Pengawasan intern yang berkualitas merupakan bagian krusial dalam upaya menciptakan pengelolaan keuangan negara atau daerah yang efektif dan akuntabel.
Jakarta (ANTARA) - Pemerintah mengalokasikan belanja negara sebesar Rp3.061,2 triliun dan menargetkan pendapatan negara Rp2.463 triliun dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2023.

Per Maret, realisasi belanja negara telah mencapai Rp518,7 triliun atau 16,9 persen dari alokasi yang terdiri atas belanja Pemerintah Pusat sebesar Rp347,3 triliun dan transfer ke daerah senilai Rp171,4 triliun.

Sementara, realisasi pendapatan negara telah mencapai Rp647,2 triliun atau 26,3 persen dari target, yang berasal dari penerimaan perpajakan sebanyak Rp504,5 triliun dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) senilai Rp142,7 triliun.

Jumlah dana sebesar itu tentu memerlukan pengawasan agar uang yang berasal dari rakyat tersebut bisa murni digunakan untuk kepentingan rakyat pula.

Maka dari itu, pengelolaan keuangan negara wajib mendapatkan pengawasan dari sebuah lembaga agar terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan, salah satunya dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang merupakan auditor internal pemerintah.

Sebagai Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK) di bawah Presiden, BPKP memiliki tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pengawasan keuangan negara atau daerah dan pembangunan nasional.

BPKP berkomitmen membangun dan menyelenggarakan pembinaan kompetensi pengawasan intern yang berkualitas, baik bagi auditor maupun pimpinan entitas audit.

Pengawasan intern yang berkualitas merupakan bagian krusial dalam upaya menciptakan pengelolaan keuangan negara atau daerah yang efektif dan akuntabel.

Pelaksanaan pengawasan intern idealnya mampu membantu pengelolaan risiko, mengidentifikasi permasalahan sebelum kondisinya memburuk, serta merekomendasikan penyelesaian permasalahan sedini mungkin

Nantinya, berbagai temuan pengawasan intern dapat membantu pemeriksa eksternal untuk mengembangkan rancangan pemeriksaan yang lebih tajam dan terarah sehingga pelaksanaannya akan lebih efektif dan mumpuni.

Adapun pemeriksa eksternal yang dimaksud yakni Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). BPK dan BPKP memiliki tujuan yang sama dalam menjalankan tugasnya, yakni berusaha mencegah kerugian negara.

Namun, pendekatan yang dilakukan BPKP diarahkan lebih bersifat preventif atau pembinaan dan tidak sepenuhnya bersifat audit atau represif.

Kegiatan sosialisasi, asistensi atau pendampingan, dan evaluasi merupakan kegiatan yang mulai digeluti BPKP, sedangkan audit investigatif dilakukan dalam membantu aparat penegak hukum untuk menghitung kerugian keuangan negara.

Sepanjang tahun 2022, BPKP telah berkontribusi positif terhadap keuangan negara yakni sebesar Rp117,83 triliun, yang merupakan kinerja pengawasan dari berbagai aspek yang terdiri atas proyek infrastruktur prioritas, pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan sosial.

Kontribusi positif BPKP pada tahun lalu meliputi efisiensi belanja sebesar Rp76,32 triliun, penyelamatan keuangan negara senilai Rp37,01 triliun, dan optimalisasi penerimaan negara sebanyak Rp4,5 triliun. Seluruh hasil kontribusi positif tersebut berasal dari pengawasan BPKP terhadap 86 kementerian/lembaga, 542 pemerintah daerah, dan 74.961 pemerintah desa.

Dalam sektor pembangunan, BPKP melakukan pengawasan di 212 proyek dan program strategis nasional serta 112 proyek pembangunan lainnya. Sementara dalam bidang korporasi, BPKP mengawasi 114 badan usaha milik negara (BUMN) dan anak perusahaannya, 1.154 badan ysaha milik desa (BUMD), 1.340 badan layanan umum/badan layanan umum desa (BLU/BLUD), serta 39.769 badan usaha milik desa (Bumdes).

Pada tahun lalu, BPKP melakukan sebanyak 18.300 kegiatan pengawasan yang terbagi menjadi 14.413 kegiatan jaminan (audit, review, evaluasi) dan sisanya sebanyak 3.887 kegiatan konsultasi (pembinaan aparat pengawasan intern pemerintah/APIP, tata kelola, dan pengelolaan keuangan negara).

