Jakarta (ANTARA) - Kantor Kementerian Agama Jakarta Selatan mengajak pemuda di wilayah tersebut mencegah pergaulan bebas hingga kehamilan di luar pernikahan melalui sosialisasi ajaran agama.

"Kami bekerjasama dengan penyuluhan di remaja-remaja masjid, organisasi kepemudaan dan Bimbingan Remaja Usia Sekolah (BRUS) terkait dengan penanaman nilai-nilai agama dan keagamaan," kata Kepala Seksi (Kasi) Bimas Islam Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Jakarta Selatan Nana Ali kepada wartawan di Jakarta, Senin.

Nana menyayangkan generasi muda yang saat ini sudah banyak terjebak pergaulan bebas, memperjualbelikan alat kontrasepsi hingga media sosial yang bisa mempengaruhi pola pikir anak masa kini.

Karena itu, menurut dia, perlu adanya fondasi iman yang kuat agar anak muda tidak mudah terjerumus hal-hal di luar norma agama.

Baca juga: Kemenag Jakarta Selatan perketat pengawasan lembaga pendididikan

Terlebih, berdasarkan data dari Pengadilan Agama pada 2022, tercatat sebanyak 70 anak melangsungkan pernikahan dini, yakni di bawah usia 19 tahun.

Menurut Nana, ada beberapa hal yang menjadi faktor seorang anak memutuskan untuk menikah dini. Salah satunya, kurangnya pemahaman mengenai kematangan usia pernikahan.

Dia menambahkan, ada banyak pola pikir orang tua khawatir jika mengetahui anaknya dekat dengan lawan jenis akan menimbulkan stigma negatif sehingga memutuskan untuk menikahkan anaknya.

"Akhirnya menyuruh anaknya menikah, walaupun secara undang-undang belum mencapai batas usia minimal melakukan pernikahan," tuturnya.

Baca juga: Dampak buruk pernikahan dini pada pelajar terus diingatkan KPPPA

Selain itu, adanya perbedaan dari segi pandang agama, sosial hingga kesehatan dari setiap keluarga juga mempengaruhi keputusan untuk menikah dini.

"Ada banyak dampak dari pernikahan dini, yakni usia belum matang memiliki risiko kehamilan, penyakit, mental sampai adanya asumsi buruk dari masyarakat," katanya.

Menurut dia, jika adanya pernikahan lantaran kasus hamil di luar nikah maka perlu adanya pemberian layanan psikologi agar tetap kuat imannya sehingga tidak menimbulkan kesalahan lainnya seperti menggugurkan janin (aborsi).

"Tentunya pencegahan ini bukan hanya tanggung jawab orangtua, tapi juga lingkungan, masyarakat, organisasi-organisasi keagamaan, dan sekolah," katanya.
 

Pewarta: Luthfia Miranda Putri
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2023