Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah Indonesia tetap membuka diri terhadap pengadaan alat utama sistem senjata (alutsista) bagi Tentara Nasional Indonesia (TNI) dari negara-negara Timur, untuk menjaga kemungkinan perubahan kebijakan politik Amerika Serikat (AS). "Kebijakan kita dalam pengadaan alutsista sangat fleksibel. Kita harus mempertimbangkan pengadaan dari dua negara yakni AS dan Rusia," kata Menteri Pertahanan (Menhan) Juwono Sudarsono, di Jakarta, Kamis. Karena, lanjut dia, untuk menciptakan daya tangkal yang kuat Indonesia perlu memiliki pesawat tempur seperti F-16 dari AS dan Sukhoi dari Rusia. Dengan mempertimbangkan efisiensi, maka Indonesia akan membeli suku cadang F-16 dari AS, untuk menghidupkan kembali pesawat-pesawat tempur jenis itu, setelah sempat di-"grounded" menyusul embargo militer AS terhadap Indonesia tujuh tahun silam. "Karena harga pesawat tempur itu rata-rata diatar 35 hingga 40 juta dolar AS per unit, maka kita menghidupkan dua F-16 per tahunnya hingga 2009," ujar Menhan. Di sisi lain, Indonesia juga membeli pesawat tempur Sukhoi dari Rusia untuk berjaga-jaga terhadap embargo AS melalui fasilitas kredit negara sebesar satu miliar dolar AS yang ditawarkan negeri Beruang Merah itu. Dijelaskannya, sejumlah negara telah menawarkan kerjasama militer dengan Indonesia terutama dalam pengadaan alustsista, seperti dari beberapa negara barat, sebagian Koreal Selatan, sebagian Cina. "Itu merupakan bentuk politik bebas yang dianut Indonesia dalam hal pengadaan senjata atau alutsista. Kita ingin tergantung pada salah satu negara saja tetapi, tugas Dephan, Deplu dan Depkeu untuk memantau perkembangan dalam dan luar negeri, mana kira-kira alutsista mana yang paling sesuai dengan kebutuhan TNI, termasuk harga yang ditawarkan," ujar Juwono.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2006