Kepala BPKP Muhammad Yusuf Ateh menyebutkan pengawasan yang dilakukan sepanjang tahun 2022 diprioritaskan untuk mendorong pemulihan ekonomi yang cepat dan kuat, serta membantu pemerintah dalam resiliensi berbagai tantangan ke depan.

Pengawalan akuntabilitas oleh BPKP telah melingkupi seluruh isu strategis, isu prioritas, isu-isu yang muncul, dan area yang menjadi kekhawatiran pemerintah.

Pada 2022, pengawasan BPKP difokuskan pada tujuh sektor strategis pembangunan yang mencakup 99 topik prioritas dalam pengelolaan keuangan negara dan pembangunan nasional. Sesuai arahan Presiden Joko Widodo, BPKP juga mengawal implementasi aksi afirmasi produk dalam negeri pada belanja pemerintah.

"Pengawasan BPKP juga diarahkan untuk mendorong perbaikan pada sisi suplai, yaitu bagaimana industri dalam negeri dapat bertumbuh dan memiliki kapasitas untuk memenuhi kebutuhan domestik," kata pria yang akrab disapa Ateh ini menambahkan.

Jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, kontribusi BPKP terhadap keuangan negara meningkat pesat. Pasalnya, pada tahun 2021 kontribusi hasil pengawasan yang dilakukan BPKP "hanya" sebesar Rp54,3 triliun.

Kegiatan pengawasan yang dilakukan BPKP juga melonjak, dari sebanyak 11.628 pengawasan pada tahun 2021, yang nampaknya salah satunya disebabkan oleh semakin longgarnya mobilitas masyarakat. Fokus pengawasan yang dilakukan BPKP sepanjang tahun 2021 terdiri atas program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), penanganan COVID-19, dan bantuan sosial.

Dengan demikian, pengawasan yang dilakukan BPKP kian efektif dan semakin membantu Pemerintah Pusat, khususnya kementerian/lembaga, dalam mencegah potensi kerugian negara setiap tahunnya.

Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan BPKP merupakan instrumen penting pemerintah dalam menjaga akuntabilitas dan tata kelola keuangan negara.

"BPKP memiliki tanggung jawab besar sejak awal berdiri dan selalu diandalkan pemerintah untuk menjaga akuntabilitas dan tata kelola keuangan negara," ungkap Sri Mulyani.

Sejak awal pandemi COVID-19 hingga saat ini, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) bersama dengan BPKP selalu bersinergi dan berkolaborasi dalam menjaga keuangan negara, khususnya program-program yang digulirkan pemerintah dalam Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PC - PEN).

Oleh karena itu, dirinya mewajibkan bahwa kerja sama yang telah terjalin selama ini harus terus dijaga dan berkembang mengikuti dinamika perekonomian global. Selain itu, kolaborasi dan sinergi pengawasan tidak hanya terjalin di pusat melainkan juga harus terjalin di daerah, lantaran sebanyak sepeetiga dari APBN dialokasikan untuk daerah.

Menteri BUMN Erick Thohir pun mengapresiasi kinerja BPKP atas kontribusi pengawasan dalam menjaga akuntabilitas dan tata kelola keuangan negara.

Pengawalan dan pendampingan yang dilakukan BPKP membuat BUMN terus berupaya menciptakan inovasi di segala lini sehingga sama sekali tidak menghambat langkah BUMN.

Pengawalan dan pendampingan yang berkelanjutan dari BPKP sangat diperlukan untuk mewujudkan tata kelola pelaksanaan dan aksi korporasi BUMN yang selaras dengan prinsip tata kelola yang baik (good corporate governance/GCG).


Pengawasan kini

Berbeda dengan tahun 2022 yang memiliki tren pemulihan cukup kuat, tahun 2023 sejak awal telah diprediksikan menjadi tahun yang penuh gejolak dan ketidakpastian ekonomi global.

Terbaru, Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) memperkirakan perekonomian global akan tumbuh melambat secara signifikan dari 3,4 persen pada tahun 2022 menjadi 2,8 persen pada tahun 2023.

