Heru.

Sementara itu, Dosen FT Elektronika UI Gunawan Wibisono mengungkapkan sebaiknya jangan membicarakan dulu soal rumah bagi LTE, tapi yang penting adalah ekosistem yang perlu dibangun.

"Masih diperlukan pengaturan kembali spektrum, termasuk BHP frekuensi masih tinggi, jumlah operator masih banyak, dan perlu diperhatikan standar global yang mendukung industri lokal," ujar Gunawan.

Sedangkan Director and Head of Engagement Practice Ericsson Indonesia Rustam Effendi, mengungkapkan pada 2016 diprediksi terdapat 4 miliar ponsel pintar di Indonesia.

"Adapun mobile data tumbuh 10 persen yang dipicu pertumbuhan yang tinggi apliokasi video, sedangkan pertumbuhan trafik Internet pada 2015 mencapai 90 persen," ujar Rustam.

Untuk itu tambahnya, LTE mesti disiapkan dari sekarang untuk mengimbangi pertumbuhan mobile data di dunia.
(R017)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2013