Kalau tidak bisa dikendalikan.."
Jakarta (ANTARA News) - Menteri Keuangan Agus Martowardojo mengatakan penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi dapat dilakukan tahun ini apabila upaya pengendalian konsumsi gagal dilakukan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

"Kalau tidak bisa dikendalikan, bagi Kementerian Keuangan itu adalah sinyal bahwa mungkin kita harus menyesuaikan harga BBM," ujarnya dalam rapat kerja pembahasan Outlook Perekonomian 2013 dengan DPR RI di Jakarta, Senin.

Menurut Agus, potensi kelebihan konsumsi BBM bersubsidi dari 46 juta kiloliter yang ditetapkan dalam APBN 2013 sangat besar, dan hal tersebut dapat meningkatkan beban fiskal yang semakin bertambah setiap tahun, akibat pembengkakan belanja subsidi energi.

Untuk itu, penyesuaian harga BBM bersubsidi dapat dilakukan untuk mengurangi beban belanja subsidi energi serta mengantisipasi tidak tercapainya asumsi makro dalam APBN seperti harga ICP minyak, lifting minyak serta nilai tukar, yang terjadi pada 2012.

"Kalau kita lihat asumsi makro untuk ICP naik, nilai tukar melemah dan telah kita hitung ulang namun kita tidak bisa mengantisipasi, maka kami akan menyesuaikan harga BBM," katanya.

Namun, Agus memastikan pemerintah belum akan melakukan penyesuaian harga BBM bersubsidi dalam waktu dekat karena masih membutuhkan pembahasan antar internal pemerintah serta mempertimbangkan dampak sosial dari pemberlakukan kebijakan tersebut.

"Hari ini kami belum berencana menaikkan harga BBM bersubsidi, tapi kami akan membahas dengan internal pemerintah. Kami akan terus mengkaji karena belum tentu 2014 bisa dinaikkan, dan begitu pula 2015 karena telah ada pemerintahan baru," kata Agus.

Dalam kesempatan yang sama, Gubernur Bank Indonesia Darmin Nasution menambahkan tingginya konsumsi BBM serta belanja subsidi BBM yang besar merupakan permasalahan sentral yang harus diatasi dengan segera.

"Pengurangan konsumsi BBM ataupun subsidi BBM akan menurunkan, tidak hanya beban anggaran pemerintah, namun juga tekanan pada neraca pembayaran secara signifikan," katanya.

Menurut dia, konsumsi BBM yang terus meningkat ditengah semakin menurunnya produksi minyak akan terus mendorong peningkatan impor minyak dan memperbesar defisit transaksi berjalan.

"Meningkatnya konsumsi BBM juga dapat meningkatkan beban subsidi yang dapat mempengaruhi persepsi negatif mengenai kesinambungan fiskal dan memberikan tekanan pada nilai rupiah," kata Darmin.

(S034/R007)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2013