Jakarta (ANTARA) - Dokter spesialis anak Teny Tjitra Sari menyarankan pasangan yang hendak menikah menjalani pemeriksaan darah dan analisis hemoglobin (Hb) untuk mengetahui kemungkinan adanya kelainan darah yang bisa diturunkan kepada anak.

Dr. dr. Teny Tjitra Sari, SpA(K) dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia menyampaikan saran tersebut dalam acara diskusi via daring yang diselenggarakan pada Jumat oleh Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta dalam rangkaian peringatan Hari Thalassemia Sedunia tanggal 8 Mei.

"Sebelum menikah harus periksa darah dulu, karena pemerintah ingin pasangan yang menikah harus sehat semua, agar keluarga bahagia, jadi, kalau bisa tes sampai analisis Hb biar tahu dan mencegah kalau memang ayah dan ibu pembawa sifat," katanya.

"Kalau pembawa sifat jangan bertemu dengan sesama pembawa sifat, karena thalassemia memang diwariskan dari sebelumnya, ayah dan ibunya. Ayah pembawa sifat dan ibu pembawa sifat, maka kemungkinan anak 25 persen menderita thalassemia mayor, 50 persen seperti ayah dan ibunya, dan 25 persen normal," ia menjelaskan.

Teny mengemukakan bahwa thalassemia memang tidak bisa disembuhkan, tetapi kelahiran anak dengan thalassemia bisa dicegah dengan melaksanakan pemeriksaan darah dan analisis Hb sebelum menikah.

"Thalassemia bisa ditegakkan melalui analisis Hb, tetapi ini tidak bisa dilakukan di puskesmas, harus di rumah sakit besar, minimal tipe B, atau laboratorium swasta, agar tahu ini thalassemia dan thalassemia jenis apa. Kalau (rumah sakit) tipe B tidak bisa, tipe A juga bisa beberapa, misalnya di RSCM Jakarta Pusat," katanya.

Pasangan pembawa sifat thalassemia yang terlanjur menikah dan memiliki anak, menurut dia, sebaiknya segera membawa anak untuk menjalani tes darah dan analisis Hb.

"(Penderita) thalassemia memang harus selalu mendapatkan transfusi, tetapi usahakan ambil sampel darah dulu sebelum transfusi, itu bisa dilakukan hampir di semua fasilitas kesehatan. Karena, kalau anak Hb-nya rendah, dia tidak bisa beraktivitas dengan baik, anak bisa sesak nafas, dan ini mengancam jiwa," katanya.

"Kalau bisa ambil darah untuk gambaran seperti apa penanganannya," ia menambahkan.

Teny menyarankan analisis Hb pada anak yang diduga mengalami thalassemia tidak terburu-buru dilakukan apabila anak terlanjur mendapatkan transfusi darah.

"Kalau memang disangka thalassemia, tetap harus analisis Hb, tetapi jangan cepat-cepat dilakukan setelah transfusi, karena nanti yang diperiksa darah orang lain, bukan darah anak itu," katanya.

Menurut dia, waktu yang tepat untuk menjalani analisis Hb adalah tiga sampai empat minggu setelah transfusi darah, saat kadar Hb sudah turun sekitar 7 gr per desiliter.

Teny juga menyampaikan beberapa gejala thalassemia yang perlu menjadi perhatian orang tua, seperti wajah pucat, mata kuning, dan perut buncit.

Perut anak yang mengalami thalassemia bisa menjadi buncit akibat pembengkakan pada hati dan limpa, yang terjadi karena tubuhnya tidak mampu mengelola zat besi dengan baik.

Teny mengatakan, pasien thalassemia tubuhnya tidak bisa menghasilkan oksigen dengan baik dan tidak dapat mengelola zat besi dengan baik.

"Zat besi ada, namun berlebih, darahnya pecah-pecah, sehingga itulah yang menyebabkan mata kuning," katanya.

Menurut informasi yang disiarkan oleh Kementerian Kesehatan, thalassemia merupakan penyakit kelainan darah merah yang diturunkan dari kedua orangtua kepada anak.

Penyakit itu disebabkan oleh berkurangnya atau tidak terbentuknya protein pembentuk hemoglobin utama manusia, yang menyebabkan eritrosit mudah pecah dan menyebabkan pasien menjadi pucat karena kekurangan darah.

Baca juga:
Thalassemia dapat ditegakkan melalui analisis hemoglobin
Cegah thalassemia lewat deteksi dini di keluarga "ring satu"

Pewarta: Lintang Budiyanti Prameswari
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2023