Momentum penguatan pemulihan yang sempat terjadi pada awal tahun, kini meredup seiring terjadinya gejolak sektor keuangan di Amerika Serikat (AS) an Eropa serta tekanan inflasi yang masih tetap tinggi. Adapun proyeksi inflasi global pada tahun 2023 yakni mencapai 7 persen dibanding periode sama tahun sebelumnya atau masih sangat tinggi.

Kegagalan sistem perbankan di AS dan Eropa menambah ketidakpastian terhadap proyeksi pertumbuhan ekonomi kedua kawasan yang sudah mendapat tekanan berat dari inflasi dan pengetatan moneter yang agresif.

Di sisi lain, meski pembukaan kembali Tiongkok memberi daya dorong pemulihan ekonomi domestik pada tahun 2023, tekanan struktural, termasuk krisis sektor properti, masih membayangi prospek Negeri Panda pada tahun-tahun berikutnya. Hal tersebut tentunya membebani kondisi perekonomian global.

Ke depan, IMF melihat berbagai risiko perekonomian global masih dominan dengan potensi hard landing jika risiko semakin eskalatif. Risiko utama berasal dari tekanan sektor keuangan, tekanan utang, eskalasi perang Rusia-Ukraina yang dapat memicu kenaikan harga komoditas, tingkat inflasi inti yang persisten tinggi, serta fragmentasi geo-ekonomi.

Kendati Indonesia masih bisa bertahan di tengah ketidakpastian global saat ini, pemerintah telah mengantisipasi berbagai kondisi global tersebut dengan mendesain berbagai program yang berfokus pada ketahanan nasional dan peningkatan produktivitas untuk transformasi ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.

Seluruh program pemerintah itu terus dipastikan bisa merespons perubahan dinamika perekonomian, menjawab tantangan, dan mendukung target pembangunan. Dengan demikian, kehadiran pengawasan intern sangat diperlukan untuk mengawal program pemerintah mencapai tujuannya.

Pada tahun 2023, BPKP menetapkan Agenda Prioritas Pengawasan (APP) dan Agenda Prioritas Pengawasan Daerah (APPD) sebagai bentuk pelaksanaan tugas auditor intern pemerintah yang profesional dan responsif dalam mengawal kebutuhan negara.

APP tahun 2023 berfokus pada tujuh sektor strategis pembangunan yang dijabarkan dalam 26 tema dan 105 topik pengelolaan keuangan dan pembangunan nasional.

Tujuh sektor strategis itu yakni pembangunan sumber daya manusia (SDM), pembangunan infrastruktur dan konektivitas, akuntabilitas keuangan negara, daerah, dan desa, pembangunan ekonomi, ketahanan pangan, ketahanan energi, serta penguatan penyelenggaraan pemerintah yang baik dan bersih.

Sementara itu, APPD difokuskan kepada lima sektor strategis pembangunan dan mencakup 64 tema pengawasan dalam pengelolaan keuangan dan pembangunan daerah.

Adapun APP juga dapat menjadi rujukan APIP, kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah dalam merancang dan menyelaraskan pelaksanaan pengawasan intern pada instansi yang menjadi tanggung jawabnya.

Meski telah merancang APP, pengawasan intern BPKP tidak hanya mengacu pada agenda tersebut, tetapi juga menyesuaikan diri dengan lingkungan strategis dan dinamika kebutuhan.

Untuk itu, pelaksanaan pengawasan BPKP di tahun ini mengedepankan kecepatan, ketepatan waktu, dan mengutamakan pencegahan kebocoran keuangan negara.

Dalam membuat desain pengawasan, Ateh menegaskan BPKP memperhatikan tiga aspek, yakni pertama dilakukan dengan menetapkan tujuan yang jelas dan menyamakan persepsi tentang tujuan tersebut. Kedua, mendesain data-data yang dibutuhkan, serta ketiga, mengumpulkan data-data tersebut.

Dengan berbagai agenda yang telah ditetapkan, pengawasan BPKP diharapkan dapat memberikan lebih banyak kontribusi ke depannya, di tengah ketidakpastian global. Apalagi, tahun ini merupakan tahun politik yang membuat peran BPKP sebagai pengawal utama akuntabilitas keuangan negara semakin dibutuhkan.

