Jakarta (ANTARA) - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menyatakan bahwa adanya fenomena fatherless atau kekurangan kehadiran sosok ayah baik secara fisik atau psikologis dalam keluarga, dapat sangat mempengaruhi pembentukan ketahanan keluarga Indonesia.

“Fenomena fatherless tentu perlu menjadi perhatian bersama untuk memastikan anak-anak Indonesia dapat tumbuh berkembang yang baik dan memiliki karakter yang kuat,” kata Direktur Bina Keluarga Balita dan Anak BKKBN Irma Ardiana yang dihubungi ANTARA di Jakarta, Jumat.

Baca juga: Psikolog ingatkan pentingnya sosok ayah untuk perkembangan anak

Merujuk pada buku Fatherless America: Confronting Our Most Urgent Social Problem karya Blankenhorn (1995), Irma menuturkan anak yang tumbuh di dalam keluarga tanpa adanya sosok ayah, bisa menyebabkan komplikasi sosial seperti kriminalitas, kekerasan dalam rumah tangga, kehamilan remaja.

Memasukki masa pertumbuhannya anak-anak yang hidup tanpa ayah memiliki potensi terkena masalah mental dan emosional, kurang bisa berbaur dengan teman sebaya, terdampak masalah kesehatan misalnya psikosomatis, kekerasan fisik, emosional dan seksual.

Sedangkan potensi yang bisa terjadi pada usia remajanya adalah cenderung ingin menikah di usia yang sangat muda, suka merokok dan minum alkohol, mencoba obat-obatan terlarang yang berdampak pada waktu belajarnya.

Baca juga: Giring ungkap pentingnya sosok ayah dalam keluarga

Remaja hidup tanpa ayah biologis cenderung menikah di usia yang sangat muda, merokok, minum alkohol dan obat-obatan terlarang, serta dikeluarkan dari sekolah.

“Dalam eksperimen sosial The Fatherless Family: CIVITAS-The Institute for the Study of Civil Society yang dilakukan oleh O’Neill (2002), masalah sosial yang dapat muncul dari fenomena ini adalah tingginya angka kriminalitas dan kekerasan, tumbuhnya budaya bercerai, bertambahnya beban jaminan sosial,” ujarnya.

Lebih lanjut, menurut National Survey of Sexual Attitudes and Lifestyles, ketiadaan sosok ayah menyebabkan anak cenderung melakukan hubungan seksual di usia kurang dari 16 tahun.

“Laki-laki memiliki kecenderungan melakukan hubungan seksual lebih tinggi yaitu 1,8 kali dan perempuan 1,5 kali dibandingkan anak yang diasuh oleh kedua orang tuanya. O’Nell juga berkata risiko perceraian pada keluarga tanpa ayah 1,9 kali lebih besar untuk laki-laki dan 1,5 kali lebih besar untuk perempuan dibandingkan anak yang tumbuh di keluarga utuh,” ucapnya.

Baca juga: Sosok ayah pengaruhi pola hubungan asmara anak ketika dewasa

Guna menjaga ketangguhan keluarga tidak menjadi rentan, dalam bentuk mencegah fenomena fatherless terjadi, BKKBN telah membuat program Generasi Berencana sebagai wadah bagi para remaja untuk meningkatkan life skill dalam membangun rumah tangga.

Program ditekankan supaya pasangan mampu membina hubungan keluarga suami-istri perlu persiapan dan perencanaan yang matang.

Dalam program juga disosialisasikan bahwa pendewasaan usia perkawinan menjadi salah satu ukuran untuk memastikan agar anak-anak Indonesia tidak menikah minimal di usia kurang dari 19 tahun.

Baca juga: Gianna Bryant sosok yang dekat dengan sang ayah

Dengan demikian mereka diharapkan dapat mempersiapkan diri secara mental, fisik dan materiil dengan lebih matang dan baik sebelum memutuskan untuk menikah.

Bagi pasangan usia subur yang telah memiliki anak pun, Irma mengatakan tiap pasangan dapat mengikuti kelas pengasuhan baik yang dilakukan secara online ataupun offline oleh BKKBN tentang penerapan delapan fungsi keluarga dan pembagian peran dalam pengasuhan anak.

Baca juga: Sosok ayah punya peran besar dalam karier Braif Fatari
Baca juga: Tulis sosok ayah, Chappy: Beliau teladan luar biasa


Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Tunggul Susilo
Copyright © ANTARA 2023