Padang (ANTARA) - Akademisi sekaligus tokoh adat perempuan Minangkabau Prof Puti Reno Raudhatul Jannah Thaib menyatakan pakaian adat Minangkabau yang dikenakan oleh seseorang merupakan identitas dari etnisnya.

"Dalam pakaian adat ada pakemnya atau ketentuannya," kata akademisi sekaligus tokoh adat perempuan Minangkabau Prof Puti Reno Raudhatul Jannah Thaib di Padang, Kamis.

Hal tersebut disampaikannya saat memaparkan materi dalam diskusi bertajuk seni kebudayaan yang digelar Dinas Pariwisata Provinsi Sumatera Barat.

Prof Puti Reno yang juga Bundo Kanduang Sumbar tersebut menyebutkan telah mendata, dan menginventarisir 406 macam pakaian perempuan Minangkabau dari setiap nagari (desa) bersama dengan Dinas Pariwisata Sumbar.

Baca juga: Akademisi sebut tiga poin utama jika ingin belajar Minangkabau

Baca juga: Bundo Kanduang paparkan perilaku yang harus dihindari perempuan Minang


Dari 406 macam pakaian tersebut tidak satupun yang ketat atau menyerupai pakaian laki-laki apalagi membuka aurat. Kesimpulannya, perempuan Minangkabau orang yang hidupnya makmur.

"Bahkan ada suatu pakaian di sebuah daerah, berat suntingnya itu sekitar 300 emas," ujar dia.

Dari pakaian adat tersebut diketahui bahwa kaum perempuan Minangkabau dihormati dan kreatif. Kemudian, perbedaan pakaian itu terlihat dari beberapa komponen misalnya dari sarung, batik, songket, baju kuruang basiba, tutup kepala hingga kain sandang.

"Variasi pakaian itu terletak pada tutup kepala," kata dia.

Pada kesempatan itu, ahli waris kerajaan Pagaruyung tersebut juga mengkritik penggunaan pakaian anak randai dengan pakaian pengantin (marapulai) yang kini sudah tidak bisa dibedakan. Padahal, masing-masing pakaian itu sudah ada peruntukan termasuk makna yang terkandung di dalamnya.

Padahal, salah satu kaca mata orang luar dalam melihat etnis Minangkabau ialah dari cara seseorang mengenakan pakaian adat, kata Bundo Kanduang (tokoh adat perempuan) Minangkabau tersebut.*

Baca juga: Wagub: Masyarakat Minang bangga Puan berbusana Bundo Kanduang

Baca juga: Wagub: Hidupkan peran "Bundo Kanduang" cegah radikalisme

Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2023