Pengawasan BPKP juga mengikuti perkembangan zaman yang ada. Besarnya kekuatan teknologi dan sistem informasi telah membentuk gaya hidup digital yang berdampak positif pada potensi ekonomi digital di Indonesia.

Untuk menuntun realisasinya, pemerintah telah merumuskan arah kebijakan transformasi digital menjadi Indonesia digital yang maju, mandiri, adil, dan makmur, dengan bantuan teknologi digital guna memberikan kebijakan yang lebih responsif, fleksibel, dan prosedur layanan yang sederhana.

Bagi APIP, fase transformasi menjadi "Indonesia digital" ini merupakan isu strategis mengingat perkembangannya melahirkan risiko-risiko baru yang menantang. APIP sebagai pemberi jaminan dan advis harus mampu mengantisipasi, adaptif menyesuaikan pengawasannya dengan kondisi terkini, serta mengembangkan teknik-teknik pengawasan yang baru melalui kompetensi pengawasan berbasis digital yang mumpuni dan kompetensi teknologi informasi yang selangkah lebih maju.

APIP merupakan instansi pemerintah yang mempunyai tugas dan fungsi pokok melakukan pengawasan, yang beranggotakan BPKP, inspektorat jenderal/inspektorat utama/inspektorat di setiap kementerian/lembaga, provinsi, dan kabupaten/kota madya.

Untuk menjadi APIP yang gesit, BPKP melakukan transformasi digital di bidang investigasi dengan membangun laboratorium forensik sejak tahun 2012. Laboratorium digital forensik BPKP telah memberikan kontribusi besar dalam keberhasilan pengawasan yang bersifat represif dalam berbagai kasus tipikor yang merugikan keuangan negara dengan jumlah fantastis.

Kerugian keuangan negara ketika telah terjadi menjadi sulit dikembalikan dan berdampak negatif bagi proses pembangunan.

Untuk itu, BPKP terus beradaptasi, terutama di masa pandemi COVID-19, dalam merespons tugas pengawalan penanganan COVID-19 dan pemulihan ekonomi nasional dengan memanfaatkan laboratorium digital forensik untuk kebutuhan pengawasan yang lebih bersifat preventif.

Ke depan, berbagai upaya digitalisasi yang lebih modern diharapkan bisa terjadi dalam pengawasan BPKP yang semakin adaptif agar kerugian negara semakin diminimalisir, bahkan dihilangkan.


Sinergi

Pada masa reformasi ini, BPKP banyak mengadakan memorandum of understanding (MoU) atau nota kesepahaman dengan pemerintah daerah (pemda) dan kementerian/lembaga sebagai mitra kerja. MoU tersebut pada umumnya membantu mitra kerja untuk meningkatkan kinerja dalam rangka mencapai tata kelola yang baik.

Salah satu kerja sama yang dilakukan oleh BPKP yakni dengan Kemenkeu. Guna meningkatkan efektivitas, efisiensi, dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara, kedua pihak melakukan upaya penguatan ekosistem pengawasan APBN yang terintegrasi melalui penandatanganan Nota Kesepahaman Kerja Sama Pengawasan atas Pengelolaan Keuangan Negara.

Sebagai landasan untuk memperkuat pengawasan APBN, kerja sama antara Kemenkeu dan BPKP difokuskan untuk meningkatkan kemampuan APIP kementerian/lembaga dan daerah serta Satuan Pengawasan Intern (SPI) BUMN dan BLU agar dapat bersama-sama melakukan pengawasan yang efektif.

Nota Kesepahaman tersebut mencakup ruang lingkup pengawasan APBN secara end-to-end, manajemen pengawasan, pencegahan dan penanganan kasus berindikasi kecurangan, pertukaran data dan informasi, peningkatan kapasitas dan kapabilitas APIP dan SPI, dukungan pelaksanaan anggaran atas beban APBN, serta peningkatan kualitas pengelolaan keuangan daerah dalam kerangka fiskal nasional.

Kesepakatan tersebut diharapkan dapat membangun ekosistem pengawasan APBN semakin lebih terintegrasi dalam rangka mendukung terwujudnya pengelolaan keuangan negara yang memberikan manfaat terbesar bagi peningkatan kesejahteraan bangsa.

Kemenkeu dan BPKP menyadari perlunya memperkuat kerja sama dari sisi pengawasan yang akan melibatkan berbagai elemen dalam satu kesatuan ekosistem pengawasan APBN, mulai dari pembuat kebijakan, pelaksana program, APIP, aparat penegak hukum, dan BPK.

Pengawasan juga akan melibatkan peran aktif masyarakat selaku penerima manfaat dari program yang diberikan pemerintah maupun masyarakat sipil untuk menjalankan peran kontrol sosial. Masyarakat diharapkan turut mengawasi pengelolaan APBN dan memberikan informasi kepada aparat pengawas jika mengetahui adanya penyimpangan.

BPKP turut menjalin sinergi dengan auditor eksternal, yakni BPK dalam mencegah kerugian negara, dengan menjaga agar keuangan negara terus transparan dan akuntabel.

Pelaksanaan pemeriksaan yang dilaksanakan BPK dan pengawasan yang dilakukan BPKP memiliki tujuan yang sama, yaitu mengawal akuntabilitas keuangan negara. Untuk itu, kedua belah pihak bersinergi dan berkolaborasi dalam perencanaan dan pelaksanaan pemeriksaan/pengawasan, tindak lanjut hasil pengawasan/pemeriksaan, serta pengembangan kompetensi atau kapasitas kelembagaan.

Kerja sama BPK dan BPKP mencakup kegiatan penelitian dan pengembangan di bidang pemeriksaan dan pengawasan keuangan negara atau daerah, khususnya terkait dengan permasalahan yang sering dihadapi pemda (pemangku kepentingan).

Sedangkan untuk menguatkan kompetensi pemangku kepentingan (kementerian/lembaga/daerah) dalam pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara atau daerah, pelaksanaan seminar antara BPK dan BPKP pun akan digelar secara rutin.

Dengan kewenangan yang dimiliki sebagai auditor eksternal, Anggota VII BPK/Pimpinan Pemeriksaan Keuangan Negara VII Hendra Susanto melihat pentingnya peran auditor internal, dalam hal ini APIP, untuk dapat bersinergi bersama.

APIP mempunyai peran dan tanggungjawab yang penting dalam menegakkan tata kelola yang baik, manajemen risiko, dan pengawasan internal pada sektor publik dan privat. APIP menjadi pihak yang mempunyai akses holistik terhadap pengelolaan dan penatausahaan bisnis dalam suatu entitas.

Sebagai auditor eksternal, BPK memiliki peran strategis dalam mendorong pemerintah untuk memformulasikan kebijakan pengelolaan keuangan negara yang lebih transparan, akuntabel, efisien, dan efektif.

Namun di sisi lain, akuntabilitas dan transparansi pengelolaan keuangan negara memerlukan dukungan penyelenggaraan sistem pengendalian intern yang efektif dan efisien pada seluruh kegiatan di instansi pengelola keuangan negara. Hal tersebut tentunya akan mempermudah tugas BPK dalam memeriksa keuangan negara.

"Untuk itu, sebagai auditor eksternal, BPK mengajak auditor internal untuk dapat saling berdampingan dalam menjalankan perannya untuk mewujudkan tujuan bersama guna mendukung perbaikan pengelolaan keuangan negara, melalui kolaborasi antara BPK dan APIP," tegas Hendra.

Kolaborasi antara BPK dan APIP dapat terlaksana di berbagai aspek audit, seperti pada aspek perencanaan, pelaksanaan, pemantauan tindak lanjut, dan kolaborasi dalam transfer pengetahuan.

Pada aspek perencanaan, BPK dan APIP dapat melakukan koordinasi dan sinkronisasi perencanaan audit tahunan untuk memaksimalkan lingkup audit berdasarkan risiko yang teridentifikasi sekaligus meminimalisasi adanya duplikasi audit.

Dalam pelaksanaan audit, BPK dalam kondisi tertentu dapat juga bekerja sama dengan personel dari APIP untuk menunjang kebutuhan tenaga dalam pelaksanaan prosedur audit.

Salah satu kolaborasi BPK dengan BPKP yakni peningkatan transparansi dan akuntabilitas pada entitas Badan Keamanan Laut (Bakamla).



Editor: Achmad Zaenal M


 

Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2023