Perubahan-perubahan ini yang harus kita sikapi dengan baik.
Jakarta (ANTARA) - Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) RI Andi Widjajanto menyampaikan kajian terhadap Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) merupakan upaya Lemhannas mengevaluasi penerapan undang-undang itu setelah berlaku selama hampir 20 tahun.

Andi Widjajanto ketika saat memberi pengantar pada acara seminar di Jakarta, Kamis, menyebutkan banyak perubahan yang terjadi selama kurang lebih 20 tahun sejak UU TNI disahkan pada tahun 2004.

"Kami di Lemhannas kemarin memulai kajian tentang revisi Undang-Undang TNI yang diarahkan memang untuk mengevaluasi bagaimana UU TNI diterapkan selama (hampir) 20 tahun. Apakah ada hal-hal struktural, fundamental, mendasar yang harus kita antisipasi? Apakah ada adopsi-adopsi teknologi yang harus kita lakukan," kata Gubernur Lemhannas RI.

Andi lanjut menyampaikan beberapa perubahan yang terjadi dalam waktu dua dasawarsa, situasi geopolitik terutama hubungan antarnegara kuat, kemajuan teknologi, dan penggunaan terminologi/istilah baru dalam kebijakan pertahanan nasional.

"Dari sisi geopolitik, kita betul-betul melihat ada satu negara menjadi rising power dan satu negara menantang hegemoni, Amerika Serikat ditantang Tiongkok. Kita juga melihat perkembangan teknologi, kalau dalam 3 tahun terakhir ini kombinasi antara cyber, digital, dan space," kata Andi Widjajanto.

Ia menjelaskan bahwa kemajuan teknologi itu tentunya berpengaruh pada cara-cara suatu negara mempertahankan diri, doktrin-doktrin militer, dan cara-cara berperang.

"Lompatan teknologi ini akan menghasilkan revolution of military defense, akan menghasilkan Revolusi Krida Yudha yang akan membuat cara berperang kita 5 tahun, 10 tahun ke depan betul-betul berbeda dari cara pandang sebelumnya," kata Andi.

Dalam kesempatan yang sama, dia juga menyampaikan ada terminologi baru yang muncul dalam kebijakan umum pertahanan negara, yang tidak muncul di kabinet-kabinet sebelumnya. Terminologi baru itu, di antaranya A2AD (anti access area-denial), teknologi hibrida (hybrid), dan multi-domain operations.

"Perubahan-perubahan ini yang harus kita sikapi dengan baik," kata dia.

Lemhannas dalam sebuah focus group discussion (FGD) di Jakarta, Selasa (23/5), memulai kajian tentang revisi UU TNI bersama para pakar, perwakilan dari Kementerian Pertahanan, dan Mabes TNI.

FGD itu, Andi menyoroti dua tema besar, yaitu perubahan karakter perang dan hubungan sipil dan militer dalam kerangka konsolidasi demokrasi.

Wacana revisi UU TNI bergulir sejak bulan lalu saat Badan Pembinaan Hukum TNI memaparkan beberapa usulan untuk draf perubahan UU TNI kepada Panglima TNI.

Walaupun demikian, pembahasan itu masih di internal Babinkum TNI dan belum rampung.

Panglima TNI Laksamana TNI Yudo Margono di sela-sela kegiatannya di Jakarta minggu lalu (15/5) menyampaikan TNI akan rapat dengan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto untuk membahas itu.

Ia mengatakan bahwa revisi UU TNI dibutuhkan untuk menyesuaikan aspek-aspek yang tidak lagi relevan dengan perkembangan situasi yang ada, sementara untuk hal-hal yang masih relevan, itu akan dipertahankan dalam UU hasil revisi.

Baca juga: Lemhannas mulai kaji revisi UU TNI, dua topik jadi sorotan
Baca juga: Moeldoko: Indonesia tidak mungkin kembali ke era dwifungsi militer

Pewarta: Genta Tenri Mawangi
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2023