Mataram (ANTARA) - Kepala Cabang PT Anugrah Mitra Graha (AMG) berinisial RA yang menjadi salah seorang tersangka kasus dugaan korupsi kegiatan tambang pasir besi di Blok Dedalpak, Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat, berniat mengembalikan kerugian negara.

"Saya akan kembalikan berapa kerugiannya melalui jaksa," kata tersangka RA usai menjalani pemeriksaan tambahan di Gedung Kejati NTB, Mataram, Rabu sore.

Mengenai nominal kerugian yang akan disetorkan ke kas negara melalui penitipan di penyidik kejaksaan, tersangka RA mengatakan dirinya masih menunggu hasil audit dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan NTB.

"Berapanya, saya tunggu hasil audit dahulu, biar pasti," ujarnya.

Dalam pemeriksaan lanjutan di hadapan penyidik kejaksaan, tersangka RA mengatakan bahwa dirinya hanya memberikan keterangan tambahan dalam berita acara pemeriksaan (BAP) penyidikan.

"Soal materi, itu tanyakan jaksa, yang jelas hanya memberikan keterangan tambahan BAP," ucap dia.

Baca juga: Direktur PT AMG kembalikan kerugian kasus tambang senilai Rp800 juta

Juru Bicara Kejati NTB Efrien Saputera turut membenarkan adanya pemeriksaan tersangka RA oleh penyidik pidana khusus.

"Iya, pemeriksaan berlangsung dari pagi tadi dan baru selesai sekitar pukul 16.00 Wita," kata Efrien.

Usia menjalani pemeriksaan, Efrien mengatakan pihaknya langsung mengantarkan tersangka RA menuju Rumah Tahanan Negara pada Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Mataram di Kuripan, Kabupaten Lombok Timur.

Dalam kasus korupsi tambang PT AMG, penyidik menetapkan RA sebagai tersangka bersama Direktur PT AMG berinisial PSW dan mantan Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) NTB berinisial ZA.

Baca juga: Kerugian negara kasus korupsi tambang pasir besi PT AMG Rp2 miliar

Penyidik menetapkan ketiganya sebagai tersangka dengan menerapkan Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

PT AMG yang berkantor pusat di Jakarta Utara itu terungkap mengantongi legalitas izin penambangan pasir besi di Blok Dedalpak dengan luas lahan 1.348 hektare. Izin tersebut berlaku selama 15 tahun terhitung sejak 2011 hingga 2026.

Izin itu pun terbit berdasarkan Surat Keputusan Bupati Lombok Timur Nomor: 2821/503/PPT.II/2011 tentang Persetujuan Peningkatan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi menjadi IUP Operasi Produksi Bahan Galian Pasir Besi dan Mineral Pengikut di Blok Dedalpak yang masuk dalam Kecamatan Pringgabaya dan Kecamatan Labuhan Haji, Kabupaten Lombok Timur.

Baca juga: Kejati NTB tahan tersangka tambahan kasus tambang di Lapas Mataram

Dalam kasus ini pun terungkap adanya indikasi PT AMG melakukan penambangan pada Blok Dedalpak tanpa mendapatkan persetujuan RKAB tahunan dari Kementerian ESDM. Aktivitas tambang demikian berlangsung dalam periode 2021 sampai 2022.

Menurut aturan, persetujuan RKAB tersebut merupakan tiket bagi perusahaan tambang untuk beroperasi. Dalam aturan itu pun ada ketetapan tarif iuran produksi atau royalti yang wajib disetorkan pihak perusahaan kepada pemerintah dalam setiap penjualan komoditas tambang.

Aturan tersebut sesuai dengan Pasal 18 Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2019 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang Berlaku pada Kementerian ESDM.

Dalam regulasi tersebut, pemerintah menetapkan tarif royalti untuk komoditas pasir besi sebesar 10 persen dari harga jual. Dengan aturan demikian, penyidik kejaksaan telah mengantongi potensi kerugian negara dengan nilai perkiraan mencapai Rp2 miliar.

Untuk menguatkan kebutuhan dari kelengkapan alat bukti tersebut, penyidik telah menggandeng BPKP NTB. Pihak kejaksaan pun memastikan proses audit oleh BPKP hingga kini masih berjalan.

Pewarta: Dhimas Budi Pratama
Editor: Didik Kusbiantoro
Copyright © ANTARA